beritabernas.com – Meski peran Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam mencerdaskan bangsa cukup besar, namun masih ada pejabat pemerintah yang meremehkan peran PTS tersebut. Hal ini sangat disayangkan oleh Prof Fathul Wahid ST MSc PhD selaku Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah V DIY.
Padahal, menurut Prof Fathul Wahid yang dilantik menjadi Ketua APTISI Wilayah V DIY periode 2023-2027 pada Senin 5 Agustus 2024, meski hanya 50 persen mahasiswa kuliah di PTS namun jumlah PTS jauh lebih banyak dibanding PTN sehingga penyebaran PTS hingga di pelosok-pelosok negeri ini. Selain itu, jumlah PTS juga jauh lebih banyak dibanding PTS sehingga PTS bisa menerima mahasiswa dari segala lapisan masyarakat.
“Peran PTS tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab proporsi mahasiswa seluruh Indonesia yang kuliah di PTS lebih dari 50 persen. Namun saya sering mendengar statemen dari pejabat negara yang menyatakan bahwa ‘betul PTS besar, tetapi mahasiswanya hanya segitu,’ ‘betul mahasiswa PTS banyak, tetapi tidak sebanding dengan PTN yang jumlahnya sedikit,’ ” kata Fathul Wahid mengutip statemen pejabat yang bernada meremehkan peran PTS tersebut.
Hal itu diungkapkan Fathul Wahid usai dilantik menjadi Ketua APTISI Wilayah V DIY periode 2023-207bersama pengurus lainnya di Kampus Universitas Amikom Yogyakarta, Senin 5 Agustus 2024. Fathul Wahid terpilih kembali sebagai Ketua APTISI DIY periode kedua, 2023-2027. Pelantikan dilakukan Ketua APTISI Pusat Dr Ir HM Budi Djatmiko MSi MEI.
Fathul Wahid yang juga Rektor UII ini menilai pola pikir pejabat negara seperti ini perlu diluruskan. Sebab, tanpa sadar, statemen pejabat negara tersebut merendahkan peran PTS dalam mendidik anak bangsa.
BACA JUGA:
- Prof Edy Suandi Hamid Dorong APTISI DIY Kembalikan Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan
- Ketua APTISI DIY Prof Fathul Wahid Ajak Perguruan Tinggi Swasta untuk Maju Bersama
Menurut Fathul Wahid, ada dua hal yang tidak bisa diberikan oleh perguruan tinggi negeri (PTN). Pertama, soal distribusi geografis. Selama ini PTN hanya berpusat di kota-kota besar, sedang PTS melayani masyarakat sampai pelosok Indonesia yang tidak terjangkau tangan negara atau PTN.
“Di DIY sama. PTN hanya bisa dihitung dengan jari. Sedangkan PTS menjangkau sampai pojok-pojok wilayah DIY,” kata Fathul Wahid.
Kedua, menurut Fathul Wahid, soal biaya kuliah. Biaya di PTS jauh lebih rendah secara rata-rata dibanding PTN. Ini juga tidak bisa diberikan negara. “Seharusnya pemerintah berterima kasih kepada PTS. Tetapi dalam rancangan pemerintah terkait pengelolaan perguruan tinggi tidak ada satu pun frasa, klausul, pasal yang menuliskan tanggung jawab pemerintah terhadap PTS,” tegas Fathul.
Karena itu, Fathul menilai pemerintah juga memiliki tanggung jawab terhadap PTS perlu digaungkan. “Bukan bermaksud melawan pemerintah, tetapi mengingatkan bahwa pemerintah berkewajiban mencerdaskan bangsa yang dibantu PTS,” kata Fathul Wahid.
Menurut Fathul, bukan berarti PTS minta dikasihani, tetapi ini tanggung jawab moral negara bahwa PTS harus diberi ruang yang sama, persaingan yang sehat, untuk terus maju dan berkembang. “Bukan dimatikan dengan kebijakan-kebijakan dengan berbagai alasan,” kata Fathul Wahid.
Sementara Ketua APTISI Pusat Budi Djatmiko mengaku sudah membuat road map pendidikan yang diajukan kepada presiden terpilih.
“Keluhan-keluhan PTS sudah kami buatkan road map. Inti road map ada tiga. Pertama, kacau balau suatu bangsa, akibat pendidikan akhlak yang kurang. Kedua, leadership yang berakhlak. Ketiga, pendidikan bahagia. Pendidikan harus menghasilkan semua orang bisa bahagia,” kata Budi.
Penerimaan mahasiswa
Sementara Rektor Universitas AMIKOM Yogyakarta Prof Dr M Suyanto MM menyebut penerimaan mahasiswa PTN belakangan ini ‘gila-gilaan.” Kalau dulu PTN tetangganya hanya menerima 2.000 mahasiswa baru, namun kini bisa menerima 5.000 mahasiswa baru.
“Kalau seperti ini lalu PTS dapat apa,” tanya Prof Suyanto dalam sambutan pembukaan acara pelantikan Pengurus APTISI Wilayah V DIY di Kampus Universitas AMIKOM Yogyakarta. Dalam bahasa Ketua APTISI DIY terkait penerimaan mahasiswa baru PTN ‘tidak sopan’.”
Kondisi ini membuat PTS harus kreatif dalam mencari sumber dana lain untuk mempertahankan hidup tanpa semata-mata mengandalkan dari mahasiswa.
Ia mengaku Universitas AMIKOM hanya mengandalkan 30 persen sumber dana dari mahasiswa, selebihnya dari usaha-usaha kreatif seperti produksi animasi dan pembuatan film bekerjasama dengan Hollywood dan sebagainya.
“Alhamdulilah Universitas AMIKOM bisa eksis dari hasil-hasil usaha kreatif selain dari mahasiswa,” kata Prof Suyanto. (lip)
There is no ads to display, Please add some