Kecemasan dan Stres Tinggi di Kalangan Gen Z

Oleh: Rahma Hairunnisa Regita Putri

beritabernas.com – Generasi Z atau Gen Z sering dihadapkan pada tekanan yang berbeda dari generasi sebelumnya, terutama di era digital saat ini. Tingkat kecemasan dan stres di kalangan Gen Z meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir, sebuah fenomena yang semakin sering dilaporkan di berbagai survei kesehatan mental.

Berdasarkan survei dari American Psychological Association (APA), 91% dari Gen Z menyatakan pernah mengalami setidaknya satu gejala fisik atau emosional terkait stres, yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi lainnya.

Gen Z hidup di masa media sosial seperti Instagram, TikTok dan Twitter menjadi sumber utama informasi dan interaksi sosial. Namun, platform ini sering kali menimbulkan tekanan besar karena perbandingan sosial yang tidak terhindarkan. Penelitian dari Pew Research Center menunjukkan bahwa sekitar 45% remaja Gen Z merasa bahwa media sosial membuat mereka merasa tidak percaya diri tentang diri mereka sendiri. Mereka kerap merasa harus menampilkan kehidupan yang “sempurna,” mengikuti tren atau menjaga popularitas secara online, yang pada akhirnya memicu kecemasan jika ekspektasi tersebut tidak tercapai.

BACA JUGA:

Tidak hanya itu, tantangan ekonomi menjadi faktor lain yang memengaruhi kesejahteraan mental mereka. Sebuah laporan dari Deloitte menunjukkan bahwa sekitar 68% Gen Z merasa sangat khawatir mengenai kondisi keuangan masa depan mereka, termasuk tentang pendidikan dan pekerjaan. Biaya hidup yang meningkat, harga pendidikan yang kian mahal, serta ketidakpastian di pasar kerja memperparah kecemasan terkait masa depan yang stabil.

Dampak kecemasan dan stres pada kesehatan Gen Z

Kesehatan mental menjadi perhatian utama dalam memahami dampak stres ini. Menurut data dari National Institute of Mental Health (NIMH), gangguan kecemasan pada Gen Z telah meningkat sekitar 30% dalam satu dekade terakhir. Banyak di antara mereka yang mengalami penurunan produktivitas di sekolah atau pekerjaan karena kesulitan berkonsentrasi, perasaan cemas berlebih, atau bahkan depresi.

Selain dampak pada kesehatan mental, kondisi ini juga berdampak pada kesehatan fisik mereka. Gejala umum yang dialami termasuk gangguan tidur, sakit kepala, dan mudah merasa lelah. *Harvard Health* melaporkan bahwa individu yang mengalami stres tinggi cenderung memiliki risiko lebih besar untuk menderita penyakit fisik seperti hipertensi, masalah pencernaan, dan penurunan daya tahan tubuh.

Para ahli kesehatan mental menyarankan beberapa pendekatan praktis yang bisa dilakukan Gen Z dan orang-orang di sekitar mereka untuk mengurangi tingkat kecemasan dan stres. Pertama, digital detox atau detoks media sosial bisa membantu mengurangi perasaan cemas akibat perbandingan sosial. Dengan mengurangi waktu layar atau mengambil jeda dari media sosial, Gen Z dapat lebih fokus pada kesejahteraan diri.

Teknik mindfulness, termasuk meditasi dan latihan pernapasan, juga terbukti efektif. Studi dari *Journal of Clinical Psychology* menyebutkan bahwa latihan mindfulness selama 15 menit setiap hari dapat menurunkan tingkat kecemasan hingga 38%. Metode ini membantu mereka tetap fokus pada kondisi saat ini dan mencegah perasaan cemas berlebih.

Selain itu, dukungan dari lingkungan sekitar sangat penting. Memiliki jaringan yang mendukung dari keluarga, teman, dan komunitas bisa membantu Gen Z untuk lebih terbuka mengenai perasaan mereka. Menurut APA, individu yang merasa memiliki dukungan emosional cenderung 30% lebih mampu mengatasi stres dibandingkan yang merasa kesepian.

Fenomena kecemasan dan stres tinggi di kalangan Gen Z membutuhkan perhatian serius. Kombinasi antara tekanan sosial media, ketidakpastian ekonomi, dan faktor sosial lainnya berkontribusi besar terhadap kondisi mental mereka.

Namun, dengan pendekatan yang tepat dan dukungan dari lingkungan, Gen Z memiliki peluang untuk mengelola kecemasan mereka dan menjalani kehidupan yang lebih sehat dan stabil. Edukasi mengenai kesehatan mental serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya dukungan sosial dapat menjadi langkah penting dalam membantu mereka menghadapi tantangan masa kini. (Rahma Hairunnisa Regita Putri, Mahasiswi Universitas Cendekia Mitra Indonesia)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *