Kongres ke-22 Persatuan Tamansiswa: Tantangan dan Harapan

Oleh : Ki Bambang Widodo

beritabernas.com – Ki Hadjar Dewantara telah mewujudkan usaha pendidikan yang beralaskan hidup dan penghidupan bangsa dengan nama “Tamansiswa” pada 3 Juli 1922.

Setelah Ki Hadjar Dewantara mufakat dengan para pemimpin Tamansiswa Ki Tjokrodirjo dan Ki Pronowidigdo, maka Tamansiswa yang sudah berkembang mencapai 52 buah tersebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Madura, mengadakan Kongres pertama pada 7-13 Agustus 1930 di Mataram, Yogyakarta, dibentuklah Persatuan Tamansiswa berpusat di Yogyakarta, Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa sebagai pimpinan pusat dan Cabang-cabang Tamansiswa di seluruh Indonesia sebagai anggotannya.

Selanjutnya 6 orang anggota Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa (MLPT) yaitu Ki Sadikin, Ki S Djojoprajitno, Ki S Mangunsarkoro, Ki Poeger, Ki Kadiroen dan Ki Safioedin Soerjopoetro menerima penyerahan dari Ki Hadjar Dewantara pada 13 Agustus 1930, dengan perjanjian Asas Tamansiswa 1922 tetap hidup sebagai pokok yang tidak boleh berubah, tidak boleh disangkal dan tidak boleh dikurangi oleh sesuatu peraturan atau adat dalam kalangan Tamansiswa selama nama Tamansiswa hidup terpakai.

Sejarah telah mencatat bahwa perjalanan kultural Tamansiswa bersama para pejuang Kemerdekaan Indonesia terbukti telah berhasil secara gemilang ikut menghantarkan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Dengan Sistem Among, Tamansiswa telah melahirkan peserta didik yang berjiwa merdeka, cinta tanah air, berwawasan kebangsaan, mandiri, cerdas dan berbudi pekerti luhur.

Tamansiswa tidak hanya mampu melepaskan masyarakat dari belenggu kebodohan, kemiskinandan kemelaratan, tapi juga membangun peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

Pada asas Tamansiswa tahun 1922 yang ketiga, Ki Hadjar Dewantara menyatakan ”Tentang zaman yang aka datang, maka rakyat kita ada dalam kebingungan. Seringkali kita tertipu oleh keadaan, yang kita pandang perlu dan laras untuk hidup kita, padahal itu adalah keperluan bangsa asing, yang sukar didapat dengan alat penghidupan kita sendiri. Demikian acapkali kita merusak sendiri kedamaian hidup kita. Lagi pula kita juga mementingkan pengajaran yang hanya menuju terlepasnya fikiran (intelelectualisme), padahal pengajaran itu membawa kita kepada gelombang penghidupan yang tidak merdeka (economisch afhankelijk) dan memisahkan orang-orang yang terpelajar dengan rakyatnya. Di dalam zaman kebingungan ini seharusnyalah keadaban kita sendiri, kultur kita sendiri, kita pakai sebagai penunjuk jalan, untuk mencari penghidupan baru, yang selaras dengan kodrat kita dan akan memberi kedamaian dalam hidup kita. Dengan keadaban bangsa kita sendiri kita lalu pantas berhubungan bersama-sama dengan bangsa lain”.

Ki Bambang Widodo SPd MPD. Foto: dok pribadi

Telah gagalkah kita mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga kita melupakan pengembangan sikap, nilai, dan perilaku dalam kegiatan belajar-mengajar? Kehidupan sehari-hari dilanda ketidakmenentuan, mengusik perasaan dan suasana kebatinan kita. Saat ini kita merasakan mulai melunturnya kebanggaan nasional dan nasionalisme, hilangnya rasa cinta tanah air serta perlunya penguatan pendidikan karakter berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Di usia seabad Tamansiswa ini mempunyai 132 cabang berada dalam pusaran perubahan alam dan zaman. Oleh karena itu Kongres XXII Persatuan Tamansiswa yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 25- 28 Oktober 2022 menjadi momentum sejarah Tamansiswa dalam menapaki abad kedua dengan memilih Pimpinan Majellis Luhur Persatuan Tamansisswa yang baru, terampil dan trengginas dapat melanjutkan perjuangan Ki Hadjar Dewantara, tanggap terhadap perubahan, mampu bekerjasama dengan pemerintah, serta ikut berperan mengantarkan bangsa Indonesia dalam mengatasi sistem pendidikan nasional yang semakin jauh dari cita-cita Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.

Berbagai tantangan saat ini harus dijawab dengan merumuskan program kerja agar Tamansiswa tampil kembali sebagai pelopor pendidikan nasional, pusat keunggulan dalam penguatan pendidikan karakter, mengembangkan pendidikan ciri khas Tamansiswa di antaranya: Sistem Among, Pendidikan Kesenian dan Kemandirian serta menjadi mercu suar yang memancarkan cahaya berbudi pekerti luhur, bekepribadian dan budaya Indonesia. Selamat berkongres!!! (Ki Bambang Widodo SPd MPd, Dewan Pengawas PP PKBTS/Ketua Bidang Kebudayaan Ikatan Alumni UST)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *