Hukum Memang Berada di Bawah Kekuasaan

Oleh: Aloysius Soni Bl de Rosari

beritabernas.com – Kritikan pedas selalu dialamatkan kepada penguasa ketika hukum tidak bisa menjadi panglima di negara yang berdasarkan hukum lseperti negeri kita tercinta.

Hukum hanya ibarat parang, tajam ke bawah, ke atasnya tumpul. Hukum itu penerapannya seperti “politik belah bambu”. Bagian bawah diinjak, yang atas diangkat. Hukum juga bisa dipermainkan seperti tarian Poco-Poco, maju sekali mundur sekali karena dijadikan senjata pamungkas alat sandera penguasa terhadap siapa saja yang sudah berseberangan, vokal lagi terhadap kekuasaan.

Boleh dikata, seperti halnya demokrasi. Katanya sih bentuk keikutsertaan rakyat dalam bernegara. Nyatanya, hanya sekadar pupur untuk menutupi wajah bopeng penguasa otoriter, nepotis, koruptif.

Kritikan ini tidaklah salah. Bahkan nilai kebenarannya sangat tinggi yang bisa diikuti segepok bukti. Tapi, sabar dulu, kondisi faktual di atas bukanlah sebuah anomali. Tapi ia merupakan kondisi faktual yang sulit terelakan. Sebagaimana hukum causalitas, ada “sebab” maka pasti akan muncul “akibat”.

Bukti tak teringkar adalah: sejak dibuahi, dikandung hingga kelahirannya, hukum itu bukan saja merupakan anak kandung kekuasaan, tapi proses kelahirannya pun dibidani oleh kekuasaan. Tidak dapat disangkal, hukum adalah produk kekuasaan. Hukum dibuat oleh kelompok yang mempunyai power yakni kelompok yang mempunyai kekuatan yang terlegitimasi secara formal yuridis (penguasa yang terpilih secara demokratis dan parpol) dan kekuatan di luarnya yang ada dalam lingkaran kekuasaan.

Tidak ada cerita kelompok lemah, rakyat pada umumnya apalagi jelata, tampil sebagai kelompok pembentukan UU/hukum atau peraturan. Kekuatan, kekuasaan yang membentuk hukum/UU itu pula yang akan jadi operator yang menjalaninya.

BACA JUGA:

Pada titik ini, mana mungkin penguasa lantas membuat UU/hukum untuk melumpuhkan power-nya? Mustahil itu. Jadi pasti hukum selalu terkondisi akan berpihak pada kekuasaan. Maka, tidak heran kalau pejabat/penguasa yang melakukan korup miliaran/triliunan rupiah hanya mendapat hukuman setara pencuri sapi, bahkan bisa keluar penjara untuk kulineran. Masih ada sejumlah bukti yang bisa diangkat sebagai keberpihakan hukum pada mereka yang berada dalam lingkaran kekuasaan, terutama yang disebut “pengpeng’, ya penguasa ya pengusaha.

Fakta kehidupan sosial-politik ketatanegaraan ini, sudah diingatkan, diulas oleh para filsuf/pemikir beratus tahun silam. Thomas Hobbes dalam bukunya Leviathan, Nicollo Machiavelli dalam Il Principle, Montesquoeu dengan Trias Politica, sampai dengan ahli politik/hukum saat ini termasuk di negara kita. Mereka sudah memberi warning soal ini, bahwa hukum selalu di bawah ketiak penguasa. Karenanya terjadilah sebagaimana dikatakan Lord Actun bahkan kekuasaan itu memang korup. Semakin absolut maka semakin korup.

Lantas, apa yang perlu dilakukan? Yang jelas adalah sulit untuk menghilangkan posisi subordinat hukum dari kekuasaan (politik). Tidak bisa total karena memang hukum itu sejatinya hanya bisa ditegakkan jika dan apabila diback-up oleh kekuasaan. Tanpa kekuasaan, hukum hanyalah macan ompong. Ini juga poin yang selalu jadi alasan pembenar para penguasa bahwa hukum memang harus berada di bawahnya.

Upaya yang bisa sedikit menekan, tapi bukan meniadakan posisi Uber alles kekuasaan adalah membangun kelompok penekan, seperti oposisi yang kuat di parlemen, gerakan/aksi masyarakat terdidik/kelas menengah, pers yang independen, ormas sosial-politik-keagamaan yang kuat dan sungguh menjadi watchdog untuk selalu dan berani menggonggong saat penguasa tidak lagi on the track.

Tapi celakanya kelompok penekan ini pun, apalagi di negara kita, gampang disusupi, ditunggangi, dibeli, bahkan terkadang kelompok penekan ini dijadikan batu loncatan untuk dan agar bisa ikut masuk lingkaran kekuasaan dan kemudian meminta bagian untuk mencicipi kue yang berbau otoriter, koruptif, dan nepotis. (Aloysius Soni Bl de Rosari, Advokat/Konsultan Hukum tinggal di Sleman)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *