beritabernas.com – Sebagai bentuk solidaritas, komitmen dan tanggung jawab moral terhadap keadilan dan kebenaran, Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) UII melakukan pengawalan terkait pemeriksaan Eko Prasetyo dan Nasyilla Rose di Polda Jawa Timur, Kamis 9 Oktober 2025.
Eko Prasetyo dan Nasyilla Rose diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang mencuat setelah penangkapan sejumlah aktivis yang dituduh terlibat dalam peristiwa kerusuhan di Kediri pada Agustus 2025.
“Hari ini kami mengawal Mas Eko dan Mbak Cila untuk memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Polda Jatim. Ini merupakan bentuk pengawalan kami dalam memastikan proses hukum berjalan dengan baik. Selain itu, kami juga berniat untuk menjenguk M Fakhrurrozi (Paul), walaupun niat tersebut harus tertunda karena terkendala izin dari pihak kepolisian,” kata Hidayat Fathirrizqi Azmi, Ketua Umum LEM UII, dalam siaran pers yang diterima beritabernas.com, Jumat 10 Oktober 2025.
Menurut Hidayat Fathirrizqi Azmi, pengawalan dilakukan LEM UII bersama berbagai kelompok masyarakat sipil dan didampingi oleh tim kuasa hukum dari YLBHI Surabaya, Celios dan KontraS. Hal ini sebagai wujud komitmen untuk memastikan proses hukum berjalan secara transparan, adil dan menghormati hak asasi manusia.

Dalam proses pengawalan tersebut, menurut Hidayat, beberapa mahasiswa UII yang turut hadir tidak mendapatkan izin untuk memasuki area Polda Jawa Timur, meskipun telah menyampaikan maksud baik untuk mengawal dan memberikan dukungan moral terhadap jalannya pemeriksaan.
Sementara itu, rencana mahasiswa UII untuk menjenguk M Fakhrurrozi (Paul), alumni UII yang ditahan dalam perkara ini, juga harus tertunda karena terkendala izin dari pihak kepolisian.
Langkah solidaritas LEM UII ini merupakan kelanjutan dari aksi bersama mahasiswa dan civitas akademika UII yang digelar di Kampus Terpadu UII pada Senin 6 Oktober 2025 lalu. Aksi tersebut sebagai penegasan sikap UII untuk terus mengawal proses hukum terhadap para aktivis dan memastikan tidak ada praktik pembungkaman terhadap suara-suara kritis.
“Kehadiran LEM UII dan mahasiswa UII di Surabaya menjadi bukti bahwa perjuangan menegakkan nilai-nilai keadilan dan kebebasan berpikir tidak berhenti di kampus. Sebagai kampus perjuangan, UII meyakini bahwa keberpihakan kepada kebenaran dan kemanusiaan merupakan amanah moral yang harus dijaga bersama,” tegas Hidayat.
Baca juga:
- Civitas Akademika UII dan Aktivis Desak Polisi Bebaskan Semua Korban yang Ditangkap Paksa
- Setahun Pilpres 2024, PSAD UII: Pilpres Terburuk Sepanjang Sejarah Politik Indonesia
Dalam aksi yang dilakukan di Kampus Terpadu UII pada Senin 6 Oktober 2025 lalu yang juga diikuti Guru Besar Ilmu Komunikasi UII Prof Masduki, Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan UII Rohidin dan penulis/sastrawati Okky Madasari, Sivitas Akademika UII menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Tim Reformasi Kepolisian Indonesia (Polri) agar kembali pada fungsi utamanya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh publik berintegritas demi memastikan akuntabilitas institusi kepolisian.
Kedua, menuntut pembebasan saudara Muhammad Fakhrurrozi (Paul), yang dikenal luas atas kiprahnya sebagai aktivis sosial dan pembebasan seluruh aktivis di berbagai kota yang hingga kini berjumlah sekitar 946 orang.
Ketiga, menuntut transparansi penuh atas posisi, kondisi, dan status hukum saudara Paul selama berada dalam tahanan Polda Jawa Timur, termasuk akses bagi keluarga dan penasihat hukum. Keempat, menolak dan menuntut penghentian segala bentuk perburuan aktivis dengan dalih pencarian “dalang kerusuhan” atau “aktor intelektual” dalam aksi demonstrasi Agustus 2025.

Kelima, menuntut penegakan Hak Asasi Manusia secara konsisten, serta penghentian semua praktik pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara, khususnya kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berorganisasi.
Keenam, mendesak Presiden Republik Indonesia untuk membentuk Tim Reformasi Kepolisian Indonesia (POLRI) agar kembali pada fungsi utamanya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh publik berintegritas demi memastikan akuntabilitas institusi kepolisian.
“Kami menegaskan bahwa perjuangan ini bukan hanya untuk saudara Paul atau ratusan aktivis lain yang ditangkap, melainkan untuk seluruh rakyat Indonesia yang hari ini sedang dipaksa hidup dalam ketakutan, pembungkaman dan ketidakadilan,” kata Hidayat. (*/lip)
There is no ads to display, Please add some