Korupsi Tubuh: Sebuah Kerangka Konseptual Baru untuk Memaknai Pelecehan Seksual

Oleh: Patuh Fatkhur Rohman, Mahasiswa Psikologi Universitas Cendekia Mitra Indonesia

beritabernas.com – Pelecehan seksual sudah menjadi fenomena sosial yang kompleks, menembus batas usia, gender dan status sosial. Di tengah usaha memahami dan memberantasnya, muncul kebutuhan untuk membingkai ulang makna dari tindakan tersebut, bukan hanya sebagai pelanggaran hukum atau norma, melainkan sebagai bentuk kerusakan nilai.

Di sinilah muncul gagasan “Korupsi Tubuh”, sebagai istilah dan konsep baru yang menggambarkan tindakan pelecehan seksual sebagai bentuk perampasan integritas tubuh dan nilai martabat seseorang.

Korupsi tubuh adalah istilah konseptual yang merujuk pada berbagai macam tindakan pelecehan seksual  yang menyebabkan kerusakan pada integritas fisik, psikis dan moral seseorang. Layaknya korupsi dalam ranah keuangan yang menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi, korupsi tubuh merujuk pada penyalahgunaan jaringan kekuasaan, dominasi dan objektifikasi tubuh demi kepuasan hasrat atau kendali pelaku.

Dimensi kekuasaan

Ketika kekuasaan digunakan untuk menekan atau memanipulasi korban agar tunduk pada tindakan tidak pantas, maka risiko korupsi tubuh bisa saja terjadi. Pelecehan seksual hampir selalu terjadi dalam konteks jaringan yang timpang: bos kepada bawahan, dosen kepada mahasiswa, guru kepada murid, dokter kepada pasien, bahkan antara teman sebaya yang memiliki pengaruh tertentu.

Kekuasaan gender memengaruhi berbagai jenis kekerasan seksual seperti, penganiayaan, pelecehan, pemerkosaan dan eksploitasi. Ketika seseorang menggunakan posisinya yang lebih kuat untuk memaksa korban maka terjadilah pelecehan seksual.

Adanya ketimpangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan menyebabkan kerugian seksual, menjadikan masyarakat menerima kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan, menciptakan berbagai gagasan buruk terhadap perempuan dan menghalangi perempuan untuk mendapatkan hak-haknya. Kerap kali korban dalam keadaan sulit atau sedang membutuhkan bantuan dapat dipaksa melakukan hal-hal buruk seperti seks demi uang.

Selain itu, kekuasaan relasi memberikan dampak pelecehan seksual. Kekuasaan ini terjalin antara seseorang yang memiliki kuasa dan seseorang yang tidak memiliki kuasa.  Umumnya relasi kekuasaan ini terjadi  instansi-instansi yang secara tidak sengaja memberikan kesempatan  kepada pelaku.

Tubuh adalah ruang privat dan simbol otonomi diri. Dalam korupsi tubuh, hak seseorang atas tubuhnya dilanggar secara paksa atau bahkan dengan cara halus, merusak batas aman (boundaries) yang seharusnya dijaga oleh setiap individu. Tubuh adalah batas fisik dan psikologis yang membedakan individu dari orang lain. Setiap individu berhak menentukan siapa saja yang boleh atau tidak boleh menyentuh, melihat atau mengakses tubuhnya.

BACA JUGA:

Otonomi tubuh sendiri mencerminkan kebebasan dan kendali individu atas dirinya sendiri, termasuk hak untuk menolak dan menerima sentuhan, tindakan-tindakan yang diperlukan seperti medis atau perlakuan apa pun terhadap tubuhnya.  

Batas aman (boundaries) merupakan suatu hal yang penting. Ia merupakan batasan fisik, emosional, dan psikologis yang harus dihormati oleh setiap individu. Sebuah bentuk penghormatan terhadap otonomi dan integritas tubuh orang lain. Pelanggaran sekecil apa pun bisa berdampak besar pada rasa aman dan martabat seseorang.

Pelanggaran persetujuan dan persetujuan bersyarat dalam hubungan seksual berkaitan erat dengan pelanggaran hak otonomi dan integritas tubuh dan/atau seksual sebagai akibat (causa remota). Dilanggarnya kewajiban individu dan negara dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi haknya menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap otonom menjadi akibatnya.  

Budaya patriarki menjadi salah satu faktor seseorang memaklumi terhadap candaan seksual dan pembiaran terhadap pelaku menciptakan lingkungan yang aman bagi korupsi tubuh. Masyarakat sering tidak sadar bahwa diamnya mereka adalah bentuk kolusi yang memperkuat kejahatan ini.

Menormalisasikan ketidaksetaraan gender dan pola kekuasaan yang merugikan perempuan, menempatkan laki-laku pada posisi dominan dan perempuan pada posisi subordinat terdapat dalam sistem patriarki. Budaya patriarki mendorong perspektif bahwa perempuan merupakan makhluk yang pantas untuk direndahkan, dimiliki, dan dikontrol oleh laki-laki. Sikap inilah yang memungkinkan terjadinya pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seks dan berbagai bentuk kekerasan lainnya yang sering kali dianggap wajar atau bahkan tidak dipersoalkan dengan serius oleh masyarakat.

Budaya patriarki menyebabkan pula marginalisasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pengambilan keputusan, akses terhadap pendidikan, dan ketergantungan ekonomi yang semakin melemahkan posisi perempuan. Kekerasan yang dipicu juga berdampak pada kesehatan mental korban, seperti gangguan psikologis, disorientasi seksual akibat perlakuan semena-mena oleh norma patriarki.

Budaya patriarki yang struktural dan kultural memperkuat kekerasan seksual melalui normalisasi ketidaksetaraan gender, dominasi laki-laki atas perempuan, dan pengabaian hak otonomi tubuh perempuan. Penanggulangan kekerasan seksual harus melibatkan upaya perubahan budaya patriarki yang mendasar agar tercipta kesetaraan gender dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Dimensi psikologis

Akibat yang ditimbulkan dari kekerasan seksual dan bervariasi. Kondisi ini bergantung pada pengalaman dan lingkungan yang mendukung pemulihan korban. Tidak hanya meninggalkan luka fisik, korupsi tubuh juga memberikan efek trauma jangka panjang seperti kehilangan rasa malu, harga diri korban, gangguan kecemasan, bahkan sampai korban dapat mengalami depresi. Korban kerap dijustifikasi sebagai penyebab, padahal yang rusak adalah sistem dan nilai moral.

Akibat jangka pendek atau akibat yang akan segera muncul dalam beberapa jam hingga hari setelah korban mengalami kejadian biasanya berupa syok, rasa tidak percaya diri, ketakutan, marah sampai mati rasa. Korban juga dapat mengalami gangguan mimpi buruk, stres, dan disosiasi. Jika kondisi ini berlanjut maka akan terjadi efek jangka panjang berupa penurunan prestasi akademik, produktivitas kerja, sulit berkonsentrasi serta isolasi akibat trauma. Lingkungan yang seharusnya menjadi tempat sembuh korban justru malah menjadi tempat tekanan sosial.

Korban kekerasan seksual sering kali mengalami trauma psikologis mendalam, termasuk gangguan stres pascatrauma (PTSD), disfungsi emosional seperti ketidakmampuan korban untuk mempercayai orang lain serta ketakutan yang berlebihan. Kondisi psikologis yang terganggu memerlukan penyembuhan jangka panjang agar korban bisa kembali merasakan hidup yang semestinya dan jika memang bisa kembali, sebaliknya jika korban tidak mampu menyelesaikan proses penyembuhan memungkinkan untuk kondisi psikologis yang lebih buruk.

Penggunaan istilah ini bukan hanya sekadar untuk mengganti nama, melainkan upaya untuk menumbuhkan kesadaran kritis bahwa tubuh manusia adalah entitas bernilai dan memiliki martabat. Jika kita memahami korupsi sebagai salah satu faktor perusak sistem, maka pelcehan seksual adalah bentuk rusaknya sistem nilai kemanusiaan yang terjadi pada individu.

Melalui istilah ini, kita ingin menegaskan bahwa tubuh bukan objek untuk dikonsumsi, tetapi subjek yang memiliki hak atas perlindungan. Kita mengajak masyarakat untuk tidak lagi memaklumi tindakan yang sering dianggap remeh seperti siulan, sentuhan yang tak diinginkan, atau komentar tubuh. Memberi kekuatan bagi korban untuk menyadari bahwa apa yang mereka alami bukanlah hal yang biasa, melainkan satu bentuk rampasan integritas yang sah untuk dilawan.

Korupsi tubuh adalah panggilan untuk merangkai ulang pemahaman kita tentang pelecehan seksual, menolak pemakluman, menantang dominasi, dan mengembalikan tubuh pada tempatnya. Tubuh adalah ruang sakral yang dihormati. Dengan mengadopsi istilah ini, kita tidak hanya menciptakan bahasa baru, tetapi juga melawan sistem nilai yang rusak, demi dunia yang lebih adil dan dunia yang aman bagi semuanya. (*)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *