beritabernas.com – Penyuluh Agama Katolik Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Yogyakarta Edelbertus Jara menghadiri pertemuan rutin Komunitas Paguyuban Flobamora (Pamor) Yogyakarta di rumah Paulinus Petor SH di Selokan Mataram Pringwulung, Condongcatur, Depok, Sleman, Minggu 15 Juni 2025 .
Dalam pertemuan rutin bulanan ini juga diisi dengan Misa Syukur pembaptisan salah satu anggota Pamor, dilanjutkan dengan arisan kecil, arisan pendidikan, dana sosial dan hal lain terkait perkembangan terbaru kehidupan komunitas/Pamor di DIY.
BACA JUGA:
- Perlu Membuka Diri agar Hidup Selalu di Jalan yang Benar
- Perayaan Ekaristi di Lembaga Pemasyarakatan: Romo Remy: Penjara Bukan Akhir dari Segalanya
Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 50 peserta mulai anak-anak, remaja, mahasiswa dan orang dewasa itu, Edelbertus Jara selaku Penyuluh Agama Katolik Kantor Kemenag Kota Yogyakarta menyampaikan beberapa hal terkait kepenyuluhan. Edelbertus menyampaikan materi terkait perintah Tuhan Yesus: “Kamu adalah Garam dan Terang Dunia” yang bersumber dari Injil Mateus 5 : 13-16. Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah dia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Dari ayat ini, Edelbertus menyampaikan beberapa poin. Pertama, identitas diri sebagai murid Kristus perlu dipertegas, tak perlu disembunyikan. Tuhan Yesus berharap supaya setiap murid atau pengikutNya mampu menunjukkan identitas diri yang dapat menjadi garam dan terang bagi sesama.

Kedua, inilah tugas perutusan kita untuk mampu berbaur dan menyatu dengan masyarakat di mana kita tinggal sekaligus menjadi terang, yakni bersikap adil, menegakkan kebenaran, membangun hidup yang damai beradasarkan kasih. “Kita menjadi garam melalui keterlibatan bersama umat lain maupun di tengah masyarakat dengan memberikan pengaruh positif,” kata Edelbertus.
Ketiga, DIY menjadi rumah bersama bagi siapa pun yang mau kuliah atau bekerja atau berlibur di wilayah tersebut. Namun ada ganjelan manakala para pendatang tidak beradaptasi atau membawa kebiasaan tak baik dari daerah mereka berasal, tak terkecuali komunitas diaspora dari NTT.
“Sudah ada stigma negatif bagi mahasiswa NTT di Yogyakarta dan terkonfirmasi ketika mahasiswa mencari kos, pemilik kos tanya dulu asalnya. Ketika tahu dari wilayah tertentu meskipiun masih ada kamar mereka tetap jawab kos sudah penuh. Hal itu terjadi karena segelintir orang NTT membuat masalah tapi berimbas ke semua orang NTT lainnya,” kata Edelbertus.

Karena itu, ia mengajak agar mulai dari diri sendiri, keluarga atau komunitas kita untuk srawung. Karena srawaung merupakan implementasi dari “kamu adalah garam dan terang dunia”. Konkretnya kegiatan di lingkunan masyarakat harus terlibat.
Dikatakan, sebagai sebuah komunitas saat ini lagi proses untuk kerja bhakti di Gereja Albertus Magnus Jetis. Mari kita sengkuyung mulai dari orangtua, mahasiswa bisa terlibat dalam kegiatan tersebut. Bagi mahasiswa, sisihkan waktu untuk tugas koor di Gereja-gereja di wilayah Sleman maupun Kota Yogyakarta yang dekat dengan kampus anda. Ini langkah kecil tapi membawa dampak sekurang-kuragnya orang tahu bahwa tidak semua orang NTT buruk (meminimalisir stigma negatif).
Setelah itu, Edelbertus mendoakan anggota komunitas Pamor Yogyakarta mulai dari yang ulang tahun di bulan Juni, pekerjaan dan perkuliahan. (*)
There is no ads to display, Please add some