Turun ke Jalan Bukan Kejahatan, Suara Rakyat Tak Boleh Dibungkam

Oleh: Andreas Chandra

beritabernas.com – Ketika rakyat turun ke jalan, itu bukan kejahatan. Itu bukan sekadar kerumunan tanpa arah, bukan pula sekadar teriakan tanpa makna. Itu adalah suara yang selama ini diabaikan, kesabaran yang teruji hingga batas dan harapan yang kian menipis. Namun, apa yang didapat? Label kriminal, tuduhan provokator, hingga represi yang semakin menjadi-jadi. Seolah-olah menyuarakan hak adalah dosa, seakan meminta keadilan adalah tindakan subversif.

Di negeri ini, demokrasi sering kali hanya indah di atas kertas. Kita diajarkan bahwa rakyat memiliki kebebasan berbicara, hak untuk menyampaikan pendapat, dan kuasa untuk menentukan arah bangsa. Namun, realitasnya? Begitu kritik dilayangkan, ancaman datang silih berganti. Mereka yang berteriak lantang dihadang oleh gas air mata, pentungan dan tudingan makar. Seakan-akan pemerintah buta dan tuli terhadap jeritan rakyatnya sendiri.

Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY. Foto: Dok pribadi

Tak perlu jauh-jauh berbicara soal keadilan dan kesejahteraan. Tengok harga bahan pokok yang kian melambung, upah yang tak cukup untuk sekadar bertahan hidup, dan kebijakan yang lebih berpihak pada oligarki ketimbang rakyat kecil. Lalu, ketika buruh mogok menuntut upah layak, ketika mahasiswa turun menolak ketidakadilan, ketika petani berjuang mempertahankan tanahnya, mereka diperlakukan sebagai ancaman bagi negara. Padahal, merekalah yang sesungguhnya berjuang untuk negeri ini.

Keadaan negara saat ini bagaikan api dalam sekam. Korupsi merajalela dengan hukuman yang seolah hanya formalitas belaka. Para pejabat terjerat skandal, namun tetap duduk nyaman di kursinya. Di sisi lain, rakyat yang bersuara lantang langsung diberangus dengan berbagai cara. Hukum seperti pisau bermata dua-tajam ke bawah, tumpul ke atas. Mereka yang berkuasa kebal hukum, sementara rakyat kecil dihantam dengan segala bentuk penindasan.

Ironisnya, media yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi malah kian jinak. Pemberitaan dikendalikan, opini diarahkan dan kritik diredam. Alih-alih mengabarkan kenyataan, banyak media justru sibuk mencitrakan bahwa semuanya baik-baik saja. Lalu, di mana rakyat harus bersuara jika ruang publik pun terus dipersempit?

BACA JUGA:

Turun ke jalan adalah hak. Itu bukan sekadar aksi, melainkan ekspresi dari hati yang sesak. Mereka yang turun ke jalan bukan kriminal. Mereka adalah rakyat yang peduli. Mereka bukan musuh negara, justru mereka adalah nyawa dari demokrasi yang sesungguhnya. Jika pemerintah terus membungkam suara-suara ini, maka kehancuran tinggal menunggu waktu.

Sejarah telah membuktikan, rezim yang menutup telinga dari jeritan rakyatnya sendiri akan jatuh dengan sendirinya. Mereka yang tak mau mendengar, pada akhirnya akan dipaksa oleh keadaan untuk mengerti. Maka, ketimbang membungkam suara rakyat, mengapa tidak mulai mendengarkan mereka? Mengapa tidak mulai menata negeri ini dengan keadilan yang sejati?

Jangan salahkan rakyat jika mereka turun ke jalan. Salahkan diri sendiri, karena membiarkan negeri ini terpuruk hingga rakyat tak punya pilihan selain berteriak di aspal yang panas. (Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *