Setahun Pilpres 2024, PSAD UII: Pilpres Terburuk Sepanjang Sejarah Politik Indonesia

beritabernas.com – Pada Jumat, 14 Pebruari 2025, genap satu tahun pelaksanaan Pilpres Indonesia, 14 Pebruari 2024. Dalam catatan Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) UII, Pilpres 2024 merupakan yang terburuk sepanjang sejarah politik Indonesia.

“Dalam sejarah politik Indonesia, kami mencatat dan mengingat bahwa ini adalah Pilpres terburuk karena diwarnai memuncaknya perilaku politik dinasti disertai politik uang seperti pembagian sembako dan pengerahan aparat penyelenggara negara, khususnya Polisi bersikap partisan. Sejak 2024, Indonesia memasuki masa politik musim dingin, demokrasi yang beku. Pelanggaran konstitusi dipimpin langsung oleh mantan Presiden Jokowi, demi kepentingan keluarga, bukan kepentingan bangsa,” tulis Prof Dr rer.Soc Masduki S.Ag MSi, Direktur PSAD UII, dalam siaran pers memperingati satu tahun Pilpres 2024, Jumat 14 Pebruari 2025.

Menurut Direktur PSAD UII, pemangkasan anggaran yang tanpa disertai kajian komprehensif dan beresiko besar terhadap pelanggaran hak-hak dasar warga negara menunjukkan kinerja buruk Prabowo dan Gibran, sebagai produk dari Pilpres yang juga buruk 14 Februari 2024.

“Kami menilai, peringatan satu tahun atau setiap tahun pada tahun-tahun berikutnya perlu agar masyarakat sipil tetap waspada dan kewarasan berbangsa tetap terjaga sekaligus mimpi besar menjadi negara demokrasi tetap terpatri dalam jiwa. Peringatan ini juga memberi isyarat publik bahwa gelombang protes masyarakat sipil (kampus, mahasiswa, aktivis sosial) menjelang dan pasca Pilpres 2024 harus terus menggelora,” kata Prof Masduki.

PSAD UII sebagai bagian dari Forum Cik Di Tiro turut serta dalam aksi memperingati 1 tahun Pilpres terburuk 2024 di Jogja, Jumat 14 Pebruari 2025. Foto: Dok PSAD UII

Dikatakan, dalam tradisi politik elektoral di negara demokratis, Pemilihan Presiden/Wakil Presiden atau Pemilu secara umum merupakan wahana penting bagi penyaluran hak demokratis warga negara, yang diwujudkan dalam suasana yang bebas dan rahasia. Pilihan calon Presiden/Wapres harus figur yang memiliki rekam jejak baik dari segi HAM, memiliki kompeten dan berusia cukup untuk memimpin negara. “Semua syarat ini tidak terpenuhi di tahun 2024,” tegas Prof Masduki.

Pemangkasan anggaran

Menandai satu tahun Pilpres 2024 yang dimenangkan Presiden Prabowo Subianto, muncul kebijakan kontroversial pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga negara, yang mencapai angka Rp 306,69 triliun. Perintah penghematan anggaran dikeluarkan dalam Instruksi Presiden Nomor 1/2025 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK-02/2025. Inpres memerintahkan penghematan anggaran dari total belanja tahun 2025 yang mencapai Rp 3,621,3 triliun, yang dipotong selain anggaran belanja K/L (Rp 256 triliun) juga transfer ke daerah (Rp 50,6 triliun).

Menurut PSAD UII, transparansi publik yang minim atas keputusan penghematan dan agenda politik di balik rencana penggunaan anggaran negara yang dipangkas, apakah untuk publik atau kepentingan pencitraan pemerintah melalui program karitatif. Ada persepsi umum bahwa kebijakan pemangkasan anggaran untuk pembiayaan program ambisius janji politik berupa makan bergizi gratis dan pelunasan beragam utang proyek infrastruktur era mantan Presiden Jokowi. Artinya, ada beban utang rezim masa lalu yang ugal-ugalan dan dampak negarifnya justru harus ditanggung masyarakat.

Kontradiksi kebijakan penghematan/ pemangkasan anggaran dengan postur kabinet Merah Putih yang sangat gemuk. PSAD melihat ada fenomena inkonsisten dalam kebijakan dan tindakan pemerintah, yang memangkas anggaran pada satu sisi, namun sangat boros pada postur anggaran yang lain, mulai dari jumlah menteri dan wakil menteri mencapai 100 personel yang disertai pengangkatan staf khusus, staf ahli hingga perjalanan dinas presiden berserta rombongan ke luar negeri.

BACA JUGA:

Pemangkasan anggaran ini direspon dengan salah, baik oleh dunia usaha maupun instansi pemerintahan lainnya, misalnya fenomena PHK massal di beberapa lembaga negara/ kementerian maupun swasta yang menunjukkan hilangnya hak warga untuk bekerja/memperoleh pendapatan, menurunkan kinerja aparatur sipil negara, termasuk di dalamnya kebijakan pengurangan atau penundaan beragam gaji/honor pendidik, beasiswa dan lain-lain. “Pemerintah harus bertanggung jawab langsung atas situasi ini,” tegas PSAD UII

Dikatakan, ancaman lumpuhnya lembaga negara strategis seperti Komnas HAM, MA, Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi, BRIN dan sebagainya sebagai pilar demokrasi dan layanan hak dasar perlindungan hukum dan informasi publik, baik sebagai akibat dari pemangkasan anggaran maupun pilihan politik yang tidak memprioritaskan lembaga negara itu di tempat yang strategis.

Kemudian, munculnya kebijakan responsi K/L dan Pemda yang tidak seragam, dadakan dengan memotong beragam dana proyek layanan publik di tingkat lokal, mengurangi jam kerja layanan hingga pemutusan kerja pegawai honorer. Penurunan kualitas dan kuantitas siaran publik menyusul ancaman PHK atas ratusan kontributor lembaga media publik RRI/TVRI di seluruh Indonesia. Meskipun sudah dianulir, isu PHK dan keputusan memangkas anggaran kedua media membuktikan prioritas kepada perut ketimbang kepada otak.

PSAD UII sebagai bagian dari Forum Cik Di Tiro turut serta dalam aksi memperingati 1 tahun Pilpres 2024 di Jogja, Jumat 14 Pebruari 2025. Foto: Dok PSAD UII

Di satu sisi, PSAD sepakat dengan kebijakan penghematan anggaran negara, sebab selama lebih dari dua dekade pasca reformasi 1998, budaya kerja birokrasi pemerintahan cenderung boros, mengutamakan pos perjalanan dinas, administratif, dan lain-lain. Penghematan juga penting agar anggaran dapat diredistribusi ke sektor yang lebih memerlukan dan langsung berkait layanan publik.

Namun, di sisi lain PSAD memandang kebijakan ini belum diawali kajian yang mendalam dan komprehensif, menunjukkan kepanikan untuk penyediaan anggaran program populis makan bergizi gratis yang angkanya fantastik.

“Adalah tidak bijak, memotong anggaran pendidikan yang menjadi tulang punggung generasi masa depan bangsa dan menggantinya dengan sekadar isi perut. Alokasi anggaran tahun 2025 Rp 71 triliun tidak cukup sehingga harus diambil dari pos K/L lain,” kata Direktur PSAD UII.

Dalam upaya menekan dampak buruk pemangkasan anggaran negara, menjaga agar kebijakan ini selaras dengan nilai-nilai demokrasi, hak warga negara, maja PSAD mengusulkan agar Presiden Prabowo melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, meninjau ulang postur kabinet Merah Putih yang terlampau gemuk, melalui reshuffle pada pos-pos Manteri dan Wakil Menteri yang saling tumpang tindih dan bersifat koordinatif semata. Pengurangan pos Menko dan Wakil Menko, misalnya, menjadi alternatif di samping mengurangi jumlah wakil menteri. Kebijakan ini memberi isyarat pemangkasan juga dilakukan pada jantung kabinet.

Kedua, kebijakan pemangkasan anggaran negara seharusnya tidak berlaku untuk lembaga-lembaga strategis yang menjadi pilar demokrasi pasca reformasi 1998, yaitu KY, MK, Komnas HAM, BRIN, lembaga penyiaran publik. Terutama pada program yang menyasar aspek pendidikan, kesejahteraan sosial, dan pemerataan. Kebijakan jangan sampai memaksa lembaga lembaga negara strategis dan mengurangi layanan dasar hak warga negara yang disertai/dipicu oleh gelombang PHK/work from home.

Ketiga, pemangkasan anggaran negara harus tetap memperhatikan prinsip keberlanjutan demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang bersih, terbuka dan partisipatif. Hak kontrol dari DPR dan masyarakat harus dihormati dan menghindari terjadi sentralisme pengambilan keputusan pada figur Presiden.

“Ancaman Presiden terhadap pihak-pihak yang tidak setuju pemangkasan beraroma otoriterisme. Pemerintah harus bertanggung jawab langsung memulihkan segala akibat yang dirasakan masyarakat atas kebijakan pemangkasan anggaran yang sebelumnya dilakukan dengan serampangan,” kata
Direktur PSAD UII Prof Masduki. (*/lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *