beritabernas.com – Prof Ir H Sarwidi MSCE PhD IP-U ASEAN Eng APEC Eng, Guru Besar Fakultas Teknik Sipil (FTSP UII yang juga Pengarah BNPB RI 2009-September 2025 mengidentifikasi 3 faktor utama di balik skala bencana banjir Sumatera 2025.
Ketiga faktor tersebut, menurut Prof Sarwidi, memicu banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat yang mengakibatkan ratusan korban jiwa dan hilang, infrastruktur vital seperti jembatan, jalan raya,hingga jaringan listrik lumpuh di puluhan kabupaten/kota.
Menurut Prof Ir H Sarwidi, ketiga faktor utama di balik bencana banjir Sumatera yang terjadi pada akhir November 2025 tersebut adalah curah hujan yang ekstrem. Hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi berhari hari.
Baca juga:
- Analisis Bencana Banjir Sumatera 2025
- Ini Pelajaran dari Peristiwa Gempabumi di Bandung dan Garut Menurut Prof Sarwidi
Kemudian, degradasi lingkungan yakni adanya deforestasi dan alih fungsi lahan memperparah limpasan air hujan. Selain itu, keterbatasan infrastruktur pengendali banjir seperti tanggul, kanal dan sistem drainase yang belum memadai menghadapi intensitas hujan ekstrem.
“Banyak korban terkait dengan kesiapsiagaan masyarakat yakni masih rendahnya budaya mitigasi membuat evakuasi sering terlambat,” kata Prof Sarwidi kepada beritabernas.com, Kamis 4 Desember 2025 malam.
Menurut Pengarah BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) RI selama 16 tahun atau pada periode 2009-September 2025 ini, bencana tersebut menjadi momentum refleksi bagi semua pihak. Rekayasa kebencanaan modern harus dipadukan dengan tata kelola lingkungan yang berkelanjutan dan peningkatan kapasitas masyarakat dan berbagai unsur negara.
Dikatakan, pembangunan infrastruktur pengendali banjir harus disertai rehabilitasi hutan dan daerah aliran sungai. Selain itu, edukasi publik tentang kesiapsiagaan perlu diperkuat agar masyarakat tidak hanya menjadi korban, tetapi juga aktor aktif dalam mitigasi.

“Banjir Sumatera 2025 adalah peringatan keras: tanpa integrasi antara ilmu teknik, kebijakan lingkungan, dan partisipasi masyarakat, bencana akan terus berulang dengan skala lebih besar. Saatnya Indonesia menempatkan mitigasi kebencanaan sebagai prioritas nasional, bukan sekadar respons darurat,” kata Prof Sarwidi.
Seperti diketahui, Pulau Sumatera kembali diguncang bencana hidrometeorologi besar pada akhir November 2025. Hujan ekstrem berhari-hari memicu banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 753 korban jiwa, 650 orang hilang dan 3,3 juta warga terdampak langsung. Infrastruktur vital seperti jembatan, jalan raya hingga jaringan listrik lumpuh di puluhan kabupaten/kota.
Sementara dari sisi ekonomi, kerugian diperkirakan mencapai Rp 68,67 triliun, dengan kerusakan paling parah di sektor perumahan, transportasi, dan pertanian. Angka ini menunjukkan bahwa banjir Sumatera bukan sekadar bencana lokal, melainkan krisis nasional yang menguji ketahanan sosial dan ekonomi Indonesia. (phj)
There is no ads to display, Please add some