Tata Kelola Dana Desa: Antara Kesejahteraan Rakyat dan Korupsi

Oleh: Andreas Chandra

beritabernas.com – Dana desa seharusnya menjadi ujung tombak dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Desa dan digelontorkannya Dana Desa dalam jumlah besar oleh pemerintah pusat, desa-desa di seluruh Indonesia mendapat peluang emas untuk berkembang.

Namun, alih-alih menjadi katalisator kemajuan, dana desa justru sering kali menjadi ladang empuk bagi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pemegang kekuasaan di desa. Inilah ironi terbesar dalam kebijakan pembangunan desa, dana yang seharusnya menyejahterakan malah menjadi alat memperkaya segelintir elite desa. Bukan hanya itu saja, seharusnya dana desa yang turun dari pemerintah pusat untuk kemajuan daerah malah tidak sampai pada tujua ata targetnya.

Banyak masyarakat mengeluhkan dana desa yang hilang entah kemana. Pembangunan yang dilakukan dianggap gagal lalu kemana uang itu. Ini sangat ironis.

Korupsi menggurita dalam tata kelola dana desa

Korupsi dana desa bukan lagi sekadar isu, melainkan sebuah realitas yang terus berulang dari tahun ke tahun. Laporan dari berbagai lembaga anti-korupsi menunjukkan betapa masifnya penyimpangan dalam pengelolaan uang desa. Modus yang digunakan pun beragam, mulai dari markup proyek pembangunan, pengadaan fiktif, penggelapan dana bantuan sosial, hingga pemerasan terhadap perangkat desa bawahan. Tidak jarang bahwa masyarakat diperas oleh oknum yang memiliki jabatan dengan meminta sejumlah uang hanya demi mendapatkan tanda tangannya.

Fenomena ini semakin diperparah dengan lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah maupun pusat. Kepala desa, yang diberi kewenangan penuh dalam pengelolaan dana desa, sering kali bertindak bak raja kecil di wilayahnya sendiri. Minimnya literasi hukum dan administrasi di tingkat desa membuat mereka mudah tergiur oleh iming-iming keuntungan instan dari praktik-praktik curang ini. Di sini sangat dibutukan langsung peran aktif masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana desa yang dikelola oleh pemerintah desa apakah sudah sesuai dengan prosedur dan mensejahterakan masyarakat atau malah sebaliknya masyarakat malah sengsara, tidak mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka peroleh.

Andreas Chandra. Foto: Dok pribadi

Salah satu akar masalah terbesar dalam tata kelola uang desa adalah minimnya transparansi. Meskipun pemerintah telah mengatur bahwa penggunaan dana desa harus diinformasikan kepada masyarakat secara terbuka, pada kenyataannya, banyak desa yang tidak menjalankan prinsip ini. Masyarakat desa sering kali tidak tahu-menahu bagaimana uang yang digelontorkan pemerintah digunakan. Rapat-rapat musyawarah desa, yang seharusnya menjadi ajang diskusi terbuka, sering kali hanya formalitas belaka.

Bahkan, ketika warga mencoba mempertanyakan penggunaan dana desa, mereka sering mendapat intimidasi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Aparat desa yang mencoba mengungkap kebobrokan di internal pemerintahan desa juga sering mendapat tekanan politik maupun sosial. Tanpa adanya keterlibatan aktif masyarakat dan mekanisme pengawasan yang efektif, dana desa akan terus menjadi alat eksploitasi bagi mereka yang berada di lingkaran kekuasaan. Di sini peran penting pengawasan pemerintah kabupaten/ kota untuk turun langsung melihat apakah sudah sesuai dengan apa yang dilaporkan dan yang terjadi di lapangan.

Pembangunan yang tidak tepat sasaran

Selain isu korupsi, masalah lain yang menghambat efektivitas dana desa adalah pembangunan yang tidak tepat sasaran. Banyak proyek infrastruktur desa yang dibangun hanya untuk memenuhi laporan administrasi tanpa mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat. Jalan desa yang dibangun dengan dana desa sering kali cepat rusak karena kualitas bahan yang buruk atau pengerjaan yang asal-asalan. Bangunan fasilitas umum yang megah namun minim pemanfaatan juga menjadi pemandangan umum di berbagai desa.

Padahal, jika dikelola dengan baik, dana desa dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi berbasis lokal. Program-program yang mendukung usaha mikro, pertanian modern dan pelatihan keterampilan kerja seharusnya menjadi prioritas utama. Namun, karena orientasi pembangunan masih berkutat pada proyek fisik yang mudah dimanipulasi anggarannya, potensi pemberdayaan ekonomi desa sering kali terabaikan.

Agar dana desa benar-benar menjadi alat pembangunan yang efektif, diperlukan reformasi tata kelola yang mendalam. Pertama, transparansi harus ditegakkan secara ketat. Setiap desa wajib memiliki sistem informasi keuangan desa yang dapat diakses oleh publik, baik melalui papan pengumuman desa maupun platform digital. Masyarakat harus memiliki akses penuh terhadap laporan keuangan desa agar mereka dapat turut mengawasi penggunaannya.

Kedua, pengawasan harus diperketat dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga independen dan masyarakat sipil. Pemerintah harus mendorong terbentuknya kelompok-kelompok pengawas independen di tingkat desa yang memiliki kewenangan untuk mengaudit penggunaan dana desa secara berkala. Selain itu, aparat penegak hukum harus lebih proaktif dalam menindak kasus-kasus korupsi dana desa tanpa tebang pilih.

BACA JUGA:

Ketiga, sistem rekrutmen dan pengelolaan perangkat desa harus diperbaiki. Kepala desa dan perangkatnya harus melalui proses seleksi yang transparan dan berbasis kompetensi, bukan sekadar berdasarkan kedekatan politik atau kekeluargaan. Pelatihan administrasi dan keuangan desa juga harus ditingkatkan agar mereka memiliki kapasitas yang cukup dalam mengelola anggaran secara profesional.

Orientasi penggunaan dana desa harus diubah dari sekadar pembangunan infrastruktur menjadi pemberdayaan ekonomi masyarakat. Desa harus mulai mengalokasikan sebagian besar dana desa untuk program yang benar-benar menyentuh kehidupan masyarakat, seperti bantuan modal usaha, pelatihan keterampilan, dan penguatan koperasi desa.

Tata kelola uang desa saat ini berada di persimpangan jalan, apakah akan tetap menjadi ladang korupsi yang menghambat kemajuan atau benar-benar menjadi instrumen kesejahteraan bagi masyarakat desa? Reformasi tata kelola yang tegas, transparan dan partisipatif adalah satu-satunya jalan keluar untuk memastikan dana desa benar-benar membawa manfaat bagi rakyat kecil. Tanpa perubahan sistem yang mendasar, desa-desa di Indonesia akan terus terjebak dalam siklus korupsi yang menghambat kemajuan.

Kini, pilihan ada di tangan pemerintah dan masyarakat, apakah kita akan terus membiarkan uang desa dikorupsi atau kita akan berjuang untuk mengembalikannya ke tangan rakyat,bahkan rakyat khususnya di sini masyarakat bisa menempuh jalur hukum guna memperjuangkan hak-hak mereka dan melaporkan oknum yang tidak bertanggung jawab dan menyalahgunakan wewenangnya guna kepentingan pribadi dan memperkaya dirinya sendiri. (Andreas Chandra, Mahasiswa FH UAJY)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *