beritabernas.com – Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD mengatakan ada banyak alasan civitas akademika UII maupun perguruan tinggi lainnya dan berbagai elemen masyarakat menolak revisi UU TNI. Di antaranya Indonesia punya sejarah kelam sebelum reformasi yakni ketika dwifungsi ABRI (kini TNI, red) masih berjalan dan kita menjadi saksi ada banyak hal yang harus kita sesali dan kita tidak ingin itu terulang kembali.
“Mulai dari terancamnya demokrasi, melemahnya supremasi sipil dan potensi pelanggaran HAM maupun represi yang dilakukan oleh militer sehingga masyarakat sipil menjadi ketakutan untuk menyampaikan aspirasi, menjadi enggan untuk mengambil resiko. Ketika terjadi penyelewengan tidak bisa bersuara dengan jernih dan lantang tanpa ketakutan,” kata Rektor UII Prof Fathul Wahid dalam Aksi UII yang diisi orasi oleh civitas akademika UII dan Dosen UGM di Ruang Teatrikal Lantai 2 Gedung Kuliah Umum Prof Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII, Rabu 19 Maret 2025.

Selain orasi yang disampaikan secara bergantian oleh mahasiswa, tenaga kependidikan dan dosen termasuk dua orang Dosen FH UGM Zaenal Arifin Mochtar dan Herlambang Perdana W juga disampaikan pernyataan sikap dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) UII, dan Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum UII Terhadap Draf Revisi UU TNI.
Menurut Prof Fathul Wahid, kampus harus memulai untuk menyuarakan penolakan itu karena kampus merupakan rumah intelektual yang seharusnya menjaga moral publik. Kita berharap suara lantang yang keluar dari kampus mudah-mudahan disambut oleh masyarakat sipil lain dan mudah-mudahan masih ada secercah harapan, ada ruang hati yang bisa tersentuh sehingga rencana revisi UU TNI dibatalkan.
Dosen FH UGM Herlambang Perdana dalam orasinya mengatakan, salah satu alasan kuat menolak revisi UU TNI karena Indonesia adalah negara hukum dan itu jelas sekali ada dalam konstitusi. Elemen negara hukum sangat jelas.

Menurut Herlambang Perdana, supremasi sipil hendak dikikis dengan adanya revisi UU TNI. Problem demokrasi menjadi terancam. Karena itu, kewajiban kampus untuk menjaga nafas supremasi sipil.
Sementara Prof Masduki, Dosen Ilmu Komunikasi UII yang juga Direktur PSAD UII, mengatakan, ada beberap alasan untuk menolak revisi UU TNI. Di antaranya adalah revisi RUU TNI melawan akal sehat tentang bagaimana seharusnya negara demokrasi dekelola yaitu supremasi sipil atas militer. Militer seharusnya menjadi instrumen pertahanan negara. Dia berada di barak, dia berada di depan ketika terjadi konflik militer, konflik bersenjata. Kemudian dia melakukan langkah-langkah pengembangan kompetensinya. Fokus di situ.
Sementara revisi UU TNI sebagai upaya untuk menambah kegiatan atau pekerjaan TNI di luar kompetensinya. Jadi, revisi ini sebetulnya tidak dalam rangka apa yang menjadi amanah reformasi yakni kembalikan atau hapus dwifungsi TNI dan kuatkan TNI sebagai aparat keamanan negara.
BACA JUGA:
- Civitas Akademika UGM Menuntut Pemerintah dan DPR Batalkan Revisi UU TNI
- Relawan Perjuangan Demokrasi dan Aktivis 98 Djogja Tolak Revisi UU TNI
“Jadi yang muncul adalah upaya-upaya untuk menambah ruang bagi otoritas TNI untuk masuk sektor-sektor sipil,” kata Prof Masduki seraya menambahkan bahwa proses revisi UU TNI juga melawan moralitas, melawan prinsip-prinsip negara demokrasi.
Dosen FH UGM Zaenal Arifin Mochtar yang juga tampil berorasi dalam Aksi UII ini menilai proses revisi UU TNI menunjukkan betapa pongahnya negara melakukan apa yang mereka inginkan dibandingkan dengan apa yang diinginkan publik. Kita harus ingat bahwa totonan ini bukan tontonan baru tapi tontonan yang relatif berulang. Jadi, jangan salahkan ketika ada aktivis yang tiba-tiba masuk ke ruang pembahasan karena ini merupakan kegiatan yang berulang berkali-kali mulai dari UU KPK, Cipta Kerja, UU BUMN dan lain-lain.

Karena itu, menurut Zaenal Arifin Mochtar, perlawanan terhadap revisi UU TNI harus dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap kepongahan negara. “Negara sudah terlalu pongah dalam membuat aturan, yang itu barangkali membuat teman-teman dosen fakultas hukum bingung ketika harus mengajarkan apa. Bingung mau mengajarkan apa kepada mahasiswa ketika negara terlalu pongah mengangkangi semua proses pembuatan UU,” kata Zainal Arifin.
Selain menunjukkan kepongahan, menurut Zaenal, negara sedang menunjukkan mismanagement, pengelolaan negara yang tidak benar.
Aksi UII dengan tagar #KampusTolakDwifungsi, #Indonesiagelap dan #Peringatandarurat ini dihadiri ratusan mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikanUII dan beberapa dari luar UII. Meski berlangsung dalam ruang ber-AC, namun aksi yang diisi dengan parade orasi, pembacaan puisi dan pernyataan sikap ini, berlangsung penuh semangat dengan teriakan-teriakan: Reformasi, hidup; Demokrasi, hidup; RUU TNI, tolak. (lip)