beritabernas.com –Anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PDI Perjuangan MY Esti Wijayati mengatakan, praktik moderasi beragama di institusi pendidikan sangat penting. Dengan demikian, ke depan akan muncul profil pelajar Pancasila menuju Indonesia Emas 2045.
Hal itu disampaikan MY Esti Wijayati, Anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi PDI Perjuangan, untuk menanggapi kasus “pemaksaan” pemakaian hijab oleh guru BK/BP pada seorang siswa kelas X di SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul.
Menurut MY Esti Wijayati, kasus “pemaksaan” pemakaian hijab pada seorang siswa kelas X di SMA Negeri 1 Banguntapan Bantul mendapat begitu banyak tanggapan dari berbagai pihak baik yang melakukan “pembelaan” terhadap pihak sekolah maupun yang secara tegas menyatakan bahwa yang dilakukan oleh pihak sekolah adalah salah dan perlu diberikan sanksi kepada pihak-pihak yang harus bertanggung jawab.
Baca berita terkait:
- Ketua Komisi A DPRD DIY: Peristiwa di SMA Negeri 1 Banguntapan Jangan Terulang
- Sekolah Paksa Pakai Jilbab, Jaringan Masyarakat Sipil Desak Disdikpora DIY Beri Sanksi Tegas
- Komisi D DPRD DIY: Pemda DIY Harus Beri Sanksi Tegas pada Pelaku Perundungan di SMAN 1 Banguntapan
- Hijab dan Bias Pendidikan Umum
MY Esti Wijayati mengungkapkan,dari penelusuran yang telah dilakukan, anak tersebut mengalami depresi karena merasa menerima “tekanan”yang mengakibatkan keluarga (ibunya) ikut menanggung beban yang tidak ringan.
Anak tersebut tidak mungkin lagi merasa nyaman sekolah di SMA N Banguntapan sehingga mau tidak mau harus mencari sekolah baru (dikomunikasikan oleh Dikpora DIY) tentu persoalannya bukan semata-mata anak bisa kembali sekolah meski di tempat yang berbeda. Namun, ada persoalan mendasar dimana kita tidak mampu memberikan perlindungan dan rasa aman kepada anak tersebut.
Karena itu, Anggota DPR RI dari daerah pemilihan DIY ini berharapa persoalan tersebut menjadi pintu masuk untuk bisa mengurai peristiwa-peristiwa serupa yang kemungkinan terjadi di banyak sekolah dan sudah berlangsung sekian lama di DIY.
“Kita perlu mengusut dan menyelesaikan secara tuntas persoalan tersebut agar semua pihak terkait dengan dunia pendidikan memahami apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi dari institusi pendidikan yang ada,” kata MY Esti Wijayati dalam siaran pers yang diterima beritabernas.com, Kamis 4 Agustus 2022.
Menurut Esti Wijayati, penting bagi seluruh tenaga pendidik untuk memahami apa yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2, yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Ini merupakan jaminan resmi dari negara. Sekaligus memahami soal UU Perlindungan Anak karena sekolah-sekolah dalam kesehariannya berhadapan langsung dengan anak-anak,” kata Esti Wijayati.
Dikatakan, sekolah memang sudah mempunyai kurikulum pendidikan yang menjadi acuan dalam kegiatan belajar-mengajar. Setiap mata pelajaran sudah ditentukan apa yang diharapkan diketahui, dipahami, dan dapat dikerjakan oleh peserta didik, setelah menyelesaikan suatu periode belajar. Dengan kata lain, capaian pembelajaran sudah jelas sesuai yang ada di dalam kurikulum pendidikan. Tentu materi pembelajaran pun melalui modul-modul yang telah disiapkan oleh Kemendikbud sudah mencakup materi-materi yang harus dikuasai oleh anak didik, maka mestinya itulah yang menjadi pedoman utama dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.
Menurut Esti Wijayati, kasus yang menimpa siswi SMAN 1 Banguntapan, Bantul bermula dari guru bimbingan konseling yang memakaikan jilbab kepada anak tersebut. Seyogyanya kaitan dengan seragam sekolah, tinggal mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Tindakan guru BK ini bertentangan dengan Kewajiban PNS sebagaimana tertuang dalam Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pada Pasal 3 PNS wajib: a. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah; b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Anggota DPR RI ini.
Atas tindakan salah satu guru tersebut, menurut Esti, dapat diduga oleh publik telah terjadi intoleransi kepada siswa yang seharusnya mendapatkan perlindungan oleh guru maupun sekolahnya. Hal ini tentu berpotensi melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa.
“Saya melakukan klarifikasi kepada pihak sekolah agar pemberitaan di media daring maupun media sosial tidak semakin kabur. Saya juga berharap agar Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Pemerintah Provinsi DIY untuk dapat mengusut tuntas peristiwa tersebut agar tidak semakin memperkeruh suasana masyarakat. Pun dengan siswa tersebut tidak seharusnya pindah karena “takut” dengan pihak sekolah,” kata Esti.
Ia berharap agar kepada kepala sekolah, guru bimbingan konseling dan guru lainnya bertindak menegakkan aturan mengenai seragam di sekolah-sekolah negeri itu merujuk pada aturan-aturan yang telah dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah.
Karena itu, jika terjadi pelanggaran, maka dapat diberikan sanksi sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yakni sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Saya juga berharap anak didik tersebut mendapat pendampingan secara psikologis akibat trauma karena tindakan intoleran dari sekolah. Pendampingan psikologis agar difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi DIY. Di sinilah pentingnya praktik moderasi beragama dilakukan di institusi pendidikan, agar kedepan muncul Profil Pelajar Pancasila menuju Indonesia Emas 2045,” kata MY Esti Wijayati. (lip)
There is no ads to display, Please add some