beritabernasnews.com – Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo meluruskan narasi menyesatkan Fadli Zon, Anggota DPR RI dari Partai Gerindra, terkait kenaikan harga BBM. Yustinus Prastowo secara tegas mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah punya niat membuat masyarakat tersesat.
“Saya bantah utas Pak @fadlizon (anggota DPR Fraksi @Gerindra). Saya perlu luruskan catatan Anda dalam “Narasi Menyesatkan”. Saya rasa kita sepakat tidak ada yang mau membuat masyarakat tersesat. Kita kerja buat Republik tercinta. Maaf utasnya panjang biar jelas benderang,” cuit Yustinus Prastowo dikutip beritabernas.com dari akun twitternya.
Menurut Yustinus Prastowo, eksekusi kebijakan (menaikkan harga BBM bersubsidi, red) dilakukan pada saat momentum tekanan inflasi yang rendah agar ekspektasi tetap terjaga. Kenaikan inflasi terjadi pada kisaran 1,88 persen -2,2 persen sehingga outlook 2022 akan mencapai 6,3-6,7 persen, masih moderat dibandingkan inflasi banyak negara.
Selain itu, menurut Yustinus Prastowo, pemerintah pusat dan derah bersama BI menjaga inflasi tetap terkendali terutama harga pangan. Dampak rambatan kebijakan ini perlu diantisipasi. Untuk melindungi masyarakat yang kurang mampu & rentan, pemerintah memberikan bansos tambahan sebesar Rp 24,17 triliun guna menekan kemiskinan.
Yustinus Prastowo mengaku tren harga minyak dunia memang turun, namun rata-rata harga ICP 2022 masih relatif tinggi. Rata-rata ICP pada Januari-Agustus 2022 sebesar US$103,2. Apabila rata-rata ICP SeptemberDesember berkisar US$85-90, maka secara tahunan rata-rata akan berada di angka US$ 97,1-98,8. Ini berarti masih lebih tinggi dari basis APBN sebelumnya US$ 63.
Karena itu, Yustinus Prastowo mengatakan bahwa Presiden dan Menkeu menyatakan Rp 502 triliun adalah subsidi energi dan itu memang benar: Total untuk subsidi kompensasi BBM, listrik dan LPG 3 kg. “Saya pernah membuat utas tentang ini, jumlah Rp 502 triliun sudah saya rinci di sini, clear!” kata Yustinus Prastowo.
Perlu diingat bahwa setelah harga BBM dinaikkan pun, anggaran Rp 502 triliun tetap tidak cukup hingga akhir tahun 2022. Dengan asumsi terendah ICP di angka US$ 97/barel, hingga akhir tahun masih diperlukan tambahan Rp 89,3 triliun. “Jauh lebih besar dibanding surplus hitung-hitungaan Anda di Rp 14,8 triliun,” kata Yustinus.
Menurut Yustinus, subsidi sebagai “beban” APBN perlu diartikan secara akuntansi. Dan di tengah kenaikan harga komoditas dan risiko ketidakpastian global yang eskalatif, APBN tentu terus dioptimalkan sebagai shock absorber. Tapi tetap ada keterbatasan. “Di titik inilah leadership jadi signifikan,” katanya.
Yustinus mengatakan bahwa tidak ada pernyataan Menkeu untuk menghilangkan sepenuhnya subsidi energi. “Beliau hanya memberi hitung-hitungan kasar seberapa besar pembangunan yang dapat dicapai dengan uang sebesar Rp 502 triliun. Mengajak kita aware dan punya visi yang sama tentang pentingnya reform,” kata Yustinus.
Dan nyatanya, subsidi sebesar Rp 502 triliun tersebut akan habis bahkan membengkak. Lebih lagi, pemerintah memberikan tambahan perlinsos berupa BLT BBM sebesar Rp 24,1 triliun. “Komplementer yang semakin komplit, bukan? Kita ajak publik itu melakukan refleksi atas dilema faktual ini,” kata Yustinus.
Kemudian, menurut Yustinus, kompensasi itu sah. Pasal 66 Ayat (4) UU 19/2003 tentang BUMN (stdtd UU 11/2020 tentang Cipta Kerja) jug PP 45/2005. Di sana disebutkan bahwa apabila penugasan dari pemerintah secara finansial tidak fisibel/menguntungkan, pemerintah pusat harus memberikan kompensasi.
Lantas di mana letak kompensasi di Perpres 98/2022? Dapat dilihat pada BA999.08 fungsi ekonomi, jenis belanja lain-lain. Sementara soal kuota BBM bersubsidi akan dinaikkan setelah semua dirapatkan dan disetujui Banggar. Sebelumnya, BPH Migas dan Kementerian ESDM sudah berkoordinasi dengan Komisi VII DPR dan disetujui. Kenaikan kuota yang selama ini beredar adalah semata untuk menghitung outlook 2022.
Sebagai informasi, kenaikan di Perpres 98/2022 belum memperhitungkan habisnya kuota, namun murni karena kenaikan nilai tukar (Rp 14.350 menjadi Rp 14.450) dan harga ICP dari US$63 ke US$100 per barel. Situasi dan kondisi global dinamis, maka kita antisipatif.
“Perlu diingat juga ada faktor kenaikan nilai tukar yang Anda luput di sini dan jangan lupa juga bahwa selain menanggung kenaikan ICP, anggaran kompensasi juga digunakan untuk menutup konstanta (biaya pengadaan, distribusi, penyimpanan) dan margin Badan Usaha. Semua transparan,” katanya.
“Demikian klarifikasi dan bantahan kami. Kiranya bermanfaat bagi publik agar tak disesatkan oleh opini serampangan. Pula, Pak @fadlizon anggota partai koalisi. Tak sulit tabayyun. Rekan2 yg baik, terima kasih telah membaca utas ini. Salam sehat penuh hormat,” kata Yustinus Prastowo mengakhiri penjelasannya. (lip)
There is no ads to display, Please add some