Oleh: Saiful Huda Ems
beritabernas.com – Tidak dapat dibantah lagi bahwa kedahsyatan Presiden Jokowi dalam memimpin pemerintahan nasional diakui oleh semua pihak, baik secara terang-terangan maupun secara diam-diam. Asal jangan membahas soal penegakan hukum yang terlihat masih jauh dari harapan, Jokowilah satu-satunya presiden yang terus menerus membuat gebrakan demi gebrakan proyek strategis nasional yang memukau banyak pihak, entah itu bagi pendukung-pendukungnya maupun bagi lawan-lawan politiknya.
Puluhan bendungan irigasi dibangunnya hingga mencapai ratusan triliun rupiah. Puluhan bandara berskala nasional dan internasional dibangun secara cepat. Puluhan pelabuhan petikemas raksasa dibangun dengan cepat dan dengan anggaran sangat besar. Ribuan kilometer jalan tol dibangun di beberapa daerah, yang tidak pernah dapat dicapai oleh seorang Presiden Indonesia sebelumnya. Belum lagi pembangunan Rumah Sakit, jembatan gantung, tempat-tempat pendidikan dan lain-lain. Semua orang pasti takjub menyaksikannya.
Jangan berdebat untuk masalah utang, jika itu membuahkan aset negara yang sangat berharga tak jadi masalah. Persoalan banyak bandit yang merampok dana hasil utang ataupun merampok APBN/APBD, sekali lagi penulis katakan bahwa itu masalah penegakan hukum yang masih jauh dari harapan. Itu kesalahan tidak boleh sepenuhnya ditimpakan pada Presiden Jokowi, melainkan pada KPK, Polri, Kejagung, MA dan para advokat yang berwenang mengatasi persoalannya!
Demikian pulase masalah kehidupan antar umat beragama yang masih sering terjadi benturan, persoalan itu tak boleh sepenuhnya ditimpakan pada Presiden Jokowi, melainkan harusnya ditimpakan pada para oknum pemuka agama dan buzzer!
Presiden Jokowi sudah sangat berani dan gagah merespon setiap suara bahkan amukan kelompok agama yang ingin menyampaikan aspirasinya. Bukankah kita semua sudah melihat bagaimana beraninya Presiden Jokowi menembus jantung kerumunan aksi massa 212 di periode pertama kepemimpinannya?
Presiden Jokowi itu presiden yang super rendah hati, super demokratis, super penyayang, karena itu Presiden Jokowi nampak sangat tidak nyaman kalau sampai ada beberapa buzzer yang terus menerus membenturkan antar pemeluk agama dan antar rakyatnya sendiri.
Presiden Jokowi nampak lebih senang menelisik dan mendengar apa-apa yang menjadi penyebab kelompok A, B, C itu marah padanya serta apa-apa yang ingin disampaikan padanya. Maka jangan heran, MUI yang dahulu (sekarang hanya sebagian) aktif menyerang pemerintahannya, ketuanya pun dirangkul dan dijadikan Wapresnya.
Sebagai seorang Presiden yang sah, tentu Jokowi ingin diterima dan dicintai oleh semua rakyatnya. Asal jangan neko-neko atau mengada-ngada seperti mau mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara, mengubah Sistem Hukum menjadi Khilafah atau NKRI Bersyariah, maka Presiden Jokowi akan dengan lapang dada mendengar, menyaring dan menampung bahkan memperjuangkan aspirasi yang akan disampaikan padanya. Persoalannya, niat baik Presiden Jokowi ini kerap dikaburkan oleh ulah para buzzer yang keterlaluan ingin menjilatnya.
Di negara penganut demokrasi seperti negara-negara di Eropa Barat dan Amerika, kebebasan berpendapat dan berekspresi di ruang-ruang publik apalagi privat itu sangat dilindungi oleh negara, karenanya banyak pejabat atau menteri seperti Menkumham RI Yasonna H Laoly dan para anggota DPR RI serta Kepala-Kepala Daerah itu juga belajar atau studi banding ke sana.
Presiden Jokowi yang memimpin Indonesia saat ini pun tentunya juga ingin seperti itu, memberi kebebasan penuh pada warganya yang ingin berpendapat atau pun ingin berekspresi, sepanjang tidak menyalahi konstitusi atau aturan perundang-undangan.
Seorang Ustadzah dari Pondok Pesantren terkemuka misalnya, mengemukakan dalil, bahwa laki-laki akan dijamu oleh Tuhan di surga dengan bidadari dan perempuan akan dijamu dengan harta benda, emas permata dan lain-lain. Itu dalil Kitab Suci yang diyakininya, tidak boleh ditolol-tololkan, karena itu akan berakibat terjadinya benturan horisontal, yang bisa merembet menjadi benturan atau konflik vertikal. Bahasa Tuhan kadang ditujukan untuk orang-orang di kelas tertentu, tak bisa dihakimi hanya karena anda sudah berada di kelas (pemikiran) yang lebih tinggi.
Ada lagi, misalnya, seorang advokat atau kuasa hukum yang telah berhasil membongkar sekandal pembunuhan berencana yang membuat heboh penduduk seluruh negeri, juga tidak boleh disudut-sudutkan dengan tuduhan panjat sosial (pansos), toh nyatanya advokat tersebut terbukti mampu memunculkan para tersangka dan puluhan oknum polisi yang terlibat banyak yang ditahan atau bahasa halusnya ditempatkan khusus dan diberhentikan dengan tidak hormat.
Presiden Jokowi sendiri sejak awal mendesak Kapolri untuk menuntaskan kasus ini secara cepat, transparan, tanpa ada yang ditutup-tutupi, lah buzzer kok malah main salah-salahkan mereka yang berusaha membongkar kasusnya?
Dengan memperhatikan adanya ketidaksesuaian antara kehendak, instruksi atau niat baik Presiden Jokowi dengan tingkah pola para buzzer di lapangan, penulis berkesimpulan ada yang keliru dari para buzzer ini. Pemerintah sudah menggelontorkan ratusan miliar untuk para influencer yang berfungsi untuk menyosialisasikan berbagai kebijakan atau program-program strategis nasional pemerintah dan lain-lain dengan baik, jangan sampai diselewengkan (semoga saja tidak demikian ya), menjadi kegiatan para buzzer yang tidak jelas arah pergerakkannya.
Sebagai bagian dari rakyat kecil yang tidak pernah menikmati dana itu, penulis berhak untuk protes jika sampai ada berbagai penyimpangan seperti itu bukan? (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Pemerhati Politik, Ketua Umum HARIMAU JOKOWI, HARIMAU PERUBAHAN)
There is no ads to display, Please add some