Dr Raden Stevanus: Transformasi Digital Bukan Lagi Pilihan, Tapi Kebutuhan

beritabernas.com – Dr Raden Stevanus Christian Handoko S.Kom MM, pakar transformasi digital yang juga Anggota DPRD DIY, mengatakan, transformasi digital bukan lagi menjadi sebuah pilihan tapi kebutuhan mutlak. Hal ini terjadi karena perubahan global yang didorong oleh pesatnya kemajuan teknologi.

“Teknologi telah mendisrupsi hampir semua sektor. Dunia berubah dan pelaku usaha harus berubah bersama,” kata Dr Raden Stevanus dalam acara bertajuk Digital Transformation to Scale Up Your Business, yang digelar oleh Asosiasi Pengusaha Kreatif Jaya (APKJ) di GIK UGM (Blok 71), pada Senin 14 April 2025.

Dr Raden Stevanus sebagai pembicara utama membuka mata audiens akan urgensi beradaptasi di era digital yang serba dinamis. Dengan latar belakang lebih dari 12 tahun di bidang teknologi informasi dan sebagai anggota DPRD DIY, Dr Raden Stevanus menyampaikan materi yang tajam, mendalam, sesuai dengan konteks kekinian.

Para narasumber dan peserta dalam acara bertajuk Digital Transformation to Scale Up Your Business, yang digelar oleh Asosiasi Pengusaha Kreatif Jaya (APKJ) di GIK UGM (Blok 71), pada Senin 14 April 2025. Foto: Istimewa

Menurut Dr Raden Stevanus, transformasi digital tidak cukup sekadar mengganti alat konvensional dengan teknologi baru. Namun, yang dibutuhkan adalah perubahan pola pikir, pembaruan model bisnis dan kesiapan menyeluruh yang mencakup infrastruktur, sumber daya manusia, kebijakan dan ekosistem yang mendukung.

“Digitalisasi sudah jadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Tapi banyak pelaku UMKM masih bingung harus mulai dari mana. Di sinilah pentingnya asesmen kesiapan digital dan peta jalan yang jelas,” kata Dr Raden Stevanus, Anggota DPRD DIY dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini.

Ia juga menyoroti perlunya peningkatan literasi digital agar masyarakat tidak sekadar menjadi pengguna teknologi, melainkan pencipta solusi yang relevan dan berdampak.

Salah satu poin krusial yang disampaikan Dr Raden Stevanus adalah minimnya regulasi daerah yang berpihak pada percepatan digitalisasi. DIY, misalnya, hingga kini belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) khusus terkait transformasi digital.

“Tanpa regulasi yang tepat, digitalisasi bisa mandek di tengah jalan. Pemerintah daerah perlu menyadari bahwa kebijakan bukan untuk membatasi inovasi, tapi menjadi jembatan menuju perubahan,” kata Dr Raden Stevanus.

Ia pun mendorong adanya kesadaran kolektif di kalangan pemangku kepentingan untuk membangun payung hukum yang progresif, adaptif, dan berpihak pada percepatan teknologi. Dr Raden Stevanus pun mengajak semua pihak untuk memandang transformasi digital sebagai fondasi menuju Smart Province, sebuah ekosistem cerdas yang mengintegrasikan layanan publik, aktivitas ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat dengan teknologi.

“Smart Province bukan jargon kosong. Ia harus dimulai hari ini, dari usaha-usaha kecil yang mulai berani bertransformasi,” kata Dr Raden Stevanus yang sudah periode kedua menjadi Anggota DPRD DIY ini.

Ia menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk membangun ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan. “Pemerintah menyiapkan infrastruktur dan regulasi, sementara sektor swasta membawa inovasi. Ini bukan kerja satu pihak, melainkan gerakan kolektif,” tutur Dr Raden Stevanus

Selain Dr Raden Stevanus, acara ini juga menghadirkan dua narasumber yang tak kalah inspiratif yakni Dyan R Sinukarta dari AsiaQuest Indonesia dan Ahmad Syaifulloh, CTO Chikin.

Dyan menyoroti pentingnya pendekatan etis dan edukatif dalam pendampingan digitalisasi UMKM. “Transformasi digital bukan cuma soal teknologi. Ini soal kesiapan mental, budaya dan nilai. Kami ingin UMKM tidak hanya keren secara digital, tapi juga relevan dan berdampak,” kata Dyan.

BACA JUGA:

Sementara Ahmad berbagi pengalaman konkret tentang bagaimana Chikin berhasil mentransformasi industri peternakan ayam dari sistem konvensional ke bisnis berbasis teknologi tinggi. “Ada dua kunci sukses digitalisasi: infrastruktur teknologi yang kuat dan manajemen perubahan budaya di internal organisasi,” kata Ahmad.

Chikin kini telah menggunakan teknologi AI dan IoT dalam operasionalnya—memberikan contoh nyata bagaimana inovasi bisa menyentuh sektor paling tradisional sekalipun.

Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari berbagai komunitas, mulai dari pelaku UMKM, startup, akademisi, hingga masyarakat umum yang antusias mengikuti sesi demi sesi. APKJ sendiri menegaskan akan terus melanjutkan program edukatif semacam ini sebagai bagian dari komitmennya untuk empercepat transformasi digital sektor ekonomi kreatif di Yogyakarta.

“Kami percaya bahwa transformasi digital adalah jalan bagi UMKM untuk naik kelas. Dan itu harus dimulai sekarang,” ujar perwakilan APKJ. (lip)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *