Peringatan Hari Raya Keagamaan Menyumbangkan Berkat bagi Banyak Orang

beritabernas.com – Peringatan hari-hari raya keagamaan di Indonesia selama ini bukan sekadar peristiwa keagamaan semata, namun telah menjadi peristiwa sosial budaya. Sebab, masing-masing hari raya keagamaan baik secara langsung maupun tidak, telah menyumbangkan berkat bagi banyak orang lewat aneka pernak-pernik yang menyertainya.

Demikian pokok pikiran yang mengemuka dalam acara Jamaah Kopdariyah di komplek Pondok Pesantren Roudlotut Thullab, Wonosari, Tempuran, Magelang, Minggu 21 Mei 2023. Acara perjumpaan para pegiat lintas agama se-Magelang Raya yang meliputi Kota dan Kabupaten Magelang ini digelar sejak tahun 2017 untuk membangun persaudaraan antar berbagai elemen masyarakat, khususnya lintas agama dan etnis yang ada di Magelang Raya.

Gus Cholil Mustamid Asrori, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Magelang, mengungkapkan, tradisi halal bihalal yang biasa dilakukan saat Idul Fitri merupakan salah satu contoh nyata betapa perayaan keagamaan dari salah satu agama telah menjadi perayaan bersama bagi seluruh warga masyarakat.

Menurut Gus Cholil, tradisi halal bihalal pertama kali dicetuskan oleh KH Wahab Hasbullah sekitar tahun 1948 sebagai jawaban atas keinginan Presiden Soekarno untuk melakukan rekonsiliasi nasional demi menegaskan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang saat itu masih dalam suasana pergolakan mempertahankan kemerdekaan. Semangat kebersamaan, saling maaf memaafkan, menjadi moral dasar tradisi ini.

Acara perjumpaan para pegiat lintas agama se-Magelang Raya di komplek Pondok Pesantren Roudlotut Thullab, Wonosari, Tempuran, Magelang, Minggu 21 Mei 2023. Foto: Istimewa

Gus Cholil menyatakan bahwa apa yang sebelumnya merupakan tradisi khas orang Indonesia yang beragama Islam, telah menjadi milik seluruh warga Indonesia. Ini tampak dalam kegiatan saling kunjung mengunjungi, silaturahmi, dan bermaaf-maafan. “Sesuatu yang hanya terjadi di negeri kita tercinta,” katanya.

Sementara Romo Yustinus Andi Muda Purniawan yang biasa disapa Romo Andi, pengajar di Seminari Menengah Mertoyudan Magelang, mengisahkan pengalaman menariknya terkait tradisi seputar Idul Fitri. Menurut Romo Andi, pada saat kecil, ia sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan khas umat beragama Islam seperti kenduri, takbiran dan lain-lain.

Menurut Romo Andi, semangat kebersamaan warga yang berbeda agama di kampungnya sangat baik. Saat umat Islam menjalankan sholat Ied, umat Kristiani membantu menjaga keamanan serta parkir. Demikian juga sebaliknya saat perayaan Natal, umat Islam ikut menjaga keamanan agar umat Kristiani sungguh bisa merayakan hari raya mereka dengan khidmat. “Pengalaman-pengalaman semacam ini turut membentuk saya menjadi manusia yang toleran” imbuh Romo Andi.

Selain memberikan pengalaman yang membentuk nilai toleransi, menurut Romo Andi, perayaan hari raya eagamaan telah mengalirkan kegembiraan bagi banyak orang. Kegembiraan ini bisa dinikmati dalam wujud hari libur, makanan yang dibagikan oleh tetangga kanan kiri, sampai adanya discount-discount di sekitar moment hari raya.

BACA JUGA:

“Kegembiraan ini merupakan rahmat yang mengalir dari hari raya umat beragama lain. Rahmat yang pantas kita syukuri bersama” tambah romo Andi seraya menambhakan bahwa kegembiraan dalam semangat kebersamaan inilah yang turut menjadi sebab mengapa di Indonesia sebuah perayaan keagamaan bisa menjadi peristiwa sosial budaya dalam masyarakat yang plural.

Romo Andi mengatakan bahwa serupa dengan semangat rekonsiliasi yang menjadi nilai utama tradisi halal bihalal, umat Kristiani juga menghayati semangat yang sama dalam perayaan Paskah. Umat Kristiani diajak untuk meneladani Yesus Kristus sendiri yang mau mengampuni dosa-dosa manusia bahkan rela menderita hingga wafat di kayu salib. “Ini tidak mudah. Pengampunan memang tidak mengubah masa lalu namun membuka ruang yang lebih baik di masa depan” tegas Romo Andi.

Ucapan selamat hari raya

Menanggapi pertanyaan mengenai boleh tidaknya umat Islam mengucapkan selamat hari raya pada umat beragama lain, Gus Cholil menyampaikan bahwa di antara umat Islam memang ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Namun khusus di kalangan NU, menurut Gus Cholil, para ulama, kyai dan para sesepuh justru telah memberikan contoh dalam hal menyampaikan ucapan selamat hari raya pada umat beragama lain.

Terkait perayaan hari besar agama lain, Gus Cholil menyatakan “Seorang Muslim tidak akan otomatis menjadi kafir jika ia mengikuti perayaan hari besar agama lain, sejauh yang diikuti itu bukanlah kegiatan ritual keagamaan atau yang dalam Islam disebut ibadah mahdhah.”

Ikut serta dalam kegembiraan perayaan agama lain dan memberikan ucapan selamat hari raya pada umat yang berbeda agama bisa juga dilihat sebagai perwujudan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Islam adalah rahmat bagi semua, termasuk umat beragama lain, bukan hanya untuk umat Islam sendiri.

Di sisi lain, Romo Andi menyampaikan bahwa kalaupun umat Islam tidak menyampaikan ucapan selamat hari raya kepada umat beragama lain, kita bisa melihatnya dari sisi positif yakni karena umat Islam sangat menghormati umat beragama lain, sesuai prinsip lakum dinukum waliyadin sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Kafirun ayat ke-6.

Para narasumber acara perjumpaan para pegiat lintas agama se-Magelang Raya. Foto: Istimewa

Perbincangan  bertambah hangat berkat sharing salah satu peserta yakni Gede Mahardika, Ketua Parisada Hindu Dharma Kota Magelang. Menurutnya, dalam agama Hindu ada banyak hari raya keagamaan yang maknanya mirip dengan hari raya agama lain. Hal ini semakin mendorong kesadaran kita untuk hidup rukun sebagai satu keluarga, satu saudara. Semangat hidup rukun dalam persaudaraaan ini dalam agama Hindu dikenal dengan istilah Basudewa Kutum Bakam.

Di ujung perbincangan, Romo Andi menyitir ungkapan almarhum Romo YB Mangunwijaya untuk menggarisbawahi semangat cinta kasih di antara sesama manusia. “Selagi kakimu masih berpijak di bumi kamu jangan sekali-sekali berlagak menjadi seorang malaikat. Jadilah manusia yang benar-benar manusia, yang mengasihi sesama manusia,” demikian ungkap Romo Andi.  

Semangat kasih ini pula yang ditegaskan kembali oleh Gus Cholil. “Agama adalah sesuatu yang personal, sebagaimana cinta. Karena personal, maka ia hanya bisa dirasakan. Semangat cinta inilah yang membuat hari rayamu dan hari rayaku menjadi hari raya kita semua,” kata Gus Cholil.

Acara yang diikuti sekitar 100 peserta ini dimoderatori oleh Achmad Misbachus Salaf dan Greg Wijaya, keduanya merupakan aktivis Jamaah Kopdariyah. Hadir pula KH Achmad Labib Asrori, pengasuh ponpes Irsyadul Mubtadi’ien Magelang, Rektor Universitas Tidar Prof Dr Sugiyarto MSi, Direktur Pasca Sarjana UIN Walisongo Semarang Prof Dr Abdul Ghofur M.Ag, Ketua Komisi HAK Kevikepan Kedu Romo Ch Sutrasno Purwanto Pr dan Shri Bhagavan Visvakarma, rohaniwan Hindu dari Yogyakarta. (lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *