Pariwisata: Kunci Kemajuan Ekonomi Labuan Bajo?

Oleh: Febriani Erista Fadi

beritabernas.com – Labuan Bajo merupakan salah satu kota wisata yang sedang populer saat ini dengan pesona alamnya yang menakjubkan. Terletak di Pulau Flores, tepatnya di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, destinasi ini menawarkan pesona alam yang indah dan menakjubkan dengan Taman Nasional Komodo menjadi destinasi utama.

Saat ini Labuan Bajo menjadi tempat wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Labuan Bajo adalah salah satu kota prioritas utama. Perkembangan pariwisata Labuan Bajo terus dilakukan oleh pemerintah sehingga dapat menjadikan Labuan Bajo sebagai salah satu kota dengan destinasi unggulan. Semakin banyak wisatawan yang berkunjung ke Labuan Bajo dapat meningkatkan  perekonomian masyarakat lokal dan pendapatan daerah tersebut.

Terciptanya lapangan kerja

Perkembangan pariwisata di Labuan Bajo memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat setempat. Dengan adanya pariwisata ini, secara langsung menciptakan lapangan kerja baru, mulai dari sektor perhotelan, pemandu wisata hingga sektor usaha informal seperti kios dan warung mengalami pertumbuhan yang pesat seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) juga semakin berkembang pesat, karena tingginya permintaan dari pengunjung.  Selain itu, banyak masyarakat yang memperoleh manfaat dari usaha kos-kosan, karena semakin berkembangnya kota Labuan Bajo menarik banyak pendatang mencari pekerjaan dan membutuhkan tempat tinggal. Seiring dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Labuan Bajo membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal.

Semakin berkembangnya sektor pariwisata di Labuan Bajo, menjadikan pariwisata sebagai kunci utama dalam meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Kehadiran wisatawan yang terus meningkat berdampak positif pada berbagai sektor ekonomi lokal. Banyak warga yang sebelumnya bekerja sebagai petani dan nelayan kini beralih ke sektor jasa pariwisata seperti penyedia transportasi, pemandu wisata dan pengelola penginapan.

BACA JUGA:

Selain itu, usaha mikro seperti kios, warung makan dan usaha kerajinan tangan lokal juga mengalami peningkatan seiring dengan tingginya permintaan wisatawan  yang ingin menikmati produk-produk lokal. Pertumbuhan pariwisata ini tidak hanya memberikan pemasukan tambahan bagi masyarakat lokal, tetapi juga berperan penting dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. 

Meskipun pariwisata di Labuan Bajo memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal, sektor pariwisata juga membawa tantangan yang signifikan terutama terkait kelestarian lingkungan. Pariwisata yang berbasis kearifan lingkungan hidup masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan oleh pemerintah setempat. Salah satu contoh adalah pendirian Ta’aktana a Luxury Collection Resort & Spa di atas kawasan hutan (ferry-ricardolawfirm.com). Hal ini tentunya berdampak negatif karena hutan tersebut menjadi sumber air bagi warga Labuan Bajo.

Penggusuran hutan tersebut dapat menyebabkan kekurangan sumber air di musim kering. Selain itu, limbah dari pembangunan hotel tersebut dibuang ke area dormitory. Tindakan tersebut menimbulkan risiko longsor di daerah cekungan yang dilalui aliran sungai mati. Sementara itu, di sekitar area dormitory direncanakan pembangunan tempat tinggal bagi para pekerja.

Tidak hanya itu, masalah terkait hotel juga telah mencapai ranah hukum. Dilansir dari Kompas.com, pada tahun 2023, sebanyak 11 hotel di Labuan Bajo didenda miliaran rupiah karena melanggar pemanfaatan sempadan Pantai Pede dan Pantai Waecicu. Kesebelas hotel tersebut meliputi ABC, TJS, S Resort, PSB, LB Resort, BG Hotel, LP, PK, SRK, AK Resort, dan WCBI.

Pelanggaran yang dilakukan berupa privatisasi pantai sebagai kawasan publik, yang mengakibatkan warga tidak dapat dengan leluasa mengakses wilayah pantai. Tindakan ini merupakan bentuk penjajahan terhadap masyarakat setempat, di mana mereka kehilangan akses ke tempat wisata yang sejak dahulu dapat mereka nikmati. Dalam hal ini, masyarakat setempat bisa dikatakan sebagai korban dari kemajuan pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan kearifan lokal.

Tantangan lain yang mungkin muncul adalah kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat setempat. Kenaikan ini terjadi karena pelaku usaha menganggap perkembangan pariwisata sebagai peluang untuk meningkatkan pendapatan mereka, sementara bagi warga lokal bukan pelaku usaha, hal ini menjadi masalah baru.

Selain itu, muncul juga masalah lain yaitu adanya tindakan pemerasan terhadap wisatawan, terutama dalam sektor akomodasi, transportasi dan tarif masuk ke area wisata. Di sektor transportasi, wisatawan sering dikenakan tarif yang tinggi dan tidak masuk akal. Contohnya, tarif pulang-pergi mobil dari Kampung Ujung ke Bukit Silvia mencapai Rp 200.000 padahal jaraknya kurang dari 10 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 20 menit. Begitu juga dengan tarif dari Kampung Ujung ke Batu Cermin dan Golomori mencapai Rp 450.000, meskipun mobil hanya dipakai selama 2 jam (jurnalbali.com).

Tantangan lain dalam pengembangan pariwisata Labuan Bajo adalah infrastruktur yang masih kurang memadai dan belum merata. Terjadi ketimpangan dalam proses pembangunan pariwisata, dimana pemerintah lebih berfokus pada pengembangan infrastruktur pariwisata, namun kurang memperhatikan infrastruktur masyarakat setempat.

Pembangunan infrastruktur sebagian besar berfokus pada akses jalan menuju destinasi wisata, sementara jalan atau gang di sekitar pemukiman warga  masih sering terabaikan. Hal ini terbukti dari banyaknya jalan rusak yang belum mendapat perbaikan, sehingga dapat menghambat mobilitas warga dan menimbulkan kesenjangan dalam manfaat pembangunan. 

Upaya pengembangan pariwisata Labuan Bajo

Upaya pengembangan pariwisata di Labuan Bajo terus dilakukan sebagai bagian dari strategi untuk menjadikan pariwisata sebagai kunci utama kemajuan ekonomi daerah. Pemerintah bersama para pelaku industri dan masyarakat lokal, berkolaborasi untuk memperbaiki infrastruktur, seperti jalan, bandara dan pelabuhan untuk mendukung aksesibilitas yang lebih baik bagi wisatawan.

Pengembangan fasilitas wisata seperti hotel, restoran serta pusat informasi turis,  juga menjadi prioritaskan untuk memberikan kenyamanan dan pengalaman yang optimal bagi pengunjung. Dalam upaya menjaga keberlanjutan, program pelestarian lingkungan dan edukasi ekowisata semakin digalakkan untuk melindungi alam serta habitat Komodo yang menjadi daya tarik utama.

Pelatihan bagi masyarakat lokal, termasuk pengelolaan homestay dan pengembangan keterampilan sebagai pemandu wisata  terus dilakukan, sehingga upaya yang diharapkan dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat. (Febriani Erista Fadi, Mahasiswi Universitas Sanata Dharma)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *