Keberadaan Ilmuwan Kampus Dipertanyakan Ketika Negara Hukum Sedang Menuju Runtuh

Oleh: Hasto Kristiyanto

beritabernas.com – Hari ini, Selasa 18 Juni 2024, di Harian Kompas, Prof Sulistyowati Irianto, menggugat ilmuwan kampus, lewat tulisannya berjudul Ke Mana Para Ilmuwan Kampus? Kemana mereka (para ilmuwan kampus) di tengah berbagai persoalan bangsa, khususnya “ketika negara hukum sedang menuju runtuh” sebagaimana juga dikatakan oleh Prof Todung Mulya Lubis?

Gugatan terhadap ilmuwan itu juga dilakukan Bung Karno. Saat itu BK mengingatkan bahwa ilmu hanya berguna apabila diabdikan pada kemanusiaan. “Jangankan Partai, atau suatu bangsa, agama pun harus bersekutu dengan ilmu pengetahuan,” kata Putra Sang Fadjar tersebut.

Dalam disertasi “Pemikiran Geopolitik Bung Karno dan Relevansinya terhadap Kepentingan Nasional dan Pertahanan Negara”, variabel terpenting adalah penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, riset dan inovasi. Paradigma berpikir Bung Karno sendiri adalah kritis, dan post-colonial. Karena itulah Bung Karno menggunakan ilmu pengetahuan, yang menperkuat tradisi kepemimpinan intelektual, namun dibumikan dengan problematika rakyat Indonesia dan juga dalam dialektika dengan sejarah Indonesia dan dunia. Dengannya, Bung Karno bisa merumuskan arah masa depan. Misalnya, tesisnya bahwa Indonesia akan merdeka terjadi ketika Perang Pasifik. Itu diakui oleh Bung Karno, bukan sebagai ramalan, namun sebagai “dialektika atas situasi revolusioner di masa depan” (baca Buku Cindy Adams). 

BACA JUGA:

Dalam teori geopolitik Soekarno, yang disebut “Progressive Geopolitical Co-exsistance”, Bung Karno menghadapi life line of imperialisme (garis hidup imperialisme) dengan menggalang bangsa-bangsa terjajah melalui KAA, GNB, Conefo, hingga yang belum berjalan adalah Konferensi Tiga Benua (Tri Kontinental).

Dengan life line baru yang berdasarkan Pancasila, maka Indonesia berjuang memelopori tata dunia baru. Dalam upaya itu, Indonesia harus menjadi pintu gerbang kemajuan dari Samudera Hindia menuju masa depan dunia di Pasifik. Dan basisnya adalah penguasaan Iptek.

Atas dasar hal tersebut, senafas dengan pemikiran Prof Sulistyowati Irianto, Bung Karno membangun universitas sebagai city of intellect dalam cara pandang geopolitik. IPB sebagai pusat pengembangan pangan secara hulu hilir; Universitas Pattimura sebagai pusat penelitian oceanografi terbesar di Asia; UGM berkaitan dengan ideologi negara, penataan kawasan pedesaan, ekonomi pertanian, dan tata pemerintahan; ITB sebagai pusat penguasaan teknologi industri dan antariksa; UI sebagai pusat pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Universitas Cendrawasih menyatukan diri dengan upaya membangun kekuatan Maritim dengan hutan-hutannya yang tidak boleh dijamah karena menjadi Pary-paru dunia.

Demikian halnya universitas yang lain. Semua perguruan tinggi  tersebut sebagai city of intellect menopang konsepsi koridor strategis yang telah ditetapkan oleh Bung Karno pada tahun 1958. Misal Sulawesi sebagai Lumbung Pangan; Sumatera Perkebunan; Jawa sebagai pusat jasa dan lain-lain.

Seluruh pemikiran Bung Karno masih relevan dan sebagai Partai Nasionalis Soekarnois, seluruh anggota dan kader PDI Perjuangan berkewajiban untuk menggali seluruh ide, gagasan, pemikiran dan perjuangan Bung Karno.

Terus perkuat tradisi berpikir dialektis yang kritis dan membumi, serta terus mencari arah masa depan bangsa berdasarkan gagasan Bung Karno dan para tokoh bangsa lainnya. Selamat berjuang. (Hasto Kristiyanto, Sekjen DPP PDI Perjuangan. Catatan: tulisan ini diperoleh beritabernas.com dari grup-grup whatsapp).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *