Oleh: Dr Yudi Prayudi M.Kom
beritabernas.com – Dalam era digital saat ini, teknologi telah mengubah cara kita berkomunikasi, berinteraksi dan bahkan bagaimana kita memahami realitas. Salah satu perkembangan teknologi yang paling mengkhawatirkan adalah kemunculan deepfakes.
Deepfake adalah teknologi yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menciptakan video, audio atau gambar palsu yang tampak sangat nyata. Deepfake dapat menggabungkan atau menggantikan wajah dan suara seseorang dalam video dengan wajah dan suara orang lain dengan sangat halus, sehingga sulit
dibedakan mana yang asli dan mana yang palsu.
Menurut DeepMedia, sebuah perusahaan AI, sejak awal tahun 2023 tercatat sekitar 500.000 konten deepfake video yang dibagikan dalam berbagai situs media sosial. Sementara deepfake audio diyakini 3 kali lebih banyak yang telah diposting melalui media sosial.
Sebenarnya terdapat banyak sisi positifnya juga dari kemunculan deepfake, antara lain adalah pada industri hiburan dimana deepfake dapat digunakan dalam produksi film atau acara TV untuk menghidupkan kembali aktor atau aktris yang telah meninggal atau untuk menggantikan aktor yang tidak dapat hadir dalam adegan tertentu.
Hal ini memungkinkan keberlanjutan cerita atau adegan tanpa harus mengubah skenario. Dalam industri film, deepfake dapat digunakan untuk menyinkronkan bibir aktor dengan suara dubbing dalam bahasa lain, sehingga membuat film terlihat lebih alami bagi penonton di negara lain.
Selain itu, deepfake dapat digunakan untuk menciptakan simulasi interaktif dengan tokoh-tokoh bersejarah, memungkinkan siswa untuk “berbicara” dengan tokoh-tokoh tersebut dan mempelajari sejarah dengan cara yang lebih menarik.
Meskipun teknologi ini memiliki banyak potensi positif sebagaimana yang disebutkan di atas, namun dalam konteks pesta demokrasi Pemilu dan pemilihan presiden, deepfake dapat membawa dampak yang sangat merugikan. Teknik ini memungkinkan pembuatan video atau audio palsu yang seolah tampak sangat nyata, namun dapat digunakan sebagai alat disinformasi atau Hoax.
Pesta pemokrasi Pemilu dan Pemilihan Presiden adalah momen krusial bagi setiap negara. Momen tersebut adalah momen penting saat setiap warga negara membuat keputusan penting tentang bagaimana masa depan mereka. Namun, dalam era digital saat ini, khususnya untuk kampanye pemilihan Presiden bukan lagi hanya soal debat tentang ide dan visi misi. Teknologi komputer, khususnya deepfakes, telah menjadi medan perang informasi yang berpotensi untuk merusak integritas dari rangkaian pemilihan Presiden.
Deepfake bisa digunakan untuk membuat video atau rekaman suara palsu dari kandidat Capres/Cawapres yang menyatakan hal-hal yang sebenarnya tidak mereka katakan. Hal ini dapat digunakan untuk merusak reputasi Capres/Cawapres atau mempengaruhi opini publik terhadap kandidat tersebut.
Deepfake dapat digunakan untuk menciptakan narasi palsu atau cerita yang mendukung agenda politik tertentu, yang dapat mempengaruhi persepsi publik tentang isu-isu yang diusung oleh Capres/Cawapres.
Salah satu yang dikhawatirkan dari penyebaran deepfake video ataupun audio adalah dari kesan pertama yang ditangkap oleh masyarakat ketika mendapatkan video atau audio hasil deepfake.
BACA JUGA:
- Dr Yudi Prayudi M.Kom: Kebocoran Data jadi Pintu Masuk dari Aktivitas Illegal
- Ini Perbedaan Mendasar Game Online dengan Judi Online Menurut Pakar Forensika Digital
Meskipun video atau audio itu cepat dibantah, diklarifikasi kebenaran, ditarik atau bahkan dihapus, namun konten video dan audio tersebut telah terlanjur tersebar di masyarakat. Sekianbanyak orang telah melihat video dan mendengar audio tersebut akan begitu terkesan, kesan pertama dari video/audo tersebut tidak bisa dihilangkan. Bagi sebagian orang kesan pertama sulit dihilangkan dari memorinya.
Konten deepfake potensial lain yang mungkin muncul dalam kampanye bisa berupa rekaman suara palsu dari kandidat, video manipulasi yang menunjukkan perilaku tidak pantas atau bahkan wawancara palsu dengan tokoh tokoh tertentu untuk mendukung salah satu kandidat.
Ada beberapa potensi penyalahgunaan deepfake dalam Pemilu. Pertama, pemalsuan ucapan. Deepfake dapat digunakan untuk membuat video palsu di mana seorang kandidat atau tokoh publik tampak mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah mereka katakan. Ini dapat digunakan untuk merusak reputasi atau mempengaruhi opini publik.
Kedua, kompromi. Dengan deepfake, seseorang dapat menciptakan video atau audio kompromi tentang kandidat yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Ketiga, misinformasi. Video atau audio deepfake dapat digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau menyesatkan tentang isu-isu pemilu, kebijakan, atau fakta sejarah.
Keempat, manipulasi emosi. Deepfake dapat digunakan untuk menciptakan video dramatis atau emosional yang dirancang untuk mempengaruhi emosi pemilih dan mengarahkan opini publik. Kelima, pemalsuan bukti. Dalam kasus sengketa pemilu atau tuduhan, deepfake dapat digunakan untuk menciptakan “bukti” palsu untuk mendukung klaim tertentu.
Sementara itu, dampak penyebaran Hoax dengan deepfake pada Pemilu, pertama, kehilangan kepercayaan. Ketika deepfake mulai beredar, masyarakat mungkin menjadi skeptis terhadap semua informasi yang mereka lihat atau dengar, bahkan terhadap informassi dari sumber yang asli sekalipun.
Kedua, polarisasi. Disinformasi dan Hoax yang disebarkan melalui deepfake dapat memperdalam polarisasi politik yang berdampak pada terpecah belahnya masyarakat. Ketiga, gangguan proses demokrasi. Penyebaran informasi palsu dapat mengacaukan proses pemilihan dan merusak integritas sistem demokrasi.
Langkah melawan deepfake
Untuk melawan dampak negatif deepfake, maka beberapa langkah dapat dilakukan antara lain, pertama, Deteksi Konten Deepfake. Institusi pendidikan dan perusahaan teknologi harus bekerja sama dan berinvestasi dalam mendukung tersedianya teknologi deteksi deepfake.
Meskipun deepfakes semakin canggih, namun akan selalu ada kemajuan dalam alat dan teknik yang dirancang untuk mendeteksi konten deepfake, seperti analisis tekstur kulit, deteksi ekspresi
pada wajah, karakter suara asli dan machine generated.
Kedua, edukasi masyarakat. Pendidikan adalah senjata paling efektif untuk mengatasi potensi deepfake. Masyarakat pada berbagai level harus diajarkan tentang bahaya deepfakes dan bagaimana mengidentifikasinya. Dalam hal ini kegiatan seperti workshop, seminar, dan kampanye sosial media dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat.
Ketiga, bersikap skeptis. Dalam hal ini kita harus belajar untuk tidak langsung percaya pada apapun yang kita lihat atau dengar, terutama dalam konteks politik. Langkah untuk selalu melakukan cek fakta, konfirmasi ke berbagai sumber dan pihak terkait.
Keempat, kolaborasi dengan platform media sosial. Kerjasama dengan platform media sosial untuk
mendeteksi dan menghapus konten deepfake. Banyak platform media sosial yang sudah memiliki algoritma untuk mendeteksi konten palsu atau disinformasi, dan kemampuan algoritma tersebut dapat diperluas kepada konten deepfakes.
Selanjutnya sebagai pemilih pada pesta demokrasi Pemilu dan pemilihan Presidem ini maka jadilah pemilih yang kritis: Di era digital, informasi bisa dengan mudah dibuat dan disebarkan. Selalu melakukan verifikasi sumber informasi yang Anda terima, terutama jika isinya kontroversial atau mengejutkan.
Hindari sebaran konten diskinformasi atau Hoax. Jika Anda merasa ragu tentang keaslian suatu informasi, hindari untuk membagikannya. Biasakan budaya verifikasi sebelum berbagi. Pilih dengan bijaksana. Informasi palsu mempengaruhi pilihan Anda. Lakukan riset sendiri tentang visi, misi, dan rekam jejak calon legislatif dan calon presiden/wapres.
Pesta Demokrasi Pemilu danpemilihan presiden adalah salah satu pilar demokrasi yang sangat penting. Setiap suara memiliki kekuatan untuk menentukan masa depan negara. Jangan biarkan teknologi deepfake atau desas-desus mengaburkan penilaian Anda terhadap calon.
Ingatlah bahwa demokrasi dan pemilu bergantung pada pemilih yang mendapat informasi yang baik dan benar serta bersikap kritis. Dengan meningkatkan kesadaran tentang deepfake dan memahami proses pemilu dan pemilihan presiden, kita dapat memastikan bahwa suara kita didasarkan pada fakta dan penilaian objektif, bukan didasarkan pada konten disinformasi.
Jangan hanya mengandalkan iklan atau berita sensasional. Pelajari latar belakang, visi, misi dan program kerja dari setiap calon untuk membuat keputusan dan pilihan yang tepat sesuai dengan hati nurani dan pertimbangan objektif anda. (Dr Yudi Prayudi M.Kom, Kepala Pusat Studi Forensika Digital)
There is no ads to display, Please add some