Oleh: Prof Ir H Sarwidi MSCE PhD IP-U ASEAN Eng APEC Eng, Guru Besar FTSP UII dan Pengarah BNPB RI 2009- September 2025
beritabernas.com – Pulau Sumatera kembali diguncang bencana hidrometeorologi besar pada akhir November 2025. Hujan ekstrem berhari-hari memicu banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera
Utara dan Sumatera Barat.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 753 korban jiwa, 650 orang hilang, dan 3,3 juta warga terdampak langsung. Infrastruktur vital seperti jembatan, jalan raya hingga jaringan listrik lumpuh dipu luhan kabupaten/ kota.
Baca juga:
- 40 Tahun Mengabdi di UII, Prof Sarwidi Menorehkan Berbagai Karya Monumental
- Ini Pelajaran dari Peristiwa Gempabumi di Bandung dan Garut Menurut Prof Sarwidi
- Refleksi 18 Tahun Gempa Bumi 27 Mei 2006, Prof Sarwidi: Banyak Pelajaran yang Berharga
Dari sisi ekonomi, kerugian diperkirakan mencapai Rp 68,67 triliun, dengan kerusakan paling parah di sektor perumahan, transportasi, dan pertanian. Angka ini menunjukkan bahwa banjir Sumatera bukan sekadar bencana lokal, melainkan krisis nasional yang menguji ketahanan sosial dan ekonomi Indonesia.
Sesuai dengan keahlian dan pengalaman saya serta informasi dari berbagai sumber, saya mengidentifikasi tiga faktor utama di balik skala bencana ini.
Pertama, curah hujan ekstrem. Hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi berhari hari. Kedua, degradasi lingkungan. Deforestasi dan alih fungsi lahan memperparah limpasan air hujan. Ketiga, Keterbatasan infrastruktur pengendali banjir seperti tanggul, kanal,dan sistem drainase belum memadai menghadapi intensitas hujan ekstrem. Dan keempat, kesiapsiagaan masyarakat. Masih rendahnya budaya mitigasi membuat evakuasi sering terlambat.

Bencana ini juga menjadi momentum refleksi. Rekayasa kebencanaan modern harus dipadukan dengan tata kelola lingkungan yang berkelanjutan dan peningkatan kapasitas masyarakat dan berbagai unsur negara. Pembangunan infrastruktur pengendali banjir harus disertai rehabilitasi hutan dan daerah aliran sungai.
Selain itu, edukasi publik tentang kesiapsiagaan perlu diperkuat agar masyarakat tidak hanya menjadi korban, tetapi juga aktor aktif dalam mitigasi.
Banjir Sumatera 2025 adalah peringatan keras bagi siapa pun. Tanpa integrasi antara ilmu teknik, kebijakan lingkungan dan partisipasi masyarakat, bencana akan terus berulang dengan skala lebih besar. Karena itu, saatnya Indonesia menempatkan mitigasi kebencanaan sebagai prioritas nasional, bukan sekadar respons darurat. (*)
There is no ads to display, Please add some