Humas KAI Daop 6 Yogyakarta: Penertiban untuk Penataan Stasiun Sesuai dengan Prosedur

beritabernas.com – Manager Humas KAI Daop 6 Yogyakarta Feni Novida Saragih mengatakan, penertiban Rumah Dinas PJKA Nomor 13 Jalan Hayam Wuruk Nomor 110 RT 02/RW.01, Kelurahan Bausasran, Kecamatan Danurejan, Kota Yogyakarta dalam rangka penataan Stasiun Lempuyangan sudah sesuai dengan prosedur.

Bahkan, menurut Feni Novida Saragih, sebelum penertiban dilakukan sosialisasi, dilanjutkan dengan mediasi. Namun, karena tidak tercapai kesepakatan maka kemudian dikirimkan SP 1, dilanjutkan SP2 dan SP3, kemudian akan dilakukan penertiban.

“Kami berharap seluruh pihak dapat mendukung proses penataan Stasiun Lempuyangan untuk menghadirkan pelayanan transportasi publik kepada masyarakat luas yang mengedepankan keselamatan, keamanan dan kenyamanan,” kata Feni Novida Saragih dalam siaran pers yang diterima beritabernas.com, Kamis 3 Juli 2025.

Menurut Feni, KAI Daop 6 Yogyakarta berkomitmen untuk menghadirkan pelayanan transportasi publik kepada masyarakat luas yang mengedepankan keselamatan, keamanan dan kenyamanan. Untuk mewujudkan hal itu maka diperlukan penataan stasiun agar dapat optimal dalam keselamatan dan pelayanan kepada masyarakat.

Juru Bicara, Fokki Ardiyanto dan kuasa hukum wargaTegal Lempuyangan, Muhammad Rakha saat diwawancarai media, Kamis (3/7/2025) di Jl. Hayam Wuruk 110 Yogyakarta. Foto: Clementine Roesiani

Saat ini, Stasiun Lempuyangan melayani rata-rata total 15 ribu penumpang setiap hari yakni penumpang KA jarak jauh termasuk KA ekonomi PSO dan juga KRL.

Satu warga bertahan

Sementara itu, setelah proses panjang perjuangan 14 warga Lempuyangan, Bausasran, Danurejan, Yogyakarta, hingga Kamis (3/7/2025) tersisa 1 warga yang masih bertahan. Kuasa hukum warga Lempuyangan, Muhammad Rakha Ramadhan, menegaskan bahwa warga yang masih bertahan-bukan menolak-dalam posisi sampai pagi tadi warga dan kuasa hukum Lempuyangan belum juga ditunjukkan oleh PT KAI apa yang menjadi dasar hukum, dasar administrasi dan apa yang menjadi aturan regulasi mengenai besaran nominal kompensasi. “Tiga hal itu tidak pernah ditunjukkan oleh PT KAI sampai pagi tadi,” kata Muhammad Rakha.

Menurut Rakha, itu yang menjadi alasan warga untuk melakukan posisi bertahan dalam arti KAI harus menunjukkan dulu. Jika KAI melakukan penertiban, minimal harus menunjukkan dasar hukumnya. Ketika KAI ingin mengambil bangunan ini, KAI harus menunjukkan dasar administrasi bahwa ini aset KAI, dan ketika KAI akan memberikan kompensasi, diperlihatkan terlebih dahulu regulasi besaran nominalnya.

“Ketika KAI membuka ruang dialog untuk menunjukkan, kita sangat terbuka. Dalam surat yang kami sampaikan melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) selaku pendamping hukum pada hari Senin ada dua hal. Pertama, kami keberatan atas tindakan PT KAI. Kedua, kami meminta informasi yang dibutuhkan, namun dijawab oleh KAI dengan surat yang disampaikan kemarin pada hari Rabu, bahwasa akan dilakukan penertiban pengosongan dengan dasar, dengan menimbang SP 1, SP 2, dan SP 3,” kata Rakha.

Dikatakan, ketika ada SP 1, SP 2, SP 3 selalu menyurati KAI. “Kami merespon dengan penuh itikad baik KAI membuka ruang dialog. Tunjukkan dasar hukum, dasar administrasi dan dasar besaran kompensasi. Dengan begitu bisa lebih terbuka sehingga lebih fair ketika warga pada akhirnya harus memilih menerima dan pindah dalam posisi sudah ada keterbukaan dan kepastian hukum di sana,” tambah Rakha seraya menyayangkan bahwa selama ini proses yang dijalankan justru berbanding terbalik dengan itu semua.

BACA JUGA:

Menurut Fokki, sampai sekarang pun UU terkait peta Rijksblad itu juga tidak pernah dibuka. Karena itu, pihaknya ingin tahu isi UU peta Rijksblad. Jangan seolah-olah dijadikan alat untuk mengklaim itu menjadi tanah Keraton.

Menurut Fokki, sampai sekarang pun UU terkait peta Rijksblad itu juga tidak pernah dibuka. Karena itu, pihaknya ingin tahu isi UU peta Rijksblad. Jangan seolah-olah dijadikan alat untuk mengklaim itu menjadi tanah Keraton.

“Lalu kaitan dengan bangunan, negara melalui BPN sudah mengeluarkan Surat Keterangan Tanah. Isinya jelas, bahwa bangunan ini dikuasai secara fisik oleh penghuni rumah ini, namanya Mbak Mita (Chandrati Paramita). Kita sudah menunjukkan punya SKT,” kata Fokki.

Karena itu, Fokki meminta KAI juga menunjukkan bukti kepemilikan aset. Jika ada perbedaan tafsir antara SKT dan mungkin bukti yang akan ditunjukkan KAI, Fokki mempersilakan KAI untuk menempuh jalur hukum.

“Negara ini kan negara hukum. Jangan main kekuasaan yang lebih kepada kecenderungan premanisme. Siapa lagi yang menghormati hukum kalau bukan kita? Yang namanya Mbak Mita ini juga kalau KAI akan melakukan tindakan paksa, Mbak Mita juga mengatakan akan melakukan tindakan hukum. Kalau KAI melakukan eksekusi harus menunjukkan perintah pengadilan. Kami akan patuh selama itu ada dasar hukumnya yang jelas. Intinya itu,” kata Fokki. (Clementine Roesiani)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *