Refleksi Akhir Tahun 2025 FH UII: Krisis Lingkungan Hidup Akibat Kebijakan yang Salah dan Gagal

beritabernas.com – Ketidakefektifan penegakan hukum juga berdampak pada sektor lingkungan hidup, seperti masih banyaknya pembalakan liar, pertambangan yang merusak lingkungan dan semakin menipisnya keanekaragaman hayati.

Secara umum, krisis lingkungan hidup dapat terjadi akibat adanya kebijakan yang salah dan gagal, teknologi  yang cenderung merusak dan tidak efisien, rendahnya komitmen politik, gagasan dan ideologi yang berujung pada masalah lingkungan, tindakan menyimpang dari aktor-aktor negara, menjamurnya budaya konsumerisme dan individualisme serta kurangnya pengetahuan dari warga masyarakat (Finger, 2006).

Baca juga:

“Dari berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi di Indonesia, perubahan iklim, sebagai salah satu dari triple planetary crisis, merupakan isu yang sangat sentral dibicarakan. Khusus dalam hal ini, pemerintah merupakan salah satu pihak yang menempati posisi penting dalam hal mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

“Mengingat krisis iklim sudah banyak terjadi di Indonesia, maka patut untuk didiskusikan bagaimana komitmen dan upaya pemerintah dalam menangani permasalahan krisis iklim. Beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam hal ini, misalnya, bagaimana kerangka regulasi dan kebijakan yang diterapkan pemerintah, bagaimana langkah pemerintah dalam memberikan edukasi terhadap masyarakat dan bagaimana kerangka kerja pemerintah dalam hal kolaborasi internasional dan lain-lain,” kata Dr Jamaludin Ghafur SH MH, Ketua Panitia Refleksi Akhir Tahun 2025 FH UII, di Auditorium Lantai 4 Kampus FH UII, Rabu 24 Desember 2025.

Menurut Jamaludin Ghafur, secara umum, masih tercatat beberapa kendala terkait penanganan krisis iklim yang dilakukan oleh pemerintah, misalnya keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, masih ditempatkannya prioritas pada pembangunan ekonomi yang seringkali berhadapan dengan kepentingan lingkungan dan adanya ketidakstabilan politik dalam rangka pelaksanaan program penanganan krisis iklim.

Suasana acara evaluasi dan refleksi akhir tahun 2025 FH UII, Rabu 24 Desember 2025. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Hal-hal inilah yang menjadi bahan evaluasi sekaligus refleksi akhir tahun yang dlakukan FH UII untuk dicarikan solusi untuk mencegah dan mengatasinya.

Ulah manusia

Menurut Prof Dra Sri Wartini SH MH PhD, salah satu narasumber dalam acara tersebut yang mengangkat tema Komitmen dan Upaya Pemerintah Indonesia dalam Mengatasi Krisis Iklim, perubahan iklim disebabkan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan manusia, seperti industri, transportasi dan kegiatan pembangunan yang lain. Sementara perubahan Iklim dapat menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan, baik kerusakan yang mendadak (sudden impact disasters) maupun kerusakan yang perlahan-lahan (slow onset disasters) akibat pembakaran hutan dan alih fungsi lahan.

Prof Sri Wartini mengatakan, Pasal 1 ayat (2) United Nations Framework Convention on Climate Change menyebut perubahan iklim disebabkan oleh kegiatan manusia baik yang langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi atmosfir global dan iklim secara alami), seperti naiknya permukaan air laut, melelehnya es dimkutup utara, sSering terjadi badai, kKekeringan dan kekurangan air, banjir dan kebakaran hutan.

Dampak dari perubahan iklim tersebut tidak hanya lingkungan, tapi jua dampak ekonomi, sosial budaya dan Hak Asasi Manusia (HAM). “Perubahan iklim mengancam Hak Asasi Manusia (HAM) seperti hak untuk menikmati lingkungan hidup yang sehat hak atas air bersih, hak atas tempat tinggal, dan hak atas pangan mereka terganggu.

Sementara Resolusi Majelis Umum PBB No. A/RES/76?300 tahun 2022 mengakui hak atas lingkungan hidup yang bersih, sehat, dan berkelanjutan sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) universal. Dan kewajiban negara adalah menghormati, melindungi dan memenuhi (to respect, to protect and to fulfil). (phj)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *