beritabernas.com – Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII bersama Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) DIY menggelar Muktamar Pemikiran KH Hasyim Asy’ari tentang Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat di Auditorium Gedung KHA Wahid Hasyim FIAI Kampus Terpadu UII pada Jumat 20 September 2024.
Muktamar tersebut menghadirkan KH Abdul Hakim Muhfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng sebagai Keynote Speaker dengan pembicara Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid S.Psi M.Psi, Prof Zuhri dari UIN Sunan Kalijaga, Dr Arif Akhyat dari UGM dan Dr Muhammad Roy Purwanto dari UII.
Rektor UII Prof. Fathul Wahid ST MSc PhD dalam sambutannya mengatakan, UII merupakan rumah besar bagi keragaman pemikiran Islam. UII yang sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Islam (STI) merupakan kampus nasional pertama di Indonesia yang didirikan oleh para tokoh bangsa dalam Masyumi atau Majelis Syuro Muslimin Indonesia yang ketika itu diketuai oleh KH Hasyim Asy’ari, yang sebelumnya bernama Majelis Islam A’la Indonesia disingkat MIAI.
Dikatakan, Masyumi merupakan organisasi yang didirikan waktu Jepang menggantikan MIAI. Dalam sidang Masyumi diikuti beberapa organisasi agama, salah satunya Nahdlatul Ulama. KH A Wahid Hasyim dan KH A.Wahab Hasbullah termasuk yang memberikan sambutan ketika Sekolah Tinggi Islam dibuka 8 Juli tahun 45 mewakili Masyumi.
“Saya masih menyimpan beritanya di Harian Asia Raya tanggal 9 Juli 1945. Selain Nahdlatul Ulama, ada dari Muhammadiyah, Perserikatan Umat Islam dan kaum nasionalis yang mendirikan STI atau UII sebagai kampus pertama di Indonesia yang tidak lepas dari sumbangsih pemikiran dan pergerakan KH Hasyim Asy’ari.,” kata Rektor UII.
Sementara dari Muhammadiyah di antaranya ada KH Mas Mansyur, Ki Bagus Hadikusumo, kemudian dari Perikatan Umat Islam, PUI. Wakilnya adalah KH Abdul Halim yang memiliki pondok pesantren di Majalengka dengan nama Pondok Pesantren Mufidah Santri Asromo yang masih memakai bahasa Arab kuno.
Kemudian juga ada KH Ahmad Sanusi dan tokoh-tokoh nasionalis seperti Mr Mohammad Yamin, Mohammad Roem dan lain-lain. Selain itu, ada perwakilan dari pemerintah Jepang saat itu Menteri Agama ada 3 yaitu KH Muhammad Adnan, Prof KH Abdul Kahar Muzaki dan KH. Imam Zarkasy. Sehingga UII sejak awal terbuka tentang keberagaman pemikiran Islam.
“Dan saat itu, alhamdulillah para pendahulu, sabiqunal awalun dalam konteks UII, mengedepankan persamaan dan mengesampingkan perbedaan. Kalau tanpa itu saya yakin, Sekolah Tinggi Islam atau Universitas Islam Indonesia tidak akan pernah berdiri. Dan itu tidak terlepas dari pemikiran para pendahulu termasuk pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari yang pemikirannya melampaui zamannya,” kata Fathul Wahid.
Ia berharap apa yang dilakukan oleh para pendiri dapat digunakan untuk menjemput masa depan dengan optimisme. Pemikiran Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari bisa dikontekstualisasi, bukan untuk kembali ke masa lampau tapi untuk menjemput masa depan yang lebih baik. “Peradaban Indonesia yang lebih bermartabat, peradaban Islam yang lebih bermanfaat. Menjadi tuan rumah peradaban di depan peradaban lain,” kata Rektor UII.
Pada kesempatan itu, juga dilakukan penandatangan prasasti Gedung Wahid Hasyim UII oleh Alissa Wahid yang juga Koordinator Gus Durian Indonesia. Penandatangan dilakukan d keramik batu yang akan dilekatkan di Gedung FIAI UII sebagai restu penggunaan nama Wahid Hasyim untuk nama gedung di lingkungan Kampus Terpadu UII.
Lewat tulisan
KH Abdul Hakim Muhfudz, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, sebagai Keynote Speaker, mengatakan, pemikiran dan histori perjalanan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari yang diejawantahkan dan dibuktikan melalui tulisan-tulisannya dan harokah atau pergerakan. Melalui pemikiran dan pergerakan Hadratussyaikh yang melampaui zamannya dan mampu menjawab atau bisa diaktulisasikan pada saat ini dan di masa mendatang.
“Kita bisa lihat dari turats atau buku peninggalan beliau ada di Tebuireng. Bahkan sekarang ada di sini kumpulan tulisan beliau, kitab Irsyadus Sari. Setiap tulisan beliau merupakan sebuah harokah atau pergerakan yang merespon dari fenomena sosial yang saat itu terjadi. Salah satunya berjudul Dhaul Misbah sebuah kitab tentang perkawinan yang merespon banyak masyarakat yang tidak paham mengenai perkawinan. Pertama, saya heran kenapa dengan keilmuan yang besar tapi beliau menuliskan kitab yang sangat sederhana, sangat tipis. Setelah saya teliti, rupanya hukum-hukum perkawinan itu ada di buku-buku tebal dan masyarakat tidak memahaminya,” kata KH Abdul Hakim Mahfudz atau terkenal dengan sebutan Gus Kikin.
BACA JUGA:
- Produk Halal Tidak Hanya Dibutuhkan Umat Islam Tapi Juga Oleh Umat Beragama Lain
- Tertinggi di Kampus Terpadu, Gedung Baru Berlantai 7 Kampus FIAI UII Diresmikan
- Ketua Umum PYBW UII: Gedung Baru Mendorong FIAI UII Lebih Percaya Diri
”Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dengan keilmuannya mampu mengumpulkan semua umat Islam yang beda faham dalam 1 majelis. Masalahnya kita ini 1 paham saja berdebat. Ini perlu kita muhasabah, apa yang harus kita lakukan, tapi bahwa ini perlu kita lakukan yang nama ukhuwah, namanya persatuan itu nilai-nilai yang mendapat ridho dari Allah,” tambah Gus Kikin.
Sementara Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid S.Psi M.Psi, putri sulung Gus Dur, Koordinator Gusdurian Indonesia, mengatakan, pesantren dan pemberdayaan masyarakat berkaca dari kiprah KH Hasyim Asy’ari yang dilanjutkan oleh penerusnya KH A Wahid Hasyim dan KH Abdurrahman Wahid.
“Yang dominan dalam pemikiran KH Hasyim Asy’ari adalah ukhuwah. Islam sebagai rahmat wujudnya harus riil, apalagi rahmatnya bukan lagi lil muslimin tapi rahmatan lil alamin. Jadi ini dirasakan di berbagai ruang. Untuk itu betul bahwa pendidikan akhlak menjadi prioritas utama KH Hasyim Asy’ari, tetapi juga yang kedua pesantren adalah tempat mencetak alim yang juga arif yang hidup di dalam masyarakat dan memimpin masyarakatnya, menjadi jujukan. Jadi pesantren tidak hanya menjadi lembaga pendidikan tetapi juga menjadi lembaga masyarakat dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Bahkan pada zaman beliau menjadi locus perjuangan,” kata Alissa Wahid.
Menurut Alissa Wahid, ada suara beliau di suara muslimin tahun 1944 mengutip Imam Mawardi bahwa dunia akan tertib bila 6 hal bisa dijaga, yakni ajaran agama ditaati, pemerintah yang berpengaruh. Kalau pemerintah yang berpengaruh berarti bicara soal apakah rakyat percaya pada pemerintahnya atau pemerintah yang dipercaya.
Selain itu, keadilan yang merat, ketentraman yang meluas, tanah yang dikuasai atau kedaulatan rakyat atas tanah kalau istilah zaman sekarang dancita-cita yang luhur. Jadi ada visi ke depann yang ingin diwujudkan. Ketika Mbah KH Hasyim Ashari membawa ini dalam tulisan tentang pertanian dan petani, kita bisa melihat bahwa sebetulnya pesantren tidak diletakkan sebagai institusi yang kemudian punya jarak dengan masyarakat tetapi justru pesantren menjadi jujukan masyarakat. “Justru pesantren harus responsif terhadap masyarakat,” kata Alissa.
Dikatakan, Hadratussyaikh KH Hasyim Ashari fokusnya ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam. Dalam tulisan-tulisannya banyak mengangkat tentang persatuan Islam. Seperti yang disampaikan oleh Gus Kikin, bagaimana Hadratussyaikh KH Hasyim Ashari menjembatani antara kelompok-kelompok Islam di Indonesia dan KHA Wahid Hasyim kuat di ukhuwah wathoniyah. Ia sebagai salah satu pendiri Republik Indonesia harus mendudukan keislaman sebagai motor atau penggerak dalam kebangsaan.
Menurut Ipan Pranashakti Pragolapati, Panitia Kegiatan, agenda yang disiarkan langsung di Youtube FIAI UII dan Tebuireng Official ini dihadiri 300-an peserta yang antara lain Pengurus Pondok Pesantren di DIY, Alumni Santri Pesantren Tebuireng, Pengurus Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPTI), mahasiswa dan Dosen UII. (*/lip)
There is no ads to display, Please add some