Pertemuan Bersejarah Sultan HB X dengan Para Ketua Umum Organisasi Pemuda Lintas Agama

beritabernas.com – Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) melakukan pertemuan bersejarah dengan para ketua umum organisasi lintas agama tingkat nasional di Nawang Jagad, Kaliurang, Pakembinangun, Sleman, DIY pada Senin 20 Januari 2025.

Disebut bersejarah karena ini merupakan yang kedua kali Sultan Yogyakarta bertemu dengan para pimpinan organisasi pemuda lintas agama. Yang pertama terjadi pada 19 Agustus 1945 atau 80 tahun lalu dimana Sri Sultan HB IX memanggil dan bertemu para pemuda di Gedung Wilis, Kepatihan Yogyakarta untuk membahas kemerdekaan yang baru diproklamirkan.

Pertemuan Sri Sultan HB X dengan para ketua umum organisasi pemuda lintas agama ini atas undangan pihak kKeraton Yogyakarta. Dalam pertemuan ini, Sultan HB X didampingi GKR Mangkubumi, RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo dan RM Drasthya Wironegoro.

Sementara dari organisasi pemuda hadir Ketua Umum GP Ansor Addin Jauharudin, Ketum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma, Ketum Gamki (Pemuda Kristen) Sahat MP Sinurat, Waketum Gemabudhi (Pemuda Budha) Wiryawan dan Wakil Ketua Wilayah Pemuda Muhammadiyah Yogyakarta Eko Priyo Agus. Pertemuan ini juga dihadiri Taprof bidang Ideologi Lemhannas RI AM Putut Prabantoro beserta Herman Handoko, Ichwan Peryana, dan Muhammad Fauzi Purnama yang merupakan mitra GP Ansor.

Pertemuan Sri Sultan HB X dan pimpinan organisasi pemuda bertajuk Air untuk Masa Depan Peradaban ini diwujudkan dengan penanaman 100 bibit pohon langka seperti sawo kecik, pronojiwo dan kepel. Kegiatan ini diselenggarakan KHP Datu Dana Suyasa bersama Bebadan Pangreksa Loka, lembaga internal kraton.

Para ketua umum organisasi lintas agama tingkat nasional foto bersama Taprof bidang Ideologi Lemhannas RI AM Putut Prabantoro beserta Herman Handoko, Ichwan Peryana dan Muhammad Fauzi Purnama yang merupakan mitra GP Ansor di Nawang Jagad, Kaliurang, Pakembinangun, Sleman, DIY pada Senin 20 Januari 2025. Foto: Istimewa

Setelah menanam pohon bersama, Sultan HB X mengajak para pemuda untuk ngobrol intim secara kekeluargaaan di tempat yang sangat romantis. Tempat ini langsung berhadapan dengan Gunung Merapi. Cuaca cerah di sekitar Gunung Merapi memengaruhi obrolan intim itu.

Sebelum menanam, acara diawali dengan doa agama Budha yang dipimpin oleh Wiryawan. Sri Sultan HB X memuji bagaimana panitia telah memersiapkan dengan baik. Biasanya, menurut Sultan HB X, yang digunakan adalah doa kelompok mayoritas. Namun pada saat acara itu, Sultan HB X menyatakan surprise dengan cara yang baru tersebut.

Memayu hayuning bawana memiliki filosofi. Pertama, keselamatan alam semesta itu hanya dimungkinkan oleh karena kebijakan manusia itu sendiri. Kalau kebijakannya rusak ya hancur pula alam semesta ciptaan- Nya. Alam harus kita selamatkan. Dalam arti kalau kita mengambil manfaatnya jangan sampai kita merusaknya. Harus menjaga. Kedua, darma sifat-sifat keutamaan itu yang memungkinkan bangsa dan negara tetap lestari. Dan, yang ketiga, keselamatan manusia hanya dimungkinkan karena rasa kemanusiaan,” kata Sri Sultan HB X.

Dikatakan, memayu hayuning bawana oleh UNESCO digunakan istilah sustainable development atau pertumbuhanan yang berkelanjutan. Karena itu, air, pohon dan lingkungan harus dijaga bersama demi peradaban manusia.

Ketua Pelaksana RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo, cucu Sultan HB X, mengungkapkan ide kegiatan penanaman pohon ini. Mas Marrel, demikian ia disapa, mengatakan bahwa inisiatif kegiatan tercetus pada pertemuannya dengan 7 pimpinan organisasi pemuda lintas iman pada Desember 2024 di Minomartani, Sleman, DIY. Pertemuan itu terjadi saat organisasi pemuda lintas agama mengadakan kunjungan silaturahmi menjelang natal ke Gereja Kristen Jawa, Minomartani.

“Dalam sebuah perbincangan munculah ide untuk memulai tahun 2025 dengan secara simbolik menanam pohon demi ketahanan air. Maka tema acara pagi ini adalah ‘Air untuk Masa Depan Peradaban’,” katanya.

Ia mengungkapkan awal lahirnya Bebadan Pangreksa Loka merupakan dhawuh dan inisiatif Ngarso Dalem Sri Sultan HB X dan Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi bahwa semakin berkembangnya zaman tantangannya pun semakin berkembang dan bervariasi. “Itu alasan dibentuknya suatu badan di dalam Keraton di bawah naungan GKR Mangkubumi yang secara spesifik diperuntukkan salah satunya untuk menanggulangi permasalahan lingkungan,” kata mas Marrel.

BACA JUGA:

Sementara GKR Mangkubumi mengapresiasi kegiatan penanaman 100 pohon di Nawang Jagad. Ia menjelaskan KHP Datu Dana Suyasa mengurusi soal tanah dan bangunan. “Di dalamnya ada kantor yang menangani urusan soal tanah. Kemudian ada yang mengurusi restorasi bangunan, juga ada yang mendata situs, pesangrahan dan area atau kawasan heritage. Selain itu ada unit yang mengurusi lingkungan,” kata GKR Mangkubumi.

GKR Mangkubumi menginginkan lebih banyak lagi pohon yang ditanam karena sejak erupsi Merapi tahun 2010 banyak sekali alur sungai yang tertutup. “Dengan penanaman yang semakin banyak ini akan kembali menimbulkan air. Mudah-mudahan teman-teman lintas agama bisa mengajak OKP yang lain untuk bersama-sama menanam yang lebih luas lagi,” imbuh GKR Mangkubumi.

Filosofi tanam

Ketua Umum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengatakan, penanaman 100 pohon antara Kraton Yogyakarta bersama organisasi kepemudaan lintas agama menjadi bukti nyata kolaborasi lintas iman dan generasi dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Gusma menekankan pentingnya aksi nyata untuk merawat lingkungan, yang ia kaitkan dengan filosofi Memayu Hayuning Bawana dari Keraton Yogyakarta serta ensiklik Paus Fransiskus, Laudato Si, tentang merawat rumah bersama yakni bumi.

Gusma menegaskan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari menjaga Indonesia dan dunia dari ancaman bencana. Ketika alam kita rawat, ia akan bersahabat dengan kita. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, Gusma menyerukan kepada para pemuda untuk mengambil peran lebih besar dalam isu lingkungan.

Sementara Addin Jauharudin melihat hubungan filosofis antara pohon dan Indonesia. Ia mengibaratkan, pohon dengan negara Indonesia. Tumbuhnya dahan, ranting, daun dan bunga dari satu pohon merupakan cerminan Indonesia. Pohon Indonesia harusnya tumbuh mekar dan menghasilkan buah kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan bagi para penduduk nya. Sementara akar pohon adalah kerajaan kerajaan nusantara yang telah membentuk perlintasan agama, budaya dan tradisi dan melahirkan republik indonesia

“Oleh karena itu, kita harus melihat sejarah di mana Indonesia berasal dari kumpulan kerajaan-kerajaan. Oleh karena itu, Indonesia jangan dipisahkan dari akarnya yakni kerajaan-kerajaan yang dulu membangun negara Indonesia. Tugas bangsa Indonesia adalah memupuk dan merawatnya dengan menyiram, memberi pupuk, membersihkan dari rumput ilalang dan memberi jalan sinar matahari untuk terus bisa hidup sehat tumbuh berkembang dan maju,” ujarnya.

Menurut Addin, nilai luhur yang berasal dari kerajaan-kerajaan merupakan kearifan lokal. Oleh karenanya membangun Indonesia Emas harus menggunakan kearifan lokal sebagai akar pembangunan.

Suasana pertemuan Sri Sultan HB X dengan para ketua umum organisasi pemuda lintas agama, Senin 20 Januari 2025. Foto: Istimewa

“Kearifan lokal harus menjadi akar yang akan menguatkan pohon ke-Indonesiaan. Pohon ini akan dirawat oleh dahan dan ranting kebhinnekaan. Ia akan menghasilkan buah dan bungan persatuan, kesejahteraan, kemajuan, serta ketahanan bangsa dan negara,“ ujar Addin.

Sedangkan Sahat MP Sinurat melihat kerjasama ini dari sudut pandang sejarah. Dikatakan, keistimewaan Yogyakarta menjadi penting karena selain status kerajaan yang berdiri sejak tahun 1755, namun juga karena keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Tentang hubungan erat antara pemuda dan Kraton Yogyakarta harus dilihat dari adanya benang merah pada 19 Agustus 1945. Momentum itu terjadi ketika Sultan HB IX mengumpulkan para pemimpin kelompok pemuda yang jumlahnya mencapai 100 orang di bangsal kepatihan. Dalam pertemuan tersebut, Sultan HB IX menyampaikan pidato yang kutipannya antara lain: “Menurut sejarah, di mana terjadi perubahan besar dan mendadak seperti yang terjadi di Tanah Air kita sekarang, pemuda senantiasa memegang peranan,”ujar Sahat.

Pertemuan kali ini sangat tepat. Menurut Sahat, pertemuan ini sangat bersejarah dan isinya sama. Kraton dan pemuda membahas dan bertekad merawat dan menumbuhkan bangsa Indonesia beserta alam dan segala isinya.

Dari kacamata lingkungan hidup, Wiryawan menegaskan dibutuhkannya komitmen merawat bumi dengan menghindarkan dunia dari bencana besar. Kegiatan penanaman pohon, menurutnya, merupakan bentuk komitmen para pemuda Indonesia dan Keraton Yogyakarta untuk sama-sama merawat alam Indonesia.

“Jika alam sudah kita rawat maka alam akan bersahabat dengan segala isiannya, merawat alam sama artinya dengan merawat Indonesia dan merawat dunia dari ganasnya bencana,“ ujarnya. (*/lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *