Konflik dalam Keluarga sebagai Momen untuk Belajar dan Membangun Relasi yang Lebih Harmonis

beritabernas.com – Konflik, termasuk konflik dalam keluarga, lahir secara alamiah. Perbedaan pandangan hidup, iman, pola pikir dan perilaku merupakan bagian dari pengalaman hidup kita sebagai manusia. Dengan demikian, konflik itu wajar. Karena manusia melihat dunia masing-masing melalui kaca mata masing-masing.

Ketika konflik itu muncul dalam keluarga, kelompok atau masyarakat, ma ada dua pandangan yang dapat kita ambil. Di satu sisi, kita bisa melihat konflik itu sebagai keadaan yang menyusahkan bahkan menakutkan, membuat kita rapuh dan menderita di mana orang mengambil kesempatan untuk menghakimi, mempermalukan atau menyalahkan.

Namun, di sisi lain kita bisa melihat konflik sebagai kesempatan belajar, bertumbuh, membangun relasi yang lebih sejati dan harmonis.

Hal itu disampaikan Sr Agnes FCJ, Koordinator FCJ Outreach, dalam acara Pembinaan Keluarga Katolik yang Berwawasan Moderasi Beragama yang dilaksanakan di Aula PAUD Yayasan Pelita Kasih, Sabtu 31 Mei 2025.

Pasangan suami istri menyampaikan komitmen dan mempersembahkan bunga mawar kepada pasangan dan bendera merah putih sebagai tanda peran serta dalam kemasyarakatan. Foto: Istimewa

Acara yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Katolik Kabupaten Sleman dan diikuti 15 pasang suami istri (30 keluarga)i berasal dari Gereja Katolik Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu dan Gereja Katolik Santo Yohanes Chrisostomus (Stasi Pojok, Sendangarum, Minggir) ini menghadirikan beberapa narasumber yakni Markus Mardius (Trainer, Coach dan Fasilitator) dan Pastor Paulus Erwin Sasmita Pr (Staf Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan).

Dalam materi Pengantar dan Spiritulitas Keluarga, Sr Suster Agnes Samosir FCJ mengatakan bahwa konflik bisa diselesaikan dengan baik, terutama dalam keluarga, bila pasangan suami istri melihatnya sebagai hal yang wajar. Dengan memandang konflik sebagai hal yang wajar, maka suami istri menjadi konflik itu sebagai kesempatan untuk belajar sehingga mereka berusaha untuk menyelesaikan dengan baik dan berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi apa yang menjadi penyebab atau sumber konflik.

Sementara Pastor Paulus Erwin Sasmita Pr dengan materi Perbedaan Pribadi dan Relasi dalam Keluarga, mengatakan, salah satu pemicu konflik adalah tidak memahami perbedaan pribadi. Hal ini terjadi karena beberapa orang lebih terbuka daripada yang lain, sementara beberapa orang lebih pendiam.

“Beberapa orang merasa nyaman untuk tetap berada di belakang layar. Beberapa orang lebih analitis atau lebih kreatif, sementara yang lain lebih menyenangi kestabilan. Apa yang membuat setiap orang unik adalah kombinasi dari ciri-ciri kepribadian mereka,” tutur Pastor Erwin.

BACA JUGA:

Pastor Erwin pun menyebut beberapa tipe kepribadian. Melalui tes dengan menggunakan metode MBTI, peserta memgetahui 16 ciri kepribadian yang membuat seseorang begitu berbeda dengan orang lain.

Sedangkan Markus Mardius yang membawakan materi tentang Komunikasi Keluarga mengajak pasangan suami istri untuk mengetahui model komunikasi tipe E/I (Ekstrovert/Introvert), S/In (Sensing/Intuition), T/F (Thinking/Feeling), P/J (Perceiveng/Judging) dan menerapkan tipe komunikasi asertif, agresif, submisif .

“Kita juga perlu mengetahui kendala komunikasi, misalnya bahasa, kepercayaan, pendidikan, budaya. Kunci komunikasi adalah ketika kita memahami kepribadian kita. Kita perlu menempatkan diri ketika berelasi dengan orang lain dan atau pasangan yang memiliki tipe kepribadian berbeda dengan diri kita,” kata Markus.

Pada penghujung acara, salah seorang peserta rekoleksi, Ibu Kristina mengutarakan bahwa hidup berkeluarga itu unik. Ia pun mengaku senang mengikuti kegiatan ini. Ia berharap akan semakin memahami kelebihan dan kekurangan pribadi dan semakin saling mengasihi

Sementara Ignatius Suryanto, peserta lainnya, mengaku bersyukur kepada Tuhan karena dapat mengikuti rekoleksi ini. Ia pun berharap semakin memahami diri dan pasangannya serta semakin menyadari kasih Tuhan dalam hidup keluarga sehingga ia dapat membagikan dalam pelayanan.

Rama Adolfus Suratmo Pr (Pastor Paroki Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus Klepu) menyampaikan sambutan dan membuka acara. Foto: Istimewa

Romo Adolfus Suratmo Atmomartaya Pr, Pastor Paroki Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus Klepu dan Gereja Katolik Santo Yohanes Chrisostomus, menyamut baik kegiatan ini. “Semoga melalui kegiatan ini, para pasangan suami istri dapat semakin menyadari panggilan hidup berkeluarga, semakin teguh dan tangguh serta mampu menjadi teladan dan penggerak keharmonisan dan kesejahteraan keluarga-keluarga Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu dan Gereja Katolik Santo Yohanes Chrisostomus,” kata Romo Suratmo.

CB Ismulyadi SS MHum, Penyelenggara Katolik Kemenag Kabupaten Sleman, mengatakan, kegiatan Pembinaan Keluarga Katolik yang Berwawasan Moderasi Beragama merupakan program tahunan. Ia pun berharap kegiatan ini bisa memberikan ruang bagi keluarga untuk melakukan refleksi terkait relasi antar pribadi, baik dalam komunikasi personal maupun iman serta memberikan dampak bagi pendampingan keluarga di Paroki Santo Petrus dan Paulus, Klepu dan Gereja Katolik Santo Yohanes Chrisostomus Pojok.

Pada akhir acara, para pasangan suami istri diundang untuk menulis niat/komitmen, mempersembahkan bunga mawar dan bendera Merah Putih. Proses ini menandakan semangat pembaruan diri untuk membawa damai bagi dan dalam keluarga, masyarakat dan negara. (lip)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *