Pendidikan, Kesehatan dan Sosial Pilar Utama Gerak Dinamika Keuskupan Agung Semarang

beritabernas.com – Karya-karya pendidikan, kesehatan dan sosial merupakan pilar utama dalam gerak dinamika pertumbuhan Gereja Keuskupan Agung Semarang (KAS). Karena itu, ketiga hal itu tidak boleh dilupakan. Sebab, melalui karya-karya itu, wajah Gereja Katolik semakin dikenal dan membawa dampak bagi masyarakat.

Hal itu disampaikan Dr Fl Hasto Rosariyanto SJ, Dosen Sejarah Gereja, dalam acara Studi Bersama dan Refleksi tentang Dinamika Hidup Menggereja di KAS di Aula Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, Sabtu 7 Juni 2025. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara peringatan HUT ke-85 Keuskupan Agung Semarang (KAS).

BACA JUGA

Menurut Romo Hasto Rosariyanto, dulu Romo van Lith sadar akan pentingnya bahasa untuk memahami budaya, tetapi itu belum cukup. Perlu juga memahami mentalitas dan cara berpikir orang Jawa. Di sekitar Yogyakarta, Gereja Katolik mengalami pertumbuhan umat yang luar biasa cepat pada waktu itu. Hal ini karena adanya kerjasama antara dua sayap, yaitu “para misionaris” dan “katekis”.

Bagi Romo van Lith, menurut Romo Hasto, pendidikan yang berkualitas akan sangat ditentukan oleh kualitas para guru. Karena itu, ia membuka sekolah calon guru. Dalam pemahaman awal Romo van Lith, dalam masyarakat Jawa yang mengajar agama orangnya harus tua. Karena alasan itu, setelah guru-guru lulusan Muntilan ini masuk usia pensiun, diharapkan menjadi katekis, mulai mengajar agama.

Seorang Suster/Biarawati menyampaikan pertanyaan dalam acara Studi Bersama dan Refleksi tentang Dinamika Hidup Menggereja di KAS di Aula Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, Sabtu 7 Juni 2025. Foto: Humas Panitia HUT ke-85 KAS

Namun dengan cepat Romo van Lith berubah pikiran. Di dalam masyarakat Jawa ternyata guru benar-benar orang yang digugu dan ditiru. Guru memiliki status sosial yang istimewa, sosok yang pantas diteladani hidupnya dan didengarkan kata-katanya. Itu tidak memandang usia. Meski usianya masih muda, namun guru sudah memiliki status yang berwibawa. Guru muda bisa mengajar agama.

Selain pendidikan, dinamika pertumbuhan Gereja juga tidak pernah terlepas dari kehadiran paroki. Romo Hasto menyebut beberapa model kemunculan paroki di Gereja KAS, antara lain Paroki sebagai kompleks karya misi  “wajah Gereja” (Muntilan, Boro, Ambarawa), Paroki sejalan dengan perkembangan “karya pendidikan” (Purbayan, Klaten, Wonosari, Temanggung, Ungaran), Paroki sebagai “strategi misi” (Randusari Katedral, Karanganyar, “Ngablak” Kopeng), dan Paroki “tata-kota” (Banyumanik, Minomartani, Palur), Paroki “kategorial” (Panca Arga, Pangkalan), dan Paroki “tradisional” (Boro, Promasan, Nanggulan; Klaten, Delanggu, Jombor, Cawas, Wedi, Kebonarum).

“Mari kita membangun jembatan, bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik,” ajak Romo Hasto.

Pentingnya refleksi integral

Sementara Romo Prof Dr CB Mulyatno Pr, Dekan Fakultas Teologi USD, menekankan pentingnya refleksi integral dalam berbagai bentuk untuk hidup lebih baik. “Kita perlu mengembangkan budaya refleksi yang integral, baik refleksi pribadi, komunitas maupun lembaga. Refleksi juga dilakukan melalui observasi yang kontinyu dan perbaikan yang berkelanjutan,” kata Romo Mulyanto dalam forum yang sama.

Dikatakan, lembaga berfokus pada gerakan seragam (selebrasi, event). Komunitas memiliki peran alternatif, variatif, inovatif, kreatif dan kebhinekaan yang menjangkau segala lapisan masyarakat. Lembaga dan komunitas tranformatif mengapresiasi dan mendorong perorangan masuk dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat untuk membumikan Injil.

Peserta Forum Studi Bersama dan Refleksi bertema Dinamika Hidup Menggereja di Keuskupan Agung Semarang di PPSM Muntilan, Jawa Tengah, Sabtu 7 Juni 2025. Foto: Dok Panitia HUT ke-85 KAS

“Kelembagaan yang beku dan komunitas eksklusif melemahkan gerakan perorangan (takut, apatis, dan menikmati zona nyaman),” tegas Romo Mulyatno seraya mengingatkan bahwa Gereja yang murah hati bisa menjadi Gereja yang melukai hati.

Disadari oleh guru besar Fakultas Teologi ini bahwa Gereja KAS menjadi penyumbang misionaris dunia. Sejak zaman Romo van Lith, ada banyak lulusan SPG yang tersebar ke seluruh Indonesia sebagai misionaris (pendidik, pengajar agama/katekis dan pemimpin umat). Selain itu, ada ribuan misionaris imam, religius dan awam dari KAS berperan bagi pengembangan Gereja Indonesia.

Sementara itu, sejak Keuskupan berdiri, Uskup KAS mengutus imam-imam diosesan menjadi misionaris di Flores, Malang, Surabaya, Tanjungkarang, Jakarta, Kalimantan, Sumatra Utara dan Papua. “Salah satu perhatian utama adalah perintisan Seminari-seminari untuk pendidikan para calon imam setempat di berbagai daerah di tanah air,” kata Romo Mulyatno. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *