TPP Diberhentikan Sepihak, DPP APMDN Minta DPR RI Panggil Menteri Desa dan PDT

beritabernas.com – Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (DPP APMDN) meminta Komisi V DPR dan Ombusmen RI untuk segera memanggil Menteri Desa dan PDT. Pemanggilan dilakukan untuk dimintai penjelasan atau pertanggungjawaban atas pemberhentian sepihak Tenaga Pendamping Profesional (TPP).

Pemberhentian atau PHK sepihak itu dilakukan oleh Kementerian Desa PDT terhadap Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dari mulai level Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa (PD), Tenaga Ahli Peberdayaan Masyarakat Kabu/Koya (TAPM Kab/Kota), TAPM Provinsi dan TAPM Pusat, yang jumlahnya
ribuan orang.

Dalam siaran pers yang ditandatangani Sukoyo selaku Ketua Umum DPP APMDN dan dan Nurul Hadi (Sekjen), tertanggal 6 Maret 2025 dan diterima beritabernas.com, Kamis 6 Maret 2025, DPP APMDN memohon kepada Komisi V DPR dan Ombusmen RI agar mengundang/memanggil Menteri Desa dan PDT untuk dimintai penjelasan/pertanggungjawaban atas kebijakan pengelolaan TPP.

Selain itu, mengembalikan mekanisme/ proses perpanjangan kontrak kerja TPP tahun 2025 sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan maupun keputusan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi terkait perpanjangan kontrak kerja TPP.

Kemudian, mengaudit secara forensik aplikasi perpanjangan kontrak TPP exsisting 2024 yang tidak masuk dalam SK TPP tahun 2025 untuk mengetahu apakah yang tidak masuk dalam SK TPP tahun 2025 sdh memenuhi persyaratan atau tidak, karena bagi yang tidak masuk SK 2025, tidak diberikan hak klarifkasi, kecuali uuntuk wilayah Papua dan Maluku.

BACA JUGA:

“DPP APMDN bersedia diundang untuk memberikan penjelasan lebih lanjut tentang surat ini dihadapan Komisi V DPR RI dan Ombusdmen RI sesuai mekanisme yang berlaku,” tulis Sukoyo dan Nurul Hadi dalam siaran pers itu.

PHK sepihak

Menurut Sukoyo dan Nurul Hadi, Kemendesa PDT memutus kontrak kerja (PHK)sepihak sekitar 2.000 orang TPP existing sampai dengan 31 Desember 2024 tanpa penjelasan dan melanggar peraturan, dengan penjelasan bahwa TPP yang tidak dilanjutkan kontrak kerjanya, faktanya telah memenuhi syarat perpanjangan kontrak kerja sesuai Keputusan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 143 tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa serta surat Kepala BPSDM Nomor 680/SDM.00.03/XII/202, tanggal 9 Desember 2024, Hal: Perpanjangan Kontrak Kerja Tenaga Pendamping Profesional Tahun Anggaran 2025, yaitu (i) nilai evaluasi kinerja tahun sebelumnya minimal B, (ii) surat permohonan dikontrak kembali, dan (iii) daftar riwahat hidup (curriculum vitae); b. Keputusan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 143 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa esensinya telah mengatur mekanisme perpanjangan kontrak baru TPP yaitu melalui proses pengadaan barang dan jasa oleh PPBJ dengan memperhatikan hasil evaluasikinerja TPP bersangkutan pada tahun anggaran sebelumnya.

Sementara terhadap TPP yang telah ditetapkan berdasarkan SK Kepala BPSDM Kemendesa PDT tahun 2025 pun diperhadapkan dengan permasalahan yang tidak berdasar, yaitu disampaikannya syarat menandatangani Surat Pernyataan yang berisi 4 pernyataan yakni, pertama, selama menjadi TPP saya tidak pernah melanggar UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 2017;

Kedua, apabila di kemudian hari saya terbukti pernah mencalonan diri sebagai calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD Provinsi dan atau calon DPRD Kab/Kota tanpa didahului dengan pengunduran diri dan cuti sebagai TPP, maka saya bersedia diberhentikan secara sepihak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemedesa PDT; Ketiga, apabila di kemudian hari terdapat kerugian negara yang ditimbulkan atas perbuatan saya, maka saya bersedia mengembalikan kerugian keuangan negara tersebut;

Keempat, apabila di kemudian hari ternyata saya ingkar terhadap surat pernyataan yang saya buat, saya siap dituntut secara hukum.

Menurut DPP APMDN, surat pernyataan tersebut bertentangan dengan regulasi Kemendesa PDTT
sebelumnya, yaitu Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi No 4 tahun 2023 tentang
Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi No 18 tahun 2019 tentang Pedoman Umum Pendampingan masyarakat Desa dan Keputusan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 143 Ttahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pendampingan Masyarakat Desa, yang di dalamnya tidak satu pun pasal atau ketentuan yang mengatur tentang TPP yang mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD Provinsi dan/atau calon anggota DPRD Kab/Kota.

Selain itu surat pernyataan bagi TPP yang akan ditandatangani seharusnya dibuat sebagai pernyataan untuk waktu yang akan datang, bukan berlaku surut atau bersifat retroaktif. Kemudian, UU Pemilu secara prinsip tidak mengikat TPP yang mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD Provinsi dan/atau calon anggota DPRD Kab/Kota, sesuai Surat KPU RI nomor
582/PL.01.4-SD/05/2023 tanggal 9 Juni 2023 tentang Pekerjaan sebagai TPP, dan Surat Kemendesa PDTT Nomor 1261/HKM.10/VI/2023 tanggal 27 Juni 2023 perihal Jawaban Tentang Pekerjaan sebagai TPP.

Kemudian, berdasarkan surat menyurat KPU dan Kemendesa PDTT tersebut maka KPU
maupun Bawaslu telah meloloskan calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon anggota DPRD Provinsi dan/atau calon anggota DPRD Kab/Kota dari unsur TPP untuk mengikuti proses Pemilu dan kurang lebih 1.077 orang di antaranya yang telah terpilih.

Menurut DPP APMDN, apabila surat pernyataan tersebut etap diberlakukan, maka akan menimbulkan persoalan hukum bagi 1.077 orang TPP yang pada tahun 2024 telah terpilih menjadi calon anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi dan/atau anggota DPRD Kab/Kota sebagai Caleg dan lolos Pemilu
akan mengalami PHK. (*/lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *