beritabernas.com – Kalau tak salah ingat, jumpa pertama dengan Godod Sutejo di arena Festival Kesenian Yogyakarta pada awal diselenggarakan oleh Dewan Kesenian DIY. Godod dipasrahi merintis Pasar Seni FKY di halaman Beteng Vredeburg. Hasilnya luar biasa langsung bisa mengangkat citra FKY menjadi ajang kesenian yang merakyat, mbludag pengunjungnya.
Yang menarik ada acara Bursa Seni, yang ikut gak sembarangan, para perupa kondang hampir semua ikut seperti Bagong Kussudiarjo, Amri Yahya, Tulus Warsito dan sebagainya. Walau dalam format kecil dan sketsa tetapi edukasi untuk tujuan apresiasi seni pada masyarakat kebanyakan bisa tercapai.
Perjumpaan selanjutnya dengan Godod semakin meluas gak hanya terbatas di bidang senirupa. Rupanya Godod juga pandemen di bidang pembinaan upacara tradisi budaya di desa-desa. Salah satu yang intensif lebih dari 15 tahun dibina adalah upacara tradisi Saparan Rebo Pungkasan di Pendoworejo, Girimulyo, Kulonorogo, bersama dengan Purwadmadi yang mengusulkan upacara Saparan tersebut diberi nama khas Kembul Sewu Dulur agar bisa dibedakan dengan upacara Saparan di daerah lainnya.
Salah satu ciri khasnya adalah pada upacara tersebut ada acara ritual “guyang jaran”. Grup seni Jathilan setempat ikut serta memandikan jaran kepang di Bendung Kahyangan setahun sekali. Sekarang upacara Tradisi Saparan Kembul Sewu Dulur sudah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda tingkat nasional.
Di puncak Bukit Moyeng berdekatan dengan Bendung Kahyangan, lagi-lagi Godod menginisiasi acara budaya di sana yang diberi irah-irah “Nungsung Suryo”, diselenggarakan pagi-pagi sesudah subuhan diwiwiti dengan upacara ritual menyambut terbitnya matahari, pernah dipimpin oleh Bambang Nur Singgih dengan grup Sekar Pangawikan dan dibarengi kolaborasi dari berbagai cabang seni, ada tari, musik, senirupa, seni sastra bahkan olahraga Yoga.
BACA JUGA:
- 25 Perupa Meramaikan Peresmian Sekolahane Pak Petroek di Sleman
- JMBN Gelar Festival Godhong Opo-Opo untuk Memajukan Kebudayaan
Para seniman yang pernah terlibat pada acara budaya Nungsung Suryo antara lain Kuncung Budiawan, Syamsu Setiaji, Bambang Nur Singgih.
Pada kesempatan penulis tugas di Jakarta, tidak jarang Godod bekerjasama mengajak perupa Yogya pameran bersama di ibukota dalam rangka memeriahkan Gebyar Budaya Yogya di Jakarta. Suatu ketika ngaturi Bu Yani Saptohudoyo sebagai model untuk dilukis para perupa Yogya di tempat yang prestisius yakni di Gedung WTC Thamrin.
Ada anggapan bahwa seniman perupa itu sifatnya individualis, tetapi nampaknya anggapan tersebut gak berlaku untuk Godod. Buktinya rumahnya di kampung Suryodingratan yang diberi nama “Posnya Seni Godod” hampir setiap waktu menjadi markas para seninan dari berbagai cabang seni kumpul disana, ya pameran, ya pentas seni, ya diskusi dan bahkan sekedar ngobrol sambil ngopi.
Penulis pernah menyatakan bahwa pak Godod itu, yang lahir 12 Januari 1953 dan lulusan ASRI, bagai Sang Macan yang gak pernah tidur, dalam arti hidupnya setiap saat dilakukan dan diabdikan untuk perjuangan melestarikan budaya. Di samping memang hobinya tirakatan dan betah begadang semalaman.
Namun rupanya sudah waktunya Tuhan Yang Maha Asih nimbali sang macan Godod Sutejo untuk istirahat abadi di alam keabadian pada 28 Agustus 2024 jam 12.04.
Selamat jalan sobatku dan karibku, Godod Sutejo, semoga engkau tenteram di sana pada alam keindahan Ilahi. Gajah mati meninggalkan gading, Macan mati meninggalkan belangnya, Godod Sutejo wafat meninggalkan goresan lukisannya yang unik itu. (Ki PrijoMustiko, Dewan Pengawas PKBTS))
There is no ads to display, Please add some