Umat Katolik Memasuki Masa Prapaskah Mulai Rabu Abu, Ini Makna Tema APP 2023

beritabernas.com – Umat Katolik seluruh dunia memasuki masa Prapaskah dimulai dengan perayaan Rabu Abu pada 22 Pebruari 2023. Masa Prapaskah 2023 di Keuskupan Agung Semarang mengangkat tema Tinggal Dalam Kristus: Hadirkan Damai bagi Sesama dan Alam Ciptaan. Sebagian Gereja Katolik menggelar misa Rabu Abu pada Selasa 21 Pebruari 2023, seperti dilakukan Gereja Katolik Babadan.

Memasuki masa Prapaskah yang diawali hari Rabu Abu, Uskup Keuskupan Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko melalui surat gembala menjelaskan makna tema APP (Aksi Puasa Pembangunan) 2023.

BACA JUGA: Diawali Rabu Abu, Umat Katolik Memasuki Masa Prapaskah, Ini Ketentuan Pantang dan Puasa

Menurut Mgr Robertus Rubiyatmoko, pada masa Prapaskah umat Katolik diajak untuk merenungkan dan menghayati tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) 2023 yakni Tinggal Dalam Kristus: Hadirkan Damai bagi Sesama dan Alam Ciptaan.

Tema ini ditempatkan dalam semangat dan gerak penggembalaan tahun 2023, yaitu Tinggal dalam Kristus dan Berbuah: Bersatu dan Bersinergi demi Indonesia Damai. Tema APP ini juga ditempatkan dalam kerangka yang lebih luas, yaitu tema Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang 2021-2025 yakni Tinggal dalam Kristus dan Berbuah.

Misa Rabu Abu di Gereja Babadan. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Menurut Uskup, pada masa Prapaskah, umat diajak untuk semakin bersatu mesra dengan Kristus yang dapat diwujudkan dengan hidup rohani yang teratur dan mendalam, antara lain berdoa, mengikuti perayaan sakramental (khususnya Ekaristi dan Tobat), membaca Kitab Suci, berziarah, berdevosi dan terlibat dalam pendalaman iman.

Kesatuan mesra kita dengan Kristus Sang Damai sejati akan menghasilkan buah yang nyata, yakni damai
dengan diri sendiri, dengan sesama, dan dengan alam ciptaan. Meskipun demikian tetaplah harus kita sadari bahwa selalu ada ancaman terhadap damai ini.

“Damai dengan diri sendiri terancam, antara lain oleh kemalasan, amarah, iri hati dan dendam. Hal-hal inilah bahkan bisa dikatakan sebagai sumber dosa yang menjauhkan kita dari Tuhan (bdk. Mrk 7:21),” kata Uskup.

Sementara damai dengan sesama juga terancam, antara lain, oleh kesombongan, keserakahan dan keinginan untuk memaksakan kehendak serta menguasai orang lain. Kebencian dan caci-maki, penindasan dan kekerasan, diskriminasi dan intoleransi, terorisme dan perang merupakan bentuk-bentuk ancaman yang paling nyata terhadap upaya hidup “damai dengan sesama” dan hal ini masih terjadi juga di bumi pertiwi ini.

Sedangkan damai dengan alam ciptaan terancam, antara lain, oleh pencemaran dan pengrusakan alam lingkungan hidup. Hal ini berakibat pada terjadinya banjir, kekeringan dan krisis iklim. Kita mengalami itu semua.

“Saya mengundang Anda semua untuk secara khusus memaknai ajakan “hadirkan damai bagi sesama dan alam ciptaan” ini melalui ucapan syukur. Kita bersyukur kepada Tuhan yang telah memperkenankan kita tinggal dan hidup di bumi pertiwi Indonesia yang indah dengan segala kekayaan alam dan keanekaragaman masyarakatnya,” kata Mgr Robertus.

Umat Katolik memadati gereja mengikuti misa Rabu Abu di Gereja Babadan, Selasa 21 Pebruari 2023. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Dikatakan, kita bersyukur atas Pancasila yang berisi nilai-nilai manusiawi, yang dalam sejarah bangsa telah teruji dan terbukti sungguh ampuh menjadi wadah kesatuan dan perekat persatuan bangsa kita. Keragaman dan perbedaan yang ada merupakan anugerah Tuhan yang selayaknya selalu kita syukuri. Sejak awal berdirinya, bangsa kita, Indonesia, dipersatukan dalam keanekaragaman.

Karena itu Bhinneka Tunggal Ika menjadi semangat perjuangan demi terwujudnya Indonesia damai. Untuk sampai pada tujuan ini, seluruh warga masyarakat Indonesia, tidak terkecuali umat Keuskupan Agung Semarang, mesti bersatu padu dan bekerjasama menyatukan energi (bersinergi) untuk menciptakan dan mengembangkan kehidupan bersama yang damai ini.

“Kita bangun persaudaraan insani dalam perbedaan. Hal ini akan terlaksana kalau diantara semua warga masyarakat ada keterbukaan untuk saling memahami dan menerima manakala ada perbedaan, ada keberanian untuk dengan kasih penuh ketulusan saling mengingatkan apabila ada ketidakberesan, ada kehendak untuk saling meminta maaf dan mengampuni ketika ada kesalahan, serta ada tekad untuk menyambut dan memperlakukan yang lain sebagai saudara yang mesti direngkuh dan dilindungi,” kata Uskup. (lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *