Di Tengah Keterbatasan, Romo-Romo SCJ Melayani Umat Pedalaman Papua dengan Gembira dan Penuh Kasih

beritabernas.com – Di tengah keterbatasan dalam berbagai hal, Imam-Imam atau Romo-Romo dari Kongregasi SCJ yang bertugas di pedalaman Papua tetap semangat melayani umat dengan gembira dan penuh kasih. Mereka selalu gembira dan bahagia menjalankan tugas pelayanan dan penggembalaan.

Seperti dilakukan Romo Paulus Driyan Suwandi SCJ, yang melayani umat di Paroki Maria Bintang Samudera Kokonao (pesisir Arafuru), Keuskupan Timika selama 6 tahun. Dalam sharing pelayanan yang disampaikan kepada media, Romo Driyan Suwandi mengaku hanya melayani 5 stasi, tapi wilayahnya paling jauh.

Ia mengaku secara pribadi dan batin merasa cukup dekat dengan wilayah dari Mupuruka sampai barat jauh karena selama 3 tahun terakhir sering dilayaninya. Menurut Rm Driyan, masing-masing stasi punya karakter yang beda-beda,tapi rata-rata cukup menggembirakan. Setidaknya masing-masing stasi mempersiapkan diri dengan baik untuk perayaan Ekaristi Kudus.

Menurut Rm Driyan, umat yang berkumpul untuk perayaan Ekaristi selalu banyak dan full. Sejauh mereka ada rejeki (hasil laut, hasil kebun dan berburu) pasti akan selalu diberi bagian untuk pastor. Yang paling jauh Stasi Unito, butuh perjuangan yang lebih.

Dari stasi Potoway yang paling jauh (8 jam dari Kokonao, dengan perahu) mesti numpang mobil perusahaan lagi sekitar 1,5 jam lalu lanjut jalan kaki sekitar 4-5 jam.

Rm Yohanes Haryoto SCJ bersama anak-anak. Romo Haryoko bertugas di stasi-stasi Paroki Kokonao (pantai selatan Arafuru) Keuskupan Timika. Foto: Istimewa

“Stasi Unito termasuk yang paling menggembirakan swcara batin karena penerimaan umat sangat antusias dan begitu merindukan hadirnya gembala di sana. Guru-guru yang tugas di wilayah ini sangat membantu pelayanan paroki. Mereka terlihat antusias, kompak dan penuh sukacita, termasuk para petugas kesehatan yang bertugas di setiap stasi meskipun tidak semuanya Katolik. Para guru bisa kerjasama dengan para dewan stasi untuk mempersiapkan perayaan liturgi gereja. Mari kita saling mendukung dan mendoakan,” kata Rm Driyan.

Sementara Romo Yohanes Haryoto SCJ, yang membantu di stasi-stasi paroki Kokonao (pantai selatan Arafuru) Keuskupan Timika punya pengalaman pelayanan yang hampir sama. Menurut Romo Haryoto, sesuai jadwal misa Minggu Palma di Stasi Aikawapuka pada Minggu 13 April 2025 dimulai jam 08.00, namun umat baru kumpul jam 09.00.

Dalam misa tersebut, yang menerima komuni sekitar 175, sementara anak-anak yang hadir sangat banyak. Romo Haryoto mengaku berada di tengah umat miskin, lapar dan kurang gizi. Seandainya Tuhan Yesus yang datang, apa yang akan dibuat? Apakah Ia juga berkata: “Kamu yang harus memberi mereka makan!”

BACA JUGA:

Sementara bila Romo Haryoto membawa lima pack coklat pasti malah menimbulkan rebutan karena tidak cukup. “Kalau Tuhan Yesus sih bisa menggandakan dua ikan dan lima roti. Kalau saya, yang bisa kuberi adalah empati…sabda Tuhan, Tubuh Tuhan Yesus dan berkat,” kata Romo Haryoto.

Dalam situasi tersebut, Romo Haryoto bersyukur karena bukan ahli liturgi. Seandainya ia seperti romo (yang ahli liturgi) wajahnya pasti abang ireng karena tak tahan. Mengapa?

“Bayangkan: Minggu Palma lagu antar bacaan “Firman Tuhan halus mengundang…alleluia”. Lagu selingan kisah sengsara “Tenang-tenang mendayung”. Komuni lagu “Natal”. Karena saya lebih spiritualis, saya membayangkan bahwa mereka sudah di surga dengan polos dan lugu. Rasanya sudah tidak mengenal waktu, timeless, kenikmatan saja. Rasanya Tuhan Allah juga tidak mempermasalahkan. Mereka datang memenuhi gereja. Anak-anak duduk manis. Ibu-ibu tak bersuara dengan wajah beku tanpa senyum. Hadir dengan polos dan lapar sudah terberkati,” kata Romo Haryoto seraya berdoa: “Berbahagialah mereka yang miskin dan hadir dalam keluguan!” (*/lip)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *