beritabernas.com – Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi UII menggelar the 7th The Conference on Communication, Culture, and Media Studies (CCCMS) di Gedung FPSB kampus terpadu UII, pada 27-29 Agustus 2024.
Konferensi internasional ke-7 dengan tema Hybrid ini menampilkan pemakalah dari 10 negara yakni Portugal, United Kingdom, Polandia, India, Taiwan, Hong Kong, Italia, China, Singapura dan Indonesia sendiri.
BACA JUGA:
- Dr Suwarsono Hibahkan 6.000 Buku untuk Perpustakaan Pusat UII
- Mantan Wartawan yang Menjadi Guru Besar UII Menyampaikan Pidato Pengukuhan
Menurut Muzayin Nazaruddin, Ketua Panitia CCCMS 2024, panitia menerima 135 abstrak, namun yang dipresentasikan hanya 70 paper dalam 17 panel diskusi.
Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD ketika membuka konferensi pada Rabu 28 Agustus 2024 mengatakan bahwa isu Hybrid penting dan relevan sebagai tema besar konferensi. “Mengutip Bruno Latour dengan Actor-Network Theory (ANT)-nya, penting untuk melihat konsep hybrid yang menghubungkan berbagai aspek dalam kehidupan. Teknologi komunikasi, misalnya, tidak hanya dikaji dari satu sisi, tetapi dapat dilihat dari berbagai aspek dan prespektif,” ujar Rektor UII seraya mengapresiasi Prodi Ilmu Komunikasi yang telah menggelar konferensi ini hingga yang ke-7 tahun ini. “Ini menunjukkan konsistensi yang luar biasa,” kata Prof Fathul Wahid.
Muzayin Nazaruddin mengatakan, pembicara kunci (Keynote Speakers) yang dihadirkan pada konferensi internasional ini adalah Nico Carpentier, Profesor Luar Biasa di Universitas Charles, Republik Ceko dan Prof Masduki, Guru Besar Ilmu Komunikasi UII.
Nico Carpentier menyampaikan materi berjudul Democratic Hybridities: A Model to Emphasize Struggles of Democracy and Media pada Rabu 28 Agustus 2024. Sedangkan Masduki menyampaikan materi berjudul Hybrid Media and Democracy in Post-authoritarian Indonesia pada Kamis 29 Agustus 2024.
Dalam pemaparannya, Nico menjelaskan tentang demokrasi dan peran media dalam demokrasi sebagai bagian dari perjuangan sosial-politik. Ia menekankan adanya hibriditas dalam demokrasi, media dan hubungan keduanya.
“Peran demokratis media bergerak dari wacana demokrasi elitis (minimalisme) menuju wacana demokrasi partisipatif (maksimalisme),” kata Profesor Tamu di Universitas Tallinn, Estonia dan presiden International Association for Media and Communication Research (IAMCR) periode 2020-2024 ini.
Wacana demokrasi elitis ditandai dengan beberapa ciri, yaitu: memberikan informasi kepada warga negara, mengontrol pemegang kekuasaan dan menyediakan forum sebagai pasar gagasan. “Wacana demokrasi partisipatif dicirikan dengan beberapa karakteristik yaitu tersedianya forum sebagai tempat untuk deliberasi, representasi yang radikal dan beragam, serta partisipasi yang maksimal. Di tengah-tengahnya, ada yang bersifat moderat, yaitu: representasi yang moderat dan beragam, serta intensitas partisipasi yang moderat,” kata Nico Carpentier.
Sementara Prof Masduki menyampaikan analisisnya terkait fenomena hibriditas media dan demokrasi dalam konteks Indonesia. “Hibriditas tidak hanya dilihat dari perspektif teknologi tapi juga pada pegeseran regulasi dan ekosistem media, terutama dipengaruhi oleh iklim politik pasca era otoritarian di Indonesia,” kata Duta Besar IAMCR Indonesia dan pendiri PR2Media ini.
Selain presentasi para pemakalah dengan berbagai topik riset, rangkaian konferensi juga disemarakkan dengan penyelenggaran beberapa workshop seperti penulisan artikel untuk jurnal internasional, urban walking and sensory methods, photobook and design thinking serta komunikasi lingkungan. (*/lip)
There is no ads to display, Please add some