beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengatakan, UII adalah rumah besar bagi keragaman, tempat Islam dan kebangsaan bertemu dalam satu tarikan nafas.
Dengan demikian, UII bukan sekadar ruang untuk menimba ilmu akademik, namun menjadi taman luas tempat mahasiswa menyemai nilai agama, menumbuhkan kepedulian sosial, mengasah kepemimpinan dan merayakan keragaman.
Baca juga:
- Diisi Menkopolhukam Mahfud MD, 4.544 Mahasiswa Baru UII Ikuti Kuliah Perdana
- 4.846 Mahasiswa Baru UII Ikuti Kuliah Perdana
- Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII Gelar Envirofest sebagai Ajang Edukasi, Inspirasi dan Kolaborasi Generasi Muda
“Di sini, perbedaan bukan alasan untuk menjauh, melainkan undangan untuk saling mendekat. Di kelas, mungkin saudara akan duduk berdampingan dengan kawan dari suku berbeda, negeri asing, bahkan keyakinan yang lain. Itu semua bukan tembok pemisah, melainkan jembatan penghubung. Di UII, keberagaman adalah anugerah yang dirayakan dengan ketulusan,” kata Fathul Wahid dalam Kuliah Perdana Mahasiswa Baru UII Tahun Akademik 2025/2026 di Lapangan Utara Gedung Olahraga (GOR) Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kampus Terpadu UII, Selasa 2 September 2025.
Sebelum kuliah perdana dilakukan proses penyerahan mahasiswa baru dari orangtua yang diwakili Agus Susilo kepada Rektor UII. Selain itu, pengenaan jaket almamater secara simbolis oleh Rektor UII kepada dua wakil mahasiswa baru.

Menurut Rektor UII, sejarah UII berawal dari Sekolah Tinggi Islam yang lahir di Jakarta, 27 Rajab 1364 H atau sekitar 40 hari sebelum kemerdekaan bangsa ini. Ia didirikan oleh para tokoh besar yakni KH Wahid Hasyim, Moh Hatta, Moh Natsir, KH Mas Mansur, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Mr Muh Yamin, KH Imam Zarkasyi, Prof KH Abdulkahar Mudzakkir, KH Abdul Halim, KH Ahmad Sanusi dan banyak lainnya.
Meski mereka datang dari berbagai latar belakang organisasi dan pemikiran, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Perikatan Umat Islam, Persatuan Umat Islam Indonesia dan para tokoh bangsa lainnya, namun mereka mampu bersatu demi cita-cita kemerdekaan.
“Dari mereka kita belajar perbedaan bukan untuk dipertentangkan, tetapi untuk dipersatukan. Tentu kita tidak hidup sekadar dalam bayangan masa lalu. Nilai-nilai luhur itu kita jaga, namun harus kita tafsirkan ulang sesuai zaman,” kata Fathul Wahid.
Hidup di era digital
Pada kesempatan itu, Rektor UII mengingatkan bahwa mahasiswa baru telah hidup di era digital, di mana teknologi informasi hadir dalam setiap denyut kehidupan. Sehingga apa pun disiplin ilmu yang ditekuni, teknologi akan menjadi kawan seperjalanan.
“Kuasailah teknologi dan jadikan teknologi sebagai alat untuk memperkuat keilmuan dan memuliakan akhlak. Hanya dengan itu, Saudara akan tetap menonjol di tengah keramaian dunia,” kata Fathul Wahid.

Selain itu, mahasiswa baru juga harus menyiapkan diri menjadi warga global. Ruang pengabdian mahasiswa bukan hanya lokal atau nasional, tetapi juga dunia. Kuasai bahasa internasional, pahami keragaman budaya dan asah kepekaan terhadap isu-isu besar: ketidakadilan sosial, krisis energi, perubahan iklim hingga konflik antarnegara.
Menurut Fathul Wahid, kuliah bukan sekadar menuntaskan mata kuliah, tapi merupakan perjalanan menjalin persahabatan. Sahabat yang ditemui di kampus ini akan menjadi simpul-simpul jaringan yang kelak mungkin terikat kembali dalam panggilan tugas dan peran masing-masing. Karena itu, Fathul berharap mahasiswa baru dapat menjaga persahabatan itu dengan kejujuran, kesetaraan, dan keadilan.
Di UII, kata Fathul Wahid, mahasiswa tidak hanya dibekali dengan kualifikasi agar cakap menjalani profesi, tetapi juga dibentuk karakternya agar siap menjadi bagian masyarakat yang peduli dan bertanggung jawab. Lebih dari itu, mahasiswa juga dimerdekakan menjadi individu yang mandiri, berani mengambil keputusan, dan mampu menapaki jalan hidup dengan kebijaksanaan. (lip)
There is no ads to display, Please add some