Metode Non-Rooted Tetap Efektif dalam Mengungkap Bukti Digital Tanpa Harus Memodifikasi Sistem Perangkat

beritabernas.com – Dibandingkan dengan pendekatan rooted yang umumnya digunakan, metode non-rooted terbukti tetap efektif dalam mengungkap bukti digital tanpa harus memodifikasi sistem perangkat. Selain menjaga integritas bukti dan menghindari risiko perubahan data, pendekatan ini juga lebih sesuai dengan standar forensik yang mengutamakan keaslian dan validitas artefak.

“Temuan ini memperkuat posisi metode non-rooted sebagai alternatif yang layak dan sahih dalam investigasi UAV forensik, terutama pada kondisi perangkat yang tidak memungkinkan untuk di-root atau saat integritas sistem harus dijaga secara ketat,” kata Muhammad Yusuf Halim M.Kom, Alumni Prodi Informatika, Program Magister FTI UII, dalam jumpa pers secara daring, Senin 1 September 2025.

Hal ini merupakan salah satu temuan Muhammad Yusuf Halim dalam penelitian berjudul Analisis Forensika Digital Non-Rooted Pada Data Penerbangan Unmanned Aerial Vechile (UAV) dan Controller Berbasis Android Untuk Pengungkapan Bukti Digital. Penelitian ini mengantarkan Muhammad Yusuf Halim meraih gelar Magister dari Program Studi Informatika, Program Magister FTI UII dan diwisuda pada Minggu 24 Agustus 2025 lalu.

Menurut Muhammad Yusuf Halim yang didampingi Dr Ahmad Luthfi, Dosen Pembimbing yang juga Manajer Akademik Keilmuan Prodi Informatika, Program Magister FTI UII, penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau drone di Indonesia semakin meluas dan telah dimanfaatkan di berbagai sektor, termasuk sektor pertambangan batubara untuk keperluan pemetaan dan pemantauan (surveillance).

Muhammad Yusuf Halim M.Kom, Alumni Prodi Informatika, Program Magister FTI UII, dalam jumpa pers secara daring, Senin 1 September 2025. Foto: tangkapan layar zoom

UAV sendiri memiliki karakteristik fleksibilitas, seperti kemampuan terbang rendah dan kemudahan pengoperasian, namun juga menimbulkan potensi penyalahgunaan seperti pelanggaran batas wilayah udara tanpa izin.

Menurut Halim-sapaan Muhammad Yusuf Halim, penelitian ini disimulasikan pada kasus seorang petugas operator yang menerbangkan UAV di luar batas wilayah tambang tanpa otorisasi. Dalam studi ini, ia ingin melakukan akuisisi dan analisis forensik digital terhadap UAV DJI Mini 3 dan controller DJI RC-N1 yang terhubung ke smartphone Android, guna memperoleh artefak digital yang dapat digunakan sebagai pengungkapan bukti digital.

Penelitian menggunakan framework DRF Field dengan metode statis dan dinamis pada UAV, serta metode fisik dan logis pada smartphone tanpa proses rooting. Hasil menunjukkan bahwa akuisisi dinamis menghasilkan artefak yang lebih lengkap, termasuk metadata EXIF yang berisi informasi lintang, bujur, dan ketinggian.

Meskipun log penerbangan tidak ditemukan pada UAV, namun menurut Halim, artefak tersebut berhasil diperoleh dari smartphone melalui identifikasi paket aplikasi DJI Fly (dji.go.v5). Artefak log ini kemudian dikonversi ke format kmz dan divisualisasikan menggunakan Google Earth untuk mengonfirmasi pelanggaran batas wilayah udara.

Dari penelitian menunjukkan bahwa metode non-root berhasil mengidentifikasi artefak digital penting seperti metadata EXIF berisi koordinat dan ketinggian dari foto UAV, serial number perangkat dan log penerbangan yang diperoleh melalui aplikasi DJI Fly di smartphone Android. Pendekatan non-root berhasil menghasilkan artefak digital yang sebanding dengan perangkat yang diroot, menunjukkan bahwa akuisisi tanpa rooting tetap efektif dalam investigasi forensik.

Baca juga:

“Temuan ini menekankan pentingnya kombinasi metode akuisisi dan pemahaman karakteristik perangkat UAV dan aplikasi terkait dalam mendukung investigasi forensik digital, khususnya pada kasus pelanggaran batas wilayah UAV,” kata Halim.

Halim mengatakan, penelitian ini mengkaji proses akuisisi dan analisis forensik digital terhadap UAV DJI Mini 3 dan DJI RC-N1 yang terhubung ke smartphone berbasis Android dalam kondisi nonrooted. Pendekatan ini diterapkan dalam skenario simulasi pelanggaran batas wilayah udara pada area pertambangan batubara.

“Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat nonrooted tetap mampu menghasilkan artefak digital yang relevan, seperti foto dan video penerbangan dengan metadata EXIF (termasuk informasi lintang, bujur, dan ketinggian), log penerbangan dari aplikasi DJI Fly, nomor seri perangkat, serta informasi akun pengguna,” kata Halim.

Artefak log tersebut kemudian dikonversi ke dalam format .kmz dan divisualisasikan menggunakan Google Earth untuk merekonstruksi jalur penerbangan. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun tidak dilakukan rooting, akuisisi terhadap perangkat masih dapat dilakukan secara efektif dan menghasilkan bukti digital yang dapat digunakan untuk mendukung proses pembuktian forensik.

Muhammad Yusuf Halim M.Kom (bawah) bersama Dr Ahmad Luthfi (atas), Dosen Pembimbing yang juga Manajer Akademik Keilmuan Prodi Informatika, Program Magister FTI UII, dalam jumpa pers secara daring, Senin 1 September 2025. Foto: Jeri Irgo

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Halim menyarankan beberapa hal untuk pengembangan lebih lanjut dalam studi forensik digital terhadap perangkat UAV dan dji RC-N1 berbasis smartphone Android.

Pertama, penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan berbagai jenis UAV dan controller dari vendor yang berbeda untuk mengidentifikasi keragaman artefak digital yang dihasilkan. Hal ini akan memperluas cakupan dan meningkatkan generalisasi hasil dalam konteks UAV forensik.

Kedua, mengingat adanya artefak log dalam format terenkripsi yang memuat informasi penting seperti akun email, serial number UAV, dan controller, maka pengembangan alat bantu dekripsi yang sesuai dengan struktur enkripsi DJI Fly sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah analisis log terenkripsi tanpa perlu melakukan rooting, serta menjaga integritas dan legalitas proses forensik.

Ketiga, perlu dilakukan penyusunan direktori artefak forensik secara sistematis dari berbagai versi aplikasi DJI Fly dan perangkat Android, baik yang menggunakan teknik root maupun non-root. Dengan adanya panduan ini, praktisi forensik dapat bekerja lebih efisien dan terarah saat melakukan investigasi terhadap perangkat UAV dan controller-nya. (lip)



    There is no ads to display, Please add some

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *