Rektor UII Prof Fathul Wahid: Dunia Akademik Indonesia Berduka

beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengatakan dunia akademik Indonesia sedang berduka. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa bulan terakhir dimana beragam kisah pahit bermunculan ke permukaan, di antaranya publikasi abal-abal di jurnal predator, pembatalan gelar profesor, obral gelar akademik, plagiarisme dan sederet pelanggaran akademik lainnya.

Sebagian orang berpendapat, ini baru puncak gunung es. Gunungnya sendiri belum terlihat. “Semoga pendapat ini salah. Jika pun benar, kita sudah tidak kaget karena sudah diberi peringatan,” kata Rektor UII Prof Fathul Wahid dalam sambutan pada acara penyerahan SK Kenaikan Jabatan Akademik Profesor kepada Dr Drs Unggul Priyadi MSi dari Kemendikbud Ristek melalui LLDikti Wilayah V DIY, Rabu 6 November 2024.

Bukan untuk menghibur diri, kata Fathul Wahid, kasus serupa juga terjadi di banyak konteks lain. Misalnya, laporan yang diturunkan oleh Nature, jurnal ilmiah terkemuka, di akhir 2023, menyentakkan. Dalam laporan itu disebutkan bahwa dalam setahun saja, lebih dari 10.000 artikel jurnal ditarik (retracted) dari peredaran (van Noorden, 2023).

Prof Unggul Priyadi (tengah) terima SK Guru Besar. Foto: Humas UII

Dalam laporan tersebut, menurut Prof Fathul Wahid, disebut beberapa negara penyumbang artikel diretraksi dalam dua dekade terakhir: Saudi Arabia, Pakistan, Rusia, dan Tiongkok. Alasan penarikan artikel beragam, mulai dari pelanggaran akademik, dugaan pelanggaran akademik, plagiarisme, kesalahan, sampai dengan duplikasi publikasi (Steen, Casadevall & Fang, 2016). 

Namun, ada perubahan pola sebab dibandingkan waktu lampau (Li & Shen, 2024). Jika awalnya, penarikan karena alasan tradisional, yaitu tindakan individual yang kadang-kadang, seperti pabrikasi, falsifikasi, plagiarisme, dan duplikasi. Pada beberapa waktu terakhir, sebab retraksi artikel bertambah, termasuk reviu sejawat yang dipalsukan, pabrik artikel (paper mill) yang melibatkan jaringan atau sindikat, dan penggunaan kecerdasan buatan secara tidak etis. 

“Indonesia memang tidak disebut dalam laporan itu. Namun, artikel Macháček dan Srholec (2021) yang terbit di Scientometrics memasukkan Indonesia dalam daftar. Sekitar 16,73% artikel yang ditulis oleh peneliti Indonesia masuk ke dalam jurnal yang diduga predator. Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Kazakhstan. Betul, artikel tersebut akhirnya ditarik secara sepihak oleh editor kepala, namun kedua penulis tidak setuju. Akhirnya, kedua  penulis melakukan protes dengan mengirimkan ulang artikel  tersebut di jurnal lain. Artikel diterima untuk diterbitkan oleh Quantitative Science Studies pada 6 Agustus 2022 (Macháček & Srholec, 2022). Jurnal ini adalah outlet resmi International Society for Scientometrics and Informetrics (ISSI) yang diterbitkan oleh MIT Press Direct,” kata Prof Fathul Wahid.

BACA JUGA:

Dikatakan, kisah suram ini tentu sangat menyedihkan karena terjadi di kampus yang sejatinya menjadi pengawal moral bangsa. “Atau jangan-jangan saya yang salah, karena menaruh harapan terlalu tinggi terhadap warga kampus (termasuk saya sendiri), yang tidak berbeda dengan elemen masyarakat lainnya. Namun, sikap fatalis ini, sudah diberi jawaban oleh Noam Chomsky (2017),” tambah Fathul Wahid.

Menurut Prof Fathul Wahid, warga kampus yang disebut para intelektual ini mempunyai tanggung jawab besar karena previlesenya sebagai kaum terdidik. Pertanyaannya, mengapa sampai terjadi pelanggaran integritas akademik? Beragam jawaban awal bisa diberikan, termasuk diantaranya adalah tekanan publikasi di tengah beban yang sudah tinggi, godaan iming-iming remunerasi yang disalahpahami, godaan potensi pendapatan untuk mereka yang terlibat dalam sindikasi (lihat misalnya Joelving, 2024), persaingan antarkampus yang salah kaprah, pemaknaan lain atas definisi integritas akademik, atau memang murni ketidaktahuanterutama untuk dosen pemula. 

Apa dampaknya ketika pelanggaran integritas akademik dibiarkan? Menurut Rektor UII, salah satunya adalah normalisasi pelanggaran yang dianggap sebagai kewajaran. Apa yang terjadi selanjutnya? Imaginasi liar kita bisa ke mana-mana, termasuk kompas integritas yang semakin tumpul dan kepercayaan publik terhadap kampus semakin tergerus. “Tentu, ini bukan keadaan yang kita inginkan bersama,” kata Rektor UII. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *