Dinamika PSU Empat Calon Bupati Boven Digoel

Oleh: Nikodemus Nahri Gemsa, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta

beritabernas.com – Sesuai dengan putusan Nomor 260/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo akan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Boven Digoel.

Dalam putusan perkara Nomor 260/PHPU.BUP-XXIII/2025 itu, Suhartoyo menyatakan pembatalan Surat Keputusan KPU Nomor 287 tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Boven Digoel Tahun 2024. Karena itu, MK memerintahkan kepada KPU RI dan KPU Boven Digoel untuk melaksanakan PSU paling lama 180 hari atau sekitar 6 bulan sejak putusan MK ini dibacakan. Dengan demikian, PSU Kepala Daerah Boven Digoel akan berlangsung sejak 6 Agustus 2025.

Tentu tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini terjadi atas kehendak politik, terlepas dari apapun kepentingan terselubung di dalamnya. Lagi pula perkara tersebut merujuk pada ketidakterimaan atas panggung demokrasi yang tengah berlangsung. Hal tersebut wajar saja ketika rekam jejak seorang pemimpin yang sesungguhnya dimanipulasi. Yang namanya ‘Demokrasi tetaplah Demokrasi’. Setiap kepentingan akan mengubah tampilannya agar semaksimal mungkin berjubah demokrasi.

Semestinya setiap mekanisme proses pemilihan dapat dilakukan sebelum dilaksanakan proses pemilihan. Bahwa setiap peserta pemilihan Kepala Daerah Boven Digoel harus bebaas dari pelanggaran apa pun. Sebab, cita-cita masyarakat adalah memiliki seorang pemimpin yang benar-benar memanusiakan manusia terlepas dari nama baik seorang pemimpin.

Karena bagaimanpunsSeorang pemimpin harus menjaga efektivitas dan integritas kepemimpinannya. Pemimpin perlu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang  tidak efektif, seperti kurangnya visi, buruknya komunikasi, kurangnya empati dan ketidakadilan dalam perlakuan.

Selain itu, pemimpin juga perlu mewaspadai kecenderungan perilaku negatif yang dapat merusak nama baik partai dan organisasi, seperti egois, otoriter dan manipulatif, nama baik masyarakat dalam wilayah tersebut. dan, kemampuan dalam mengelola konflik sosial.

Kalimat paling tepat untuk menyebutkan sebab-akibat PSU adalah ‘konflik horisontal’. Governmentalitas (pemerintahan sebagai seni) dari perspektif governmentalitas, konflik partai politik dapat dilihat sebagai hasil dari dinamika kekuasaan dan bagaimana partai-partai politik di Boven Digoel menggunakan strategi dan taktik untuk mencapai tujuan mereka. Partai-partai politik dapat menggunakan berbagai cara untuk mempengaruhi opini publik, memobilisasi dukungan, atau menekan lawan-lawan politik.

Berbeda halnya jika menggunakan sudut pandang masyarakat awam. Seorang pemimpin harus jujur dan terbuka terhadap lingkungan pemungutan suara. Kejujuran menjadi alat yang mutlak agar menjadi tumpangan jalanya roda pemerintahan Kabupaten Boven Digoel.

Baca juga:

Dasar rasionalisasi yang kemudian dipakai oleh lawan politik untuk menggugat kemenangan lawan politiknya amat logis. Tapi apakah hal itu hanya sebatas formalitas persyaratan? Ataukah sebagai bentuk ketidakterimaan atas kekalahan? Apa mungkin sebagai bentuk kepedulian agar masyarakat Boven Digoel tidak salah memilih seorang pemimpin?

Lagi-lagi bentuk pertanyaan semacam ini sangat menyinggung. Untuk itu, mengapa perlunya suatu survei atau setidaknya, adanya berbagai pandangan akademis, sehingga dapat menemukan kebenaran. Lagi pula kebenaran tidak dapat ditemukan dengan angan-angan belaka. Mestinya dibutuhkan pihak yang benar-benar berada pada posisi netral.

Dapat diyakini bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan terdapat beberapa kemungkinan besar adanya intervensi orang dalam sehingga ditemukan kesalahan dari lawan politik. Ironisnya lawan politik yang diserang merupakan korban serupa. Secara kacamata individu, ini semacam tiga kapal melawan satu kapal. Ataukah ini bentuk strategis sebagai taktik pemecahan surat suara.

Tidak menjadi masalah jika kontektasi pilkada tahun ini diikuti empat calon. Tapi apakah relevansi dengan jumlah jiwa masyarakat Boven Digoel. Bandingkan saja dengan jumlah penduduk Jayapura 404.799 jiwa dan untuk Boven Digoel 71.997 jiwa, jelas jumlah penduduk Jayapuran jauh lebih besar dibandingkan masyarakat Boven Digoel. Sehingga untuk kepentingan apa, kandidat pilkada harus diikuti empat calon. Jika hanya agar terlihat budaya demokrasi begitu aktif, sepertinya hal ini dipresentasikan kepada organisasi pemuda/pemudi daerah.

Pengaruh internal juga menjadi pemicu dalam pilkada. Mengingat kelima suku besar Boven Digoel telah banyak melakukan kawin campur, sehingga faktor moralitas menjadi rintangan tersendiri bagi setiap kandidat.

PSU terjadi akibat gugatan dari lawan calon bupati. Dengan gugatan tersebut menunjukan bahwa ada ketidakanpuasan dari pihak lain. Wajar jika masyarakat memprotes pemenang pilkada. Tetapi gugatan itu terjadi atas usul calon bupati lainnya. Untuk itu jelas bahwa sebab dan akibat dari proses pemungutan suara ulang terjadi akibat ketidakterimaan saja.

Berburu singgasana

Beberapa tahun terakhir, semenjak masa kepemerintahan Yusak Yaluwo dimulai tahun 2005 hingga 2010, setiap calon yang berkontetasi dalam proses pemilihan Bupati Boven Digoel begitu terjaga secara moralitas. Namun, dengan kondisi objektif yang sekarang begitu “kacau”.

Dari empat calon bupati Boven Digoel, masing-masing berupaya mendapatkan hasil maksimal. Berbagai kekuatan strategis politik sangat amat kuat. Dengan kaca mata akademis, sebagai masyarakat Boven Digoel, kita dapat merasakan dinamika demokrasi, politik, ekonomi telah dimainkan dengan lihai oleh 4 kandidat Bupati Boven Digoel tahun ini.

Segalah ramuan bahasa politik kempanye telah dilakukan untuk menjinakan suara masyarakat Boven Digoel. Mulai dari ramuan uang, ramuan suku, ramuan partai, organisasi, keluarga, sega praktek politik empat kandidat tak tertandingi. Kampanye-kampanye digelar, mobilisasi masa diangkut.

Praktek-praktek keadatan diselenggaran, titipan-titipan harapan tokoh adat dibawa, dengan jaminan masa depan Boven Digoel yang lebih baik. Intervensi orang dalam disematkan, garis-garis haluan kiri-kanan diikutsertakan. Kesalahan dijadikan pegangan perlawanan garis politik.

Hal-hal lumrah semacam ini kerap kali terjadi pada negara-negara demokrasi sebagai upaya untuk lolos pemilihan. Jhon Locke mengemukakan bahwa kedaulatan ada pada rakyat dan pemerintah mendapatkan legitimasi dari persetujuan rakyat yang diperintah.

Dalam konteks pemilihan bupati, ini berarti rakyat berhak memilih pemimpin mereka secara langsung, dan pemilihan adalah perwujudan dari teori. Maka dengan demikian, pilkada, termasuk pemilihan calon bupati, adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat dan merupakan pilar penting dalam otonomi daerah dan demokrasi.

Masyarkat Boven Digoel memiliki hak untuk memilih pemimpin yang akan menjalankan pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya, dan partai politik menjadi jembatan untuk mewujudkan hak tersebut.

Pemilihan kepala daerah Boven Digoel merupakan wujud demokrasi yang memberikan hak masyarakat memilih pemimpin, namun keberhasilannya bergantung pada partisipasi pemilih dan pelaksanaan yang jujur serta adil.

Penyelenggaraan Pilkada membutuhkan persiapan undang-undang yang matang, pengawasan yang optimal oleh KPUD Boven Digoel dan masyarakat serta strategi sosialisasi yang efektif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat kota, perkampungan dan mengurangi angka golput. Tak lupa masyarkat mestinya mendapatkan pendidikan partai politik, sehingga dapat membantu kestabilan proses sistem pemerintahan daerah.

Demokrasi tetaplah demokrasi, politik tetaplah politik, menang tetaplah menang, kalah tetaplah kalah. Ingat: berpolitiklah secara sehat, saling menjatuhkan bukanlah politik sesungguhnya. Tetaplah menjadi calon pemimpin atau pemimpin yang baik untuk tanah kelahiran kita bersama, yakni Boven Digoel.

Pemilihan kepala daerah adalah bentuk kedewasaan dalam berdemokrasi, memberikan hak kepada setiap warga negara untuk memilih pemimpin mereka. Pilkada merupakan kesempatan bagi warga negara untuk memilih pejabat yang akan memutuskan kebijakan pemerintah di daerah.

Baca juga tulisan lainnya:

Keterlibatan aktif masyarakat dalam memilih calon pemimpin sangat penting untuk keberhasilan Pilkada dan dapat mengurangi angka golput. Komisi Pemilihan Umum Boven Digoel memiliki peran krusial sebagai penyelenggara, mengkoordinasikan seluruh tahapan, termasuk perencanaan, anggaran, jadwal, dan tata kerja organisasi pemilu.

Sosialisasi oleh KPUD dan kandidat perlu dilakukan secara rutin dan masif, termasuk melalui media sosial, untuk memberikan informasi tentang tahapan pilkada, kandidat, visi misi, dan pentingnya memilih. Pendidikan pemilih yang mencakup informasi teknis, filosofis, serta sosiologis tentang pentingnya pemilu dalam sistem demokrasi perlu ditingkatkan, baik oleh KPUD maupun melalui kerja sama dengan LSM dan Ormas.

Diperlukan persiapan undang-undang yang matang untuk penyelenggaraan Pilkada, termasuk pengkodifikasian peraturan perundang-undangan terkait agar tidak terjadi keraguan dalam pelaksanaan. Strategi matang dari KPUD diperlukan untuk memaksimalkan sosialisasi, seperti memanfaatkan video di media sosial, guna mengurangi angka golput.

Sementara keterlibatan Lembaga Sosial Masyarakatdan Organisasi Masyarakat dalam program pendidikan pemilih dapat membantu KPUD meningkatkan kualitas partisipasi dan kualitas pemilihan. (*)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *