Bangun Putra Prasetya, Dewan Pendidikan DIY Termuda: Pendidikan yang Mencerminkan Indonesia

beritabernas.com – Malam Minggu atau Sabtu malam 17 September 2022, di kawasan Jalan Mangkubumi, seratusan meter di sebelah selatan Tugu Palputih, Yogyakarta, orang-orang muda duduk bergerombol di trotoar jalan. Dua orang duduk saling berhadapan atau berdampingan, sementara tiga orang atau lebih duduk melingkar. Semua lesehan beralaskan tikar.

Suasana malam diwarnai keriuhan obrolan-obrolan orang-orang muda ini. Setiap gerombol mempunyai topik sendiri. Makin malam makin seru, kian larut tak ada jemu. Keriuhan obrolan itu terdengar mirip dengung ribuan kumbang.

Itulah keramaian di kawasan Jalan Mangkubumi hingga Jalan Malioboro di Yogyakarta pada setiap malam, akhir-akhir ini saat pandemi Covid 19 mereda. Bertambah meriah, padat dan bergairah pada akhir pekan dan malam liburan.

Dewan Pendidikan DIY Termuda: Bangun Putera Prasetya setelah pelantikan di Kepatihan Yogyakarta Foto: Dokumen Pribadi

Turut larut dalam keramaian pada malam itu, tampak seorang muda yang bukan orang muda biasa. Dia adalah Bangun Putera Prasetya, anggota Dewan Pendidikan DIY termuda, yang belum lama ini dilantik, bersama 13 orang lainnya. Dewan Pendidikan DIY yang dilantik Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X ini bertugas dari 2022 hingga 2027.

Bangun Putera Prasetya SE MSc MM adalah putera asli Yogyakarta yang lahir pada 13 Mei 1992. Saat ini tengah merampungkan studi S3 bidang manajemen di Universitas Brawijaya Malang. Disertasi sudah selesai, dan masih satu tugas lagi, yaitu menulis dan lolos di jurnal internasional.

Cowok singel yang akrab disapa Bangun ini mengaku rutin, setidaknya dua kali dalam seminggu, nongkrong di lesehan yang berlokasi persis di depan sebuah bank muamalaf ini. Usia Bangun baru 30 tahun, memang masih muda. Jika berada di tempat itu, ya tidak tampak berbeda dari orang-orang muda yang sebagian besar adalah para anak kuliahan di Yogyakarta.

“Saya ingin tahu pola komunikasi di antara orang-orang muda ini seperti apa,” tutur Bangun, sambil menikmati cemilan khas angkringan Jogya, yaitu telur puyuh, jadah goreng, dan tempe kemul, dengan minuman wedang tape.

Dewan Pendidikan DIY: Bangun Putera Prasetya bersama Gubernur DIY Sri Sultan HB X dan 13 orang anggota Dewan Pendidikan DIY Foto: Dokumen Pribadi

Yang terdengar dari celotehan-celotehan insan-insan muda ini, ungkap Bangun, adalah ungkapan-ungkapan insecure (merasa kurang aman) tentang dunia kampus dan kecemasan akan masa depan yang tidak pasti. Contoh: duh ujian besuk lulus ga ya, duh besuk lulus kuliah ngapain ya? Dan sebagainya. “Dari pola komunikasi di antara mereka, tergambar pesimisme dan ketidakpastian akan masa depan,” ujar Bangun.

Sebagai anggota Dewan Pendidikan DIY, Bangun ingin mencermati dan menyerap dinamika insan-insan muda yang sedang belajar di Yogyakarta ini. “Mereka yang berhasil dalam studinya adalah mereka yang selalu menyadari apa tujuan menuntut ilmu di Yogyakarta ini. Mereka yang silau oleh gemerlap kota Yogyakrta dan lupa tujuan mereka datang ke kota ini, ya gagal,” urai Bangun, seolah bersaksi tentang dirinya yang berhasil dalam studi.

Akademisi di Universitas Widya Mataram Yogyakarta ini mengaku terkesan pada saat menjalani proses seleksi. Pada saat wawancara, Bangun ditanya mengapa tertarik dan sejak kapan ingin menjadi Dewan Pendidikan DIY? Bangun menjawab, bahwa minat itu sudah muncul sejak lulus kuliah S1 lima tahun lalu. Namun dia belum bisa mendaftar karena batas usia minimal 30 tahun. Dan tahun ini Bangun mendaftar dan berhasil masuk, pas di usia 30 tahun.

Bangun dan penulis. Foto: Istimewa

Minat menjadi anggota Dewan Pendidikan, tumbuh setelah Bangun melihat ada yang menarik di pendidikan. Hal menarik itu, menurut Bangun, masih ada banyak keluhan mengenai biaya pendidikan. Sekalipun itu di level pendidikan dasar.

“Bukankah dasar negara dalam menyelenggarakan pendidikan adalah keinginan negara untuk mencerdaskan bangsa. Namun dalam kenyataan masih muncul banyak keluhan terkait biaya pendidikan,” ungkapnya.

Menurut Bangun, anak-anak yang pintar di DIY bisa bersekolah di sekolah negeri. Sedangkan yang tidak lolos seleksi di sekolah negeri, terpaksa bersekolah di swasta. Di sekolah swasta ada biaya tambahan, mengakibatkan biaya yang lebih besar. Bangun mengingatkan, adalah kewajiban negara menjamin pendidikan semua anak di Indonesia karena itu amanat konstitusi UUD 1945. Jaminan itu setidaknya untuk tingkat pendidikan dasar selama 12 tahun (SD-SLTA).

Bangun juga memprihatinkan kelanjutan dari mereka yang sudah rampung sampai tingkat SMA/SMK, mau jadi apa? Jika melanjutkan kuliah jelas mereka membutuhkan biaya besar. Jika bekerja, dipaksa menerima upah dibawah UMK, karena UMK itu upah untuk sarjana.

Merasa prihatin atas kondisi sebayanya ini, Bangun lalu berniat mendirikan perguruan tinggi untuk kalangan menengah ke bawah.

“Saya bercita-cita mendirikan perguruan tinggi berkualitas untuk mereka yang kurang mampu,” ujar Bangun. Perguruan tinggi yang ada, menurut Bangun, banyak yang sudah tak terjangkau masyarakat kebanyakan.

Ia juga mencermati ada persoalan yang lain, yakni ada gap antara pendidik dan peserta didik. Dimana usia para guru kebanyakan di atas 45 tahun, sedangkan peserta didik adalah anak-anak mileneal. Bagaimana para guru menyampaikan ilmunya? Para guru dituntut mampu menguasai tehnologi digital yang terus berkembang.

Duduk di Dewan Pendidikan yang berjumlah 13 orang, Bangun adalah anggota termuda. Di Dewan Pendidikan ini ada banyak profesor dan doktor, dan para senior di bidang pendidikan. Bangun mengaku tidak mengalami kesulitan. “Ya, sedikit pada awalnya, bagaimana saya menempatkan diri di antara para senior,” akunya.

Dewan Pendidikan, jelas Bangun, mengemban fungsi mediasi, mengontrol, mengadvokasi atau mendampingi, dan memberi arahan kepada pemerintah dalam menyelenggarakan dan mengatur pendidikan di DIY.

(Dalam pers rilis disebutkan, Dewan Pendidikan DIY bertugas menghimpun, menganalisis, dan memberi rekomendasi kepada Gubernur DIY terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan. Juga melakukan pengawasan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan hasil pendidikan). Melalui posisi yang terhormat ini, Bangun menyediakan diri sebagai penyambung lidah dan perpanjangan tangan masyarakat dalam persoalan pendidikan kepada pemerintah. “Jadikan aku sebagai alat-Mu, itu konsep saya,” tegas Bangun.

Maka meskipun belum menerima gaji, Bangun tidak mempersoalkan itu. Dengan niat yang tulus untuk memperjuangkan kemajuan pendidikan, para pendiri bangsa ini akan memberi restu. Soal penghasilan, Bangun mempunyai banyak profesi. Selain dosen di beberapa perguruan tinggi, Bangun juga seorang profesional di perusahaan. Bangun adalah Direktur CV Paku Mas Jaya, dan Direktur Indonesia Research and Study Centre.

Sebagai anggota Dewan Pendidikan DIY, memberinya kesempatan yang besar untuk mewujudkan cita-cita Bangun dalam bidang pendidikan. Salah satu yang menjadi perhatian Bangun adalah mewujudkan pendidikan yang mencerminkan wajah Indonesia.

Bangun mengaku sungguh ingin mewujudkan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara.Konsep pendidikan ala Bapak Pendidikan Indonesia itu adalah mengajarkan budi pekerti kepada para peserta didik untuk mereka memiliki pribadi yang berbudi luhur. “Anak didik juga dilatih menggunakan cipta, rasa dan karsa,” tegas Bangun. (Anton Sumarjana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *