Food & Beverage Bootcamp, Forum 141 Chef Archipelago Tingkatkan Kapasitas Bisnis

beritabernas.com – Archipelago International menyelenggarakan Archipelago Food & Beverage Bootcamp 2025 di Alana Malioboro, pada 9-12 Juni 2025. Dengan mengangkat tema F&B Holistic Business Approach, forum yang diikuti 141 chef dan F&B manager di seluruh Indonesia ini sebagai supaya para chef dan f&b manager naik kelas perspektif bisnisnya.

“Ada dua hal yang tak bisa kita ubah. Perekonomian dan kebijakan pemerintah. Maka, alih-alih gelisah dengan sesuatu yang tak mengubah apa-apa, kami mengajak untuk memperbaiki apa yang bisa diubah,” ”ujar Winston Hanes, Senior Vice President of Operations at Archipelago International.

Realistis sekaligus optimistis, Winston mengajak 136 chef dan food and beverage manager se-Indonesia untuk berbenah secara internal. Berbicara di Archipelago Food & Beverage Bootcamp 2025, Senior Vice President of Operations at Archipelago International ini menyampaikan bahasan tentang solving the daily struggles atau mencari solusi atas persoalan sehari-hari.

Winston mengingatkan, bisnis besar perhotelan dibangun dari hal kecil-kecil. Namun, jika yang kecil-kecil itu tidak beres, tidak ada bisnis besar. Beberapa hal kecil yang disampaikan secara serius namun ringan di antaranya melakukan briefing untuk staf setiap hari, kontrol konsistensi kualitas penyajian, usut sisa makanan dan berikan apresiasi sekecil apa pun atas kreativitas tim.

Para peserta Archipelago Food & Beverage Bootcamp 2025 di Alana Malioboro, pada 9-12 Juni 2025. Foto: Istimewa

Menurut Winston, pada hal-hal kecil itu tampak siapa yang punya passion dalam bekerja. Tanpa passion, tanpa kecintaan pada apa yang dikerjakan, kerja menjadi membosankan. Bisa dibayangkan, menu seperti apa yang akan disajikan oleh pekerja yang tidak ada hati di sana?

Padahal, kepuasan tamu, yang adalah ujung dari bisnis perhotelan, bukan semata karena menunya, melainkan karena kesan atas menu yang disantapnya. Maka penting untuk mengemas setiap menu sebagai cerita. “Setiap hidangan jadikan cerita. Dengan cara apa? Salah satunya dengan menyampaikan apa yang khas dari hidangan itu. Untuk ini, chef harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Bukan hanya kepada tamu, namun juga kepada tim,” kata Winston.

Winston lalu menjelaskan pentingnya kemampuan mengungkit penjualan (upselling). Jangan hanya diam ketika menyodorkan menu. Berkata-katalah apa menu yang istimewa. Kata Winston, banyak tamu pada awalnya tidak tahu apa yang mau mereka pesan. Dengan upselling, bukan hanya tamu terbantu, tapi menu yang awalnya tidak favorit bisa terangkat. Di belakang, tidak ada bahan makanan atau minuman yang tersisa atau terbuang. Penghematan lewat pengungkitan pada ujungnya mempengaruhi pendapatan perusahaan.

“Untuk itu, chef dan f&b manager harus rajin turun ke bawah. Menyapa tim. Ngobrol. Cek dapur. Cicipi setiap masakan setiap hari untuk pastikan kualitas rasa dan penyajian. Dengan begitu terjadi saling respek. Ciptakan rasa berharga lewat apresiasi. Ini supaya tim dapur juga memiliki kebanggaan atas setiap detail hidangan yang mereka masak dan sajikan. F&b is not a job. It’s a craft,” tukas Winston.

BACA JUGA:

Perhatian-perhatian kecil, detail, dan personal itu penting. Hospitalitas dimulai dari sini. Tugas pemimpin mengerjakan ini sepenuh hati.

Memimpin Gen Z: menjadi teman, menjadi figur

Pertanyaan berikutnya, bagaimana menjadi pemimpin yang sepenuh hati itu? Terutama, bagaimana menjadi pemimpin bagi gen z, pekerja-pekerja zaman ini?

Yohanes Sulistiyono Hadi dan Berry Naurika, Regional General Manager Archipelago International dari dua area berbeda di Indonesia, berbagi pengalaman. Dipandu Denny S Wasana, Corporate Food and Beverage Manager Archipelago International, mereka bercerita dengan nada yang sama: setiap generasi punya pendekatan yang khas.

Dimulai dari situasi. Ada beberapa kekhasan gen z. Life balance sangat populer dilekatkan pada generasi ini. Mereka ingin bekerja dalam situasi yang nyaman. Enjoy. Kenyamanan ini tentang secure, bukan comfort. Generasi ini tidak bisa ditekan apalagi ditakut-takuti. Namun mereka mudah cemas. Mereka tidak suka dibanding-bandingkan. Mereka suka disamakan.

Untuk itu, kata Yohanes, memimpin gen z butuh kesediaan pemimpin untuk duduk dan berdiri sejajar dengan mereka. Menemani. “Mereka butuh figur,” ujar Yohanes yang menempatkan diri sebagai “mbahnya gen z” ini. Selama ini, figur mereka ada di media sosial. Jauh. “FBM dan Chef mesti switching ini,” saran Yohanes.

Sudah ia lakukan. Yohanes gemar ikut futsal. Ajakannya ia lontarkan secara bercanda, “Yang nggak ikut kariernya terancam.” Berbondong-bondonglah mereka ikut. Bukan karena takut tetapi karena aktivitas ini menyenangkan bagi mereka. Bermain membuat mereka melebur, akrab satu sama lain. Usai bermain, Yohanes ngajak mereka ngobrol satu-satu. Terungkap di situ suasana batin mereka dalam bekerja. Terungkap juga apa yang mereka inginkan supaya lebih bergairah dalam bekerja.

Obrolan itu bisa cair karena pemimpin mereka membaur sebagai teman. Bukan sebagai atasan. Nah, menjadi teman bagi gen z itu penting. Mereka merasa setara. “Kita tidak memasuki dunia mereka. Kita hanya memasuki habit mereka,” tandasnya.

Dari kiri ke kanan: Yohanes Sulistiyono (Regonal GM Central), Denny Wasana (Corporate FB Manager) dan Berry Naurika (Regional GM West). Foto: Istimewa

Gen z juga punya kekhasan lagi. Mereka suka dipuji. Pujian personal dan seketika. Yohanes menyarankan agar FBM dan chef gemar memuji. Apresiasi setiap kreativitas mereka. “Lakukan harian dalam briefing,” anjurnya.

Pujian atas kreativitas itu penting. Gen z belum tahu gambar besar bahwa hal-hal kecil yang mereka kerjakan itu berarti besar bagi perusahaan. Mereka juga kadang takut jika apa yang mereka buat memunculkan biaya. Tugas pemimpin untuk mengangkat mereka ke pandangan yang lebih luas. “Jangan fokus pada biaya. Fokuslah pada profit. Dan profit terutama yang berharga bagi perusahaan adalah kepuasan tamu,” kata Yohanes seraya menyarankan agar masuki kebiasaan gen z.

Ketika dunia mereka saat ini adalah dunia media sosial, berikan keleluasaan untuk itu. Dorong mereka untuk memanfaatkan hape mereka untuk membuat foto dan video atas menu-menu yang mereka siapkan. Promosikan di media sosial. Gen z suka dengan aktivitas ini. Perusahaan pun terbantu. 

Imbangi juga dengan pengertian. Kata Yohanes, “Sampaikan pada mereka, bekerjalah dengan passion. Jangan berambisi sesuatu harus cepat diraih.” Untuk itu, pendekatan pada mereka pun saatnya digeser dari training ke coaching. Selain lebih personal, coaching juga fokus pada penguatan kekuatan. Ajak mereka fokus pada kekuatan tersebut. (AA Kunto A, Enam Mata Komunika)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *