Mahasiswa MMKP UGM Desak Pemkab Simalungun Wujudkan Kembali Hak Dasar dan Nilai Publik Masyarakat Adat Sihaporas

beritabernas.com – Sekelompok Mahasiswa Program Magister Manajemen dan Kebijakan Publik (MMKP) UGM mendesak Pemkab Simalungun, Sumatera Utara agar mewujujukan kembali hak dasar dan nilai publik masyarakat adat Sihaporas. Sebab, saat ini Masyarakat Adat Sihaporas telah kehilangan akses terhadap hutan adat dan mata pencaharian akibat konflik dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang berlangsung puluhan tahun.

Pemkab Simalungun memiliki kewajiban mutlak untuk mengakomodir Masyarakat Adat Sihaporas. “Bagaimanapun bentuknya dan apapun dalihnya, Pemkab Simalungun harus mengakomodir masyarakat adat Sihaporas karena mereka adalah masyarakat yang berada di bawah naungan dan tanggung jawab Pemkab Simalungun,” kata Muhammad Rayhan, Humas Kelompok Mahasiswa Magister Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, dalam Focus Group Discussion (FGD), Kamis 27 November 2025.

Mahasiswa Program Magister Manajemen dan Kebijakan Publik (MMKP) UGM gelar FGD secara daring. Foto: Istimewa

Dalam FGD yang dlakukan secara daring dengan tema Publicness Forum: Dekonstruksi Strategi Pengembalian Nilai Publik melalui Kolaborasi Lintas Sektoral untuk Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah yang Berkeadilan itu, Muhammad Rayhan bersama anggota kelompok Shandy, Jenny, Nova dan Dyas, mengatakan, bahwa tuntutan itu bukan sekadar masalah kolaborasi, tetapi tentang kewajiban konstitusional pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar dan mengembalikan nilai-nilai publik yang telah hilang dari masyarakat adat.

Dalam FGD yang melibatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun, Masyarakat Adat Sihaporas, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak ini menyoroti kegagalan pemenuhan hak dasar dan nilai-nilai publik terhadap masyarakat adat.

Dalam FGD itu, perwakilan Masyarakat Adat Sihaporas mengaku tidak hanya kehilangan hutan sebagai sumber kehidupan, tetapi juga kehilangan hak-hak dasar sebagai warga negara. Dan yang lebih memprihatinkan, Pemkab Simalungun dinilai cenderung berpihak pada PT TPL dan terkesan mengabaikan kepentingan masyarakat adat

Sementara itu, AMAN Tano Batak hadir mengambil peran dengan mengadvokasi dan memperjuangkan hak-hak masyarakat adat yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah.

Baca juga:

    Dari hasil FG tersebut, beberapa rekomendasi yang disampaikan yakni pengakuan dan perlindungan segera terhadap hak-hak masyarakat adat Sihaporas; pembentukan kebijakan khusus yang menjamin pemenuhan nilai-nilai publik; Penyelesaian konflik agraria dengan PT TPL yang berpihak pada masyarakat adat; penguatan kelembagaan adat melalui pendampingan berkelanjutan; dan alokasi anggaran khusus untuk pemulihan ekonomi masyarakat adat.

    Sementara perwakilan Pemkab Simalungun menyatakan siap untuk berkolaborasi, namun hal ini perlu diikuti dengan langkah-langkah konkret.

    “Kami tidak ingin pernyataan ini hanya sekedar pernyataan normatif, karenanya kami akan terus mendorong dan mengawal proses ini hingga terwujud kebijakan yang nyata. Masyarakat adat sudah terlalu lama menunggu janji-janji yang tak kunjung terealisasi,” kata Muhammad Rayhan.

    FGD ini diharapkan menjadi momentum bagi terbitnya kebijakan yang mampu mengembalikan hak-hak dasar dan nilai-nilai publik bagi Masyarakat Adat Sihaporas. (*/phj)


    There is no ads to display, Please add some

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *