LEKAS Diluncurkan, Komisi Pendidikan KWI: Menjadi Inspirasi bagi Keuskupan Lain

beritabernas.com – Komisi Pendidikan (Komdik) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengapresiasi peluncuran Lembaga Ekselensi Keuskupan Agung Semarang (LEKAS) di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, Jawa Tengah, pada Jumat 23 Mei 2025.

Sebab, peluncuran LEKAS menunjukkan kesungguhan Uskup Agung Semaran Mgr Robertus Rubiyatmoko untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidikan Katolik di KAS melalui program-program pelatihan untuk Yayasan, Kepala Sekolah, para guru dengan para pelatih dan mentor yang mumpuni.

Mgr Edwaldus Martinus Sedu, Ketua Komdik KWI yang juga Uskup Maumere, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Romo Antonius Vico Christiawan SJ, Sekretaris Komisi Pendidikan KWI periode 2024-2027, dalam acara peluncuran LEKAS di Muntilan, mengatakan, LEKAS sejalan dengan Renstra Komdik KWI 2024-2027 untuk menciptakan Sentra Belajar Guru di setiap Keuskupan. LEKAS juga menjadi inspirasi bagi Keuskupan-Keuskupan lain untuk segera berbenah, bergerak dan akhirnya berbuah.

Dengan demikian, kualitas pengurus Yayasan, Kepala Sekolah, Guru dan Tenaga Kependidikan dapat terus ditingkatkan, diperbarui dan berkelanjutan untuk kaderisasi para pendidik dan menciptakan kualitas lulusan dari Lembaga Pendidikan Katolik mulai dari PAUD-SMA/SMK yang mampu memancarkan wajah Gereja yang gembira, unggul, setia pada ajaran Gereja dan semangat serta karisma para pendiri dan berpihak pada yang yang terpinggirkan dan rentan. Sehingga ke depan diharapkan lulusan SMA, SMK Katolik terserap pula ke Lembaga Pendidikan Tinggi Katolik (LPTK).

Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko (kiri) menjelaskan tentang LEKAS pada acara peluncuran di Pusat Pastoral Sanjaya Muntilan, Jumat 23 Mei 2025. Foto: Dok LEKAS

Menurut Mgr Edwaldus Martinus Sedu, LEKAS merupakan perwujudan nyata cita-cita dari para Bapa Paus yang mempromulgasikan dokumen-dokumen tentang pendidikan Katolik, seperti Gravissimum Educationis, Ex Corde Ecclesiae, Instrumentum Laboris dan Identitas Sekolah Katolik untuk Budaya Dialog, juga dokumen lain yang terkait. “Saya mengambil dua dokumen terakhir yang terkait dengan pelatihan untuk para guru dan pengelola,” kata Mgr Edwaldus,

Dikatakan, dalam dokumen Instrumentum Laboris yang dipromulgasikan pada 1 April 2024 “Mendidik di Masa Kini dan Masa Depan: Semangat yang diperbarui” tersebut dinyatakan bahwa hendaknya sekolah-sekolah Katolik dan Universitas-Universitas Katolik menjadi tempat di mana orang belajar untuk menghayati kehidupan mereka, mencapai pertumbuhan budaya, menerima pelatihan kejuruan dan terlibat dalam mengejar kebaikan bersama.

Selain itu, menyediakan kesempatan dan peluang untuk memahami saat ini dan membayangkan masa depan masyarakat dan umat manusia dan tempat berdialog dengan warisan budaya dan pencapaian ilmu pengetahuan. Kemudian, menjadi komunitas-komunitas pendidikan di mana pembelajaranberkembang melalui integrasi antar penelitian, pemikiran serta pengalaman hidup.

Dalam dokumen tersebut dinyatakan 7 fokus yang perlu diperhatikan. Mgr Edwaldus mengambil fokus pada pelatihan guru. Dikatakan, betapa pentingnya pelatihan bagi para guru, para pengelola dan seluruh staf yang memiliki tanggung jawab pendidikan. Kompetensi profesional merupakan prasyarat penting bagi keterbukaan untuk memperlancar potensi pendidikannya. Banyak hal dituntut pada para guru dan para pengelola, yaitu mereka harus memiliki kemampuan untuk menciptakan, menemukan serta mengelola lingkungan pembelajaran yang menyediakan banyak peluang; mereka harus mampu menghargai keberagaman kepandaian para siswa dan membimbing mereka menemukan pembelajaran yang berarti dan mendalam;

Mereka harus mampu mendampingi para siswa mereka menuju tujuan yang mulia dan menantang, menghargai harapan-harapan tinggi bagi mereka, melibatkan dan menghubungkan siswa satu dengan yang lain dan dengan dunia. Kemudian, mereka harus dapat mengejar tujuan yang berbeda secara serentak dan menghadapi masalah yang membutuhkan profesionalisme tingkat tinggi dan persiapan mendalam.

BACA JUGA:

Untuk mewujudkan empat hal tersebut, menurut Mgr Edwaldus, para pemimpin kompeten menunjukkan jalan kepada para guru dan pengelola tersebut.

Sementara itu, dalam dokumen Identitas Sekolah Katolik yang merupakan Instruksi Kongregasi untuk Pendidikan Katolik yang diterbitkan pada 25 Januari 2022 mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan Kristiani di Sekolah, disebutkan bahwa hendaknya sekolah-sekolah katolik mendidik para siswa untuk berdialog (nomor 30), pendidikan sebagai “gerakan” (nomor 32) dan untuk menghidupi budaya peduli (nomor 36)

Dalam identitas khusus sekolah Katolik tentang mendidik untuk berdialog, menurut Mgr Edwaldus, Kongregasi menekankan bahwa sekolah Katolik adalah entitas gerejawi. Di sini, Gereja memandang
dialog sebagai dimensi konstitutif yang karena berakar tepat dalam dialog Tritunggal, dialog antara Allah dan manusia, dan antar manusia itu sendiri.

Jadi bisa bahwa tata bahasa dialog merupakan cara berhubungan dengan orang lain secara mendalam. Untuk mencapai tujuan ini, kata Mgr Edwaldus, perhatian ditujukan pada identitas diri sendiri dengan pemahaman orang lain dan menghormati keragaman.

Dengan cara ini, Sekolah Katolik menjadi “komunitas pendidikan di mana pribadi manusia dapat mengekspresikan diri dan tumbuh dalam kemanusiaannya. Dalam proses dialog relasional, berinteraksi secara konstruktif, menerapkan toleransi, memahami sudut pandang yang berbeda dan menciptakan kepercayaan dalam suasana harmoni yang otentik.

Menurut Mgr Edwaldus, Paus Fransiskus sendiri memberikan 3 pedoman dasar untuk membantu dialog, yaitu kewajiban untuk menghormati identitas diri sendiri dan identitas orang lain, keberanian untuk menerima perbedaan dan ketulusan niat.

Sementara itu, dalam identitas khusus sekolah Katolik tentang pendidikan sebagai gerakan, Kongregasi melihat bahwa pendidikan merupakan gerakan polifonik, yakni sebuah gerakan tim di mana setiap orang bekerja sama sesuai bakat dan tanggung jawab mereka berkontribusi pada pembentukan generasi muda dan pembangunan kebaikan bersama.

Kongregasi juga melihat bahwa pendidikan melepaskan gerakan ekologis karena berkontribusi pada pemulihan berbagai tingkat keseimbangan baik keseimbangan batin dengan diri sendiri, solidaritas dengan orang lain, keseimbangan alam dengan semua makhluk hidup, dan keseimbangan rohani dengan Tuhan.

Selain itu, Kongregasi juga melihat bahwa pendidikan merupakan gerakan inklusif yang merupakan bagian integral dari pesan keselamatan kristen, bukan hanya properti, melainkan juga metode pendidikan yang mendekatkan mereka pada yang terpinggirkan dan rentan.

Dalam identitas khusus sekolah Katolik tentang mendidik budaya peduli ini, Kongregasi melihat bahwa budaya peduli merupakan dasar dari kemampuan beradaptasi. Kongregasi melihat bahwa budaya peduli dalam hubungan keluarga hendaknya meluas ke lembaga pendidikan yang dipanggil untuk mengakui martabat setiap orang, komunitas bahasa, etnis, agama, dan hak-hak dasar yang timbul dari pengakuan tersebut.

Dalam budaya peduli tersebut, komunitas pendidikan dibentuk untuk memiliki kemampuan mendengarkan dengan sabar, berdialog secara konstruktif, dan mambangun jembatan untuk mencapai saling pengertian bersama sehingga menciptakan jaringan hubungan demi kemanusiaan yang mampu berbicara dalam bahasa persaudaraan.

Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko (kiri) meluncurkan LEKAS. Foto: Dok LEKAS

Profil Pendidikan Katolik di KAS

Dalam konteks pendidikan Katolik di KAS, Mgr Edwaldus dan pengurus Komdik KWI bagian data serta Romo Deny telah berdiskusi tentang data profil pendidikan Katolik di KAS per 10 Februari 2025 yang diambil dari data website Sistem Informasi Pendidikan Katolik (SIPEKAT) yang mengambil data dari DAPODIK.

Dari data tersebut resume pendidikan wilayah KAS menyebutkan bahwa jumlah karya Yayasan Pendidikan yang bekerja di KAS berjumlah 26 yayasan. 4 Yayasan milik KAS, 10 milik Ordo/Tarekat/Kongregasi, dan 12 milik Awam. Jumlah Sekolah Katolik ada 500 sekolah dengan jumlah total siswa di 500 LPK tersebut adalah 67.833 siswa. Jumlah siswa katolik di LPK tersebut sebesar 42.212 siswa.

Sementara jumlah total siswa Katolik di KAS sebanyak 76.902 siswa Katolik. Total Siswa di LPK adalah 67.833 siswa yang terbagi ke dalam dua: Siswa Katolik (62,2%) dan Siswa Non-Katolik (37,8%). Sementara jumlah total siswa Katolik di KAS adalah berjumlah 76.902 siswa katolik. Siswa Katolik di LPK 54,9%) dan Siswa Katolik di Non-LPK 45,1%.

Data-Data tersebut dapat menjadi bahan analisa dan evaluasi diri yayasan dan sekolah untuk
menentukan strategi peningkatan dan pengembangan sekolah, sekaligus perhatian bagi para Komisi
Pendidikan KAS.

“Kami, dari Komdik KWI bersama para mitra (APTIK, PPAVI, MNPK), merasa gelisah bagaimana caranya
mewujudkan sinodalitas pendidikan Katolik Indonesia ini menjadi sebuah ekosistem yang berkelanjutan
dan bersinergi untuk menolong satu sama lain,” kata Mgr Edwaldus.

Untuk itu pada 5-7 Juni 2025 di Gedung KWI, Komdik KWI akan menyelenggarakan Konferensi Sinodal Pendidikan Katolik Indonesia yang mengusung tema Meneguhkan Jati Diri dan Mewujudkan Pendidikan Katolik yang Berkelanjutan. (lip)




        There is no ads to display, Please add some

        Tinggalkan Balasan

        Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *