Forensik Digital Dapat Mengungkap Pelanggaran yang Berpotensi Mengganggu Integritas Pemilu

beritabernas.com – Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID) UII Dr Yudi Prayudi M.Kom mengatakan, forensik digital dapat membantu mengungkap manipulasi data pemilih, penyebaran informasi palsu dan pelanggaran lain yang berpotensi mengganggu integritas pemilu.

Digital forensik juga memainkan peran penting dalam mengidentifikasi, mengumpulkan, memproses dan menganalisis bukti elektronik. Dalam hal ini ahli forensik digital dapat mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan bukti elektronik dengan cara yang memenuhi standar hukum untuk dijadikan bukti yang sah di pengadilan.

“Mereka memastikan integritas data, melacak rantai pencatatan barang bukti (chain of custody) dan memverifikasi keaslian bukti untuk memastikan bukti tersebut dapat diandalkan dalam proses hukum. Bukti elektronik memberikan alat yang kuat dalam mendeteksi dan membuktikan pelanggaran serta sengketa dalam pemilu,” kata Dr Yudi Prayudi dalam jumpa pers bersama KPU dan Bawaslu DIY secara daring, Kamis 11 Januari 2024.

Dr Yudi Prayudi M.Kom. Foto: Philipus Jehamun/beritabernas.com

Dikatakan, dengan perkembangan teknologi, jenis bukti ini menjadi semakin relevan dan penting dalam memastikan integritas proses pemilu. Namun demikian, meskipun bukti elektronik memiliki potensi yang besar, terdapat tantangan seperti keaslian, preservasi dan interpretasi bukti.

Karena itu, pendidikan dan pelatihan bagi para penegak hukum dalam mengelola bukti elektronik harus dikedepankan. Kerjasama antara lembaga pemilu, penegak hukum dan pakar digital forensik menjadi kunci dalam memastikan bukti elektronik dimanfaatkan secara efektif dan adil dalam proses penegakkan pelanggaran dan sengketa pemilu.

Menurut Yudi Prayudi, dalam Pemilu Indonesia 2024, bukti elektronik dapat memainkan peran vital dalam mendukung investigasi kasus pelanggaran dan sengketa pemilu. Penggunaan bukti elektronik yang tepat dapat meningkatkan transparansi dan integritas pemilu sekaligus memperkuat demokrasi di Indonesia.

Dalam sistem hukum Indonesia, bukti elektronik dikenal sebagai alat bukti yang sah. Perkembangan teknologi digital membawa perubahan signifikan dalam cara bukti dikumpulkan dan dipresentasikan di
pengadilan. Regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dasar hukum bagi pengakuan bukti elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

Ibah Muthiah, Anggota KPU DIY. Foto: screenshoot zoom

Bukti elektronik dalam kasus pelanggaran pemilu bisa berupa rekaman video, email, pesan teks, catatan transaksi online, dan data digital lainnya. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan adanya pelanggaran dalam proses pemilu ataupun kecurangan dalam proses penetapan hasil pemilu.

Penggunaan bukti elektronik dalam kasus yang mengarah pada pelanggaran dan sengketa hasil pemilu telah menjadi semakin penting seiring dengan perkembangan teknologi. Beberapa contoh spesifik tentang bagaimana bukti elektronik dapat digunakan dalam konteks ini.

Pertama, rekaman CCTV atau Video: Rekaman CCTV dari TPS (Tempat Pemungutan Suara) atau video
yang diambil oleh saksi atau pengawas pemilu dapat digunakan sebagai bukti fisik adanya kecurangan dalam proses pemungutan suara, seperti penggelembungan suara atau intimidasi pemilih.

Kedua, Pesan Elektronik dan Media Sosial. Pesan teks, email, atau postingan media sosial yang menunjukkan koordinasi untuk melakukan kecurangan pemilu, seperti mobilisasi suara ilegal atau penyebaran informasi palsu untuk mempengaruhi pemilih, bisa dijadikan bukti pelanggaran.

Ketiga, Log Sistem Elektronik Pemilu. Data log dari sistem elektronik yang digunakan dalam pemilu,
seperti sistem penghitungan suara elektronik (SIREKAP), dapat dianalisis untuk menemukan ketidaksesuaian atau manipulasi suara.

Keempat, Analisis Data Digital: Analisis data dari berbagai sumber elektronik, termasuk basis data
pemilih, dapat mengungkap ketidaksesuaian dalam daftar pemilih, seperti pemilih fiktif atau manipulasi data pemilih.

BACA JUGA:

Sementara contoh penggunaan bukti elektronik dalam sengketa hasil Pemilu adalah, pertama, Dokumen Digital Resmi yakni salinan digital dari formulir hasil pemilu, seperti formulir C1 di Indonesia, dapat digunakan untuk membandingkan dan mengkonfirmasi data hasil pemilu yang diumumkan secara resmi.

Kedua, Rekaman Proses Penghitungan Suara. Video atau audio yang merekam proses penghitungan suara dapat digunakan untuk menunjukkan adanya kecurangan atau ketidaksesuaian dalam penghitungan.

Ketiga, Komunikasi Elektronik Pejabat Pemilu: Email atau pesan teks dari pejabat pemilu yang menunjukkan adanya bias atau niat untuk mempengaruhi hasil pemilu juga dapat dijadikan bukti
dalam sengketa pemilu.

Menurut Yudi Prayudi, peran aktif masyarakat dalam proses pemilu sangat penting untuk menjaga demokrasi yang sehat. Dengan melakukan pemantauan, dokumentasi dan pelaporan yang bertanggung jawab, masyarakat dapat membantu mencegah dan mengungkap pelanggaran dan kecurangan pemilu, serta memastikan proses pemilu yang adil dan transparan.

Dikatakan, sistem elektronik yang telah tersedia baik berupa alat maupun aplikasi dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk melakukan pemantauan, dokumentasi dan pelaporan terhadap adanya pelanggaran dan kecurangan pemilu. Output yang dihasilkan kemudian dapat dijadikan sebagai bukti elektronik untuk kemudian di proses oleh pihak yang berwenang menjadi alat bukti hukum yang sesuai dengan ketentuan perundangan. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *