Keluarga Besar UII Minta Pemerintah Serius dalam Melakukan Pemberantasan Korupsi

beritabernas.com – Keluarga besar UII meminta pemerintah untuk serius dalam melakukan pemberantasan korupsi dengan memastikan penegakan hukum yang tegas, transparan dan tidak pandang bulu.

Selain itu, pemerintah juga harus memperkuat peran lembaga antikorupsi, meningkatkan pengawasan anggaran dan berhenti membuat kesan mengembangkan narasi yang menutupi atau mengaburkan praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Permintaan itu disampaikan Keluarga Besar UII dalam pernyataan sikap yang dibacakan Rektor UII Prof Fathul Wahid ST MSc PhD di sela acara Pembacaan Puisi UIISorenyastra di Ruang Teatrikal Lantai 2 Gedung Kuliah Umum Prof Dr Sardjito, Kampus Terpadu UII,Kamis 6 Maret 2025 sore. Pernyataan sikap disampaikan untuk merespons perkembangan mutakhir praktik berbangsa dan bernegara.

Selain meminta pemerintah agar serius dalam melakukan pemberantasan korupsi, Keluarga Besar UII juga mendesak pemerintah untuk membuka ruang demokrasi yang lebih luas dengan menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi serta melindungi aktivis, seniman, akademisi dan jurnalis dari intimidasi dan ancaman kriminalisasi.

BACA JUGA:

“UII juga menuntut pemerintah untuk lebih sensitif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat dengan memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada data yang valid dan pendekatan ilmiah untuk menjamin akurasi, relevansi dan tepat sasaran,” tegas Rektor UII.

Pada bagian lain pernyataannya, Rektor UII meminta pemerintah untuk serius dalam melakukan pemberantasan korupsi dengan memastikan penegakan hukum yang tegas, transparan, dan tidak pandang bulu, di samping juga memperkuat peran lembaga antikorupsi, meningkatkan pengawasan anggaran, serta berhenti membuat kesan mengembangkan narasi yang menutupi atau mengaburkan praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

UII juga menyeru pemerintah untuk menjamin bahwa efisiensi harus berlandaskan transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada kepentingan masyarakat luas tanpa mengorbankan kualitas pelayanan publik dan program sosial yang berdampak langsung pada rakyat.

“Kami juga minta agar mengingatkan pejabat negara untuk menjadi teladan dengan menjaga tutur kata, sikap, tindakan dan gaya hidup yang tuna empati untuk mengedukasi publik dan sekaligus dalam rangka membangun kepercayaan rakyat,” kata Prof Fathl Wahid.

Ia juga mengajak masyarakat sipil dan elemen bangsa lainnya untuk tidak apatis dengan terus berperan aktif dalam mengawasi kebijakan pemerintah dan mengkritisi secara konstruktif demi menciptakan pemerintah yang lebih responsif, adil, dan berpihak pada kepentingan rakyat, serta mewujudkan demokrasi yang sehat.

Kemunduran demokrasi

Pernyataan sikap itu lahir setelah UII melihat adanya tanda-tanda kemunduran demokrasi di Indonesia yang terus bermunculan. Kebebasan berpendapat dan berekspresi semakin terancam dengan meningkatnya kasus intimidasi, ancaman kriminalisasi, dan pembungkaman terhadap aktivis, seniman, akademisi, serta jurnalis. Beberapa kasus menunjukkan penggunaan pasal-pasal karet untuk menekan suara-suara kritis dan menciptakan ketakutan di kalangan masyarakat sipil yang seharusnya dilindungi hak-haknya.

Rektor UII didampingi para Wakil Rektor dan keluarga besar UII membacakan pernyataan sikap, Kamis 6 Maret 2025. Foto: Humas UII

Di sisi lain, publik juga dihadapkan pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak jarang terkesan tergesa-gesa, tidak transparan, dan minim partisipasi publik. Kebijakan yang tidak berbasis data dan pendekatan ilmiah kerap kali justru memperparah permasalahan, alih-alih memberikan solusi. Hal ini diperburuk dengan maraknya kasus korupsi yang tidak ditangani secara tegas, serta narasi-narasi yang cenderung mengaburkan fakta dan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan terbuka.

Sementara upaya efisiensi yang dicanangkan pemerintah juga tidak selalu berjalan sesuai harapan. Di beberapa sektor, efisiensi justru berdampak negatif pada kualitas pelayanan publik dan program sosial yang menjadi tumpuan masyarakat kecil, termasuk sektor pendidikan. Selain itu, gaya hidup dan sikap sebagian pejabat negara yang kurang menunjukkan empati terhadap kondisi rakyat, memperlebar jarak antara pemerintah dan masyarakat.

Dalam konteks ini, masyarakat sipil harus tetap berperan aktif sebagai kontrol sosial. Ketidakpedulian dan apatisme hanya akan memberikan ruang lebih luas bagi penyimpangan kekuasaan. “Pernyataan sikap ini digerakkan oleh hati nurani kami dan kesadaran anak bangsa yang melihat praktik berbangsa dan bernegara yang semakin jauh dari nilai-nilai keadilan. Semoga kemuliaan Ramadan dapat menjadi momentum untuk perbaikan diri bersama,” kata Rektor UII Prof Fathul Wahid. (lip)



    There is no ads to display, Please add some

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *