beritabernas.com – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menilai lkeputusan DPR RI memilih 5 pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari unsur kepolisian, kejaksaan, hakim dan mantan anggota BPK, secara politik telah mengikis sifat independensi KPK sebagai lembaga negara yang masuk kategori constitutional important body dan independen.
Menurut Hendardi, DPR RI secara sengaja memilih calon-calon yang memiliki afiliasi organisasi yang memungkinkan pengendalian sikap, tindakan dan pengendalian kehendak-kehendak tertentu dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan Hendardi dalam siaran pers menanggapi terpilihnya 5 Pimpinan KPK oleh Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 21 November 2024. Ke-5 pimpinan KPK terpilih periode 2024-2029 tersebut adalah Setyo Budiyanto yang meraih 46 suara, Fitroh Rohcahyanto (48 suara), Ibnu Basuki Widodo (33 suara) Johanis Tanak (48 suara) dan Agus Joko Pramono meraih 39 suara.
Menurut Hendardi, secara normatif mereka yang dipilih memiliki hak yang sama untuk menduduki jabatan di KPK. Demikian juga DPR RI berwenang menentukan pilihannya. Namun, seharusnya DPR RI memahami bahwa KPK dibentuk sebagai auxiliary state institution dan antitesis atas kinerja ordinary state institution yakni kepolisian dan kejaksaan yang sebelumnya dianggap tidak akuntabel dalam pemberantasan korupsi.
BACA JUGA:
- Sudah Sesuai Putusan MK, LSAK: Presiden Prabowo Bisa Melanjutkan Proses Seleksi Capim KPK
- Dugaan Korupsi Pemotongan Honorarium Hakim Agung Rp 97 Miliar Dilaporkan ke KPK
Pilihan DPR atas 5 pimpinan KPK yang memiliki patronase organisasi dan patronase personal hirarkial pada lembaga-lembaga pemerintahan, menurut Hendardi, menegaskan skenario mantan Presiden Jokowi yang membentuk Panitia Seleksi dan memilih 10 pilihan calon dan mengirimkannya ke DPR RI untuk menyempurnakan pelemahan KPK sebagaimana diatur dalam UU 19/2019, setelah revisi UU KPK tahun 2019.
“Representasi calon perwakilan masyarakat sipil sebagai penanda dan variabel penjaga independensi KPK sama sekali tidak ditimbang oleh DPR sebagai ikhtiar minimal menjaga independensi KPK. Narasi kinerja Kejaksaan Agung dan Polri yang dianggap moncer dalam pemberantasan korupsi telah menjadi instrumen agenda setting pelemahan KPK dengan memilih pimpinan KPK yang merupakan duta dari masing-masing organ negara,” kata Hendardi.
Ia melanjutkan, formula kepemimpinan KPK semacan ini akan sulit mendapat kepercayaan publik, kecuali peragaan permukaan dan basa-basi pemberantasan korupsi untuk menghibur rakyat agar tetap mau membayar pajak. Dalam situasi seperti ini sangat dimaklumi dan dihargai jika banyak muncul mosi tidak percaya dari publik terhadap KPK 2024-2029 dan juga DPR RI periode sekarang khususnya Komisi III DPR. (*)
There is no ads to display, Please add some