Tidak Ada Klitih di Jogja

beritanasnews.com – Hingga saat ini tidak ada klitih dalam arti negatif yang terjadi di Jogja. Yang ada hanya kejahatan jalanan yang dilakukan remaja sebagaimana juga terjadi di daerah-daerah atau kota-kota lain di Indonesia.

Sebab, kata klitih dalam bahasa Jawa bermakna positif. Yakni orang yang keluar rumah pada malam hari untuk mencari makan atau minum. Jadi, klitih bemakna atau berkonotasi positif, tidak ada hubungannya dengan kejahatan jalanan anak-anak remaja.

“Mari kita gunakan sebutan kejahatan jalanan terkait kenakalan remaja yang berbau kekerasan. Jangan lagi menggunakan istilah klitih karena klitih bermakna positif,” kata Endang Patmintarsih SH MSi, Kepala Dinas Sosial Pemerintah Daerah DIY, dalam Diskusi Publik Aptisi Wilayah V Yogyakarta di Kampus Stipram Banguntapan, Bantul, DIY, Senin 18 April 2022.

Selain Endang Patmintarsih SH MSi, tampil sebagai narasumber diskusi bertajuk Yogyakarta Kota Pelajar: Merumuskan Solusi Kejahatan Jalanan Remaja ini adalahAKBP Sinungwati SH MH, Kasubdit Babinkantibmas Polda DIY, Puji Qomariyah S.Sos M.Si. Dosen Sosiologi & Wakil Rektor III, Universitas Widya Mataram dan Jatu Anggraeni S.Psi M.Psi., Psikolog, Dosen Psikolog, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Ketua Aptisi DIY Prof Fathul Wahid ST MSc. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Menurut Endang Patmintarsih, Pemda DIY meminta masyarakat, termasuk media massa, agar tidak menggunakan istilah klitih untuk menyebut kejahatan jalan remaja. Karena kata klitih sebenarnya bermakna positif. Penyebutan klitih untuk kejahatan jalanan remaja salah kaprah dan sangat merugikan citra Jogja karena seolah-olah tindak kekerasan yang dilakukan remaja itu hanya terjadi di Jogja. Padahal kejahatan jalanan remaja juga terjadi di kota-kota lain di Indonesia.

Sementara Ketua Aptisi DIY Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengatakan, kejahatan jalanan remaja kembali menjadi perbincangan di Yogyakarta. Selain menjadi sorotan media dan masyarakat, persoalan ini juga berisiko mengganggu citra Yogyakarta sebagai kota pelajar. Meski pelaku kejahatan jalanan remaja telah ditangkap dan diamankan, perlu dicari akar masalah guna merumuskan langkah antisipatif terjadinya hal serupa di masa mendatang.

Para narasumber menyampaikan materi dalam diskusi tentang kejahatan jalanan remaja di Kampus Stipram Banguntapan, Bantul, DIY, pada Senin 18 April 2022. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Dikatakan, masalah dan upaya penanganan fenomena kekerasan jalanan remaja bukan hal baru yang terjadi di tengah masyarakat. Meski begitu, masalah ini menjadi semakin serius dibicarakan ketika menjadi masalah berkepanjangan dengan jumlah korban yang terus meningkat.

“Yang perlu menjadi perhatian bukan hanya upaya penanganan kasus yang terjadi, namun juga perlu melihat lebih dalam pada akar permasalahan ini. Dan yang lebih penting, perlu ada sudut pandang dari berbagai sisi untuk menganalisis penyebab munculnya permasalahan tersebut, sehingga mampu membantu memahami kondisi ini secara lebih komprehensif,” kata Prof Fathul Wahid.

Menurut Endang Patmintarsih, penyebab anak melakukan kenakalan antara lain karena masalah keluarga, lingkungan pergaulan, ekonomi dan perkembangan teknologi serta internal para remaja itu sendiri. Perspektif keamanan dan kepolisian juga memiliki pandangan yang sama, bahwa faktor lingkungan baik keluarga maupun sekolah serta faktor internal remaja menjadi penyebab meningkatnya kejahatan jalanan remaja.

Sementara analisis sosiologi menegaskan bahwa penyebab fenomena ini adalah multifaktor. Pada akhirnya, hal-hal tersebut semakin memperbesar perilaku agresif yang muncul pada remaja dan dapat berujung pada peningkatan tindakan kekerasan jalanan remaja itu sendiri.

Dalam menyikapi fenomena kejahatan jalanan remaja, berbagai strategi telah dilaksanakan. Pemerintah melalui Dinas Sosial misalnya, telah melakukan kebijakan penanganan kenakalan remaja dan anak berhadapan dengan hukum yang dikelompokkan ke dalam tiga hal, yaitu preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Preventif meliputi sosialisasi dan koordinasi serta penguatan ketahanan keluarga. Sebanyak 98% kejahatan jalanan remaja berawal dari masalah dalam keluarga. Kuratif meliputi perubahan lingkungan, peran psikolog, serta lembaga konseling. Sementara rehabilitatif dilakukan dengan melibatkan Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja serta Balai Rehabilitasi Sosial dan Pengasuhan Anak.

Sementara pihak Polda DIY juga telah melaksanakan berbagai strategi penanganan. Antara lain melakukan koordinasi dengan berbagai instansi, focus group discussion, penempatan dan pengawasan oleh aparat di berbagai sekolah, pelaksanaan lokakarya, penyuluhan, dan pendidikan karakter bagi generasi muda, serta patroli dan razia di berbagai sekolah maupun tempat wisata. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *