beritabernas.com – Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Yulius Setiarto meminta semua pihak agar menghormati keputusan eks juru bicara KPK Febri Diansyah yang bergabung dalam tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Sebab, menurut Yulius Setiarto, keputusan eks juru bicara KPK Febri Diansyah itu sebagai bentuk kepatuhan dan ketaatan pada Undang-Undang (UU) dan Kode Etik Advokat. Dalam UU dan kode etik antara lain disebutkan bahwa Advokat dilarang menolak suatu perkara karena perbedaan pandangan politik.
“Semua advokat harus tunduk pada UU dan kode etik. Advokat tidak boleh tunduk pada opini yang berkembang dan kritik yang tidak jelas terhadap langkah Febri,” kata Yulius Setiarto kepada wartawan di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut Yulius, dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Advokat melarang advokat membedakan perlakuan terhadap klien karena alasan politik. Hal yang sama juga diatur dalam kode etik Advokat pada pasal 3 huruf a kode etik. Pasal 3 huruf a dengan jelas menyebutkan bahwa seorang advokat dilarang menolak suatu perkara karena perbedaan pandangan politik.
Sebagai advokat, menurut Yulius, Febri memiliki hak menjalankan profesi secara bebas dan mandiri tanpa dipengaruhi pendapat dan opini liar dari mana pun termasuk mantan kolega.
BACA JUGA:
- Dakwaan KPK Tidak Konsisten, Saiful Huda Ems: Ini Bukti Kasus Hasto Kristiyanto Sarat Kepentingan Politik
- Saiful Huda Ems: KPK Berusaha Menelikung Proses Hukum Kasus Hasto Kristiyanto
- Jokowi Diduga Gunakan Lembaga Survey Menggiring Opini dalam Kasus Hasto Kristiyanto
Dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat mengatur bahwa “Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras atau latar belakang sosial dan budaya”.
Dalam Pasal 3 huruf a Kode Etik Advokat mengatur bahwa Advokat dapat menolak untuk memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.

Sebelumnya, Febri mendapat kritikan dari beberapa pihak setelah ia menjadi kuasa hukum dan juru bicara kasus Hasto Kristiyanto. Salah satu kritikan tersebut datang dari mantan penyidik KPK Praswad Nugraha, yang menilai langkah Febri menjadi kuasa hukum Hasto sebagai keberpihakan kepada tersangka korupsi.
Selain itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur juga menilai keputusan Febri tersebut tidak etis, mengingat rekam jejak Febri sebagai mantan pegawai KPK.
Yulius mengajak semua pihak untuk menghormati Febri dalam menjalankan profesi sebagai advokat. Ia mengingatkan bahwa advokat merupakan profesi yang terhormat (officium nobile) dan setara dengan penegak hukum lainnya. (lip)