Oleh : Dr KRMT Roy Suryo
beritabernas.com – Pembicaraan tentang Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik) Pemilu 2024 memang tidak akan ada habis-habisnya. Meski secara teknis Sirekap sudah (di)mati(kan) sejak beberapa hari sebelum pengumuman hasil sementara Pemilu 20 Maret 2024 lalu, namun dalam sidang di MK nama Sirekap kembali sering disebut dan bahkan menjadi pokok bahasan dalam pembicaraan ketika menghadirkan saksi-saksi dan ahli-ahli dalam persidangan.
Memang seperti (ada kesengajaan?) dikesankan bahwa Sirekap acapkali disebut-sebut sebagai hanya “alat Bantu” dan bahkan selalu dikatakan bahwa alat hitung yang utama atau resmi dalam perhitungan Pemilu 2024 adalah “manual berjenjang” mulai dari TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Sehingga Sirekap yang bernilai milaran rupiah ini tampak sia-sia dan menghambur-hamburkan anggaran negara yang berasal dari uang rakyat semata tersebut.
Anggapan ini bahkan di-amin-i oleh salah satu pakar yang dihadirkan oleh pihak 02 yakni Prof Marsudi Kisworo pada persidangan Rabu 3 April 2024. Sang Profesor menyebut Sirekap hanyalah “pepesan kosong” belaka dan disambut selebrasi gegap gempita oleh lawyer-lawyer 02 bak bayi atau bocah kecil yang seperti sangat kegirangan mendapatkan asam folat (bukan “Asam Sulfat” seperti yang pernah juga dikatakan oleh bocah belum cukup umur yang lain itu).
Mereka bahkan dalam prescon (press conference) sesaat setelah persidangan mengulang-ulang pendapat “pepesan kosong” Profesor denganberbagai gimmick yang maksudnya (mungkin) mau “melucu” tapi malah terkesan sangat konyol dan childish tanpa mau sedikit cerdas untuk mengecek bagaimana sesungguhnya status dari Sirekap yang selalu disebut-sebut sebagai hanya “alat bantu” tersebut.
Hal yang sangat memalukan mengingat seharusnya mereka bisa cross-check dulu kebenaran statemen tersebut, tidak mempertontonkan hal yang konyol tersebut did epan publik dan disiarkan secara live oleh berbagai stasiun TV saat itu.
Meski dalam rilis resmi Humas KPU tertanggal 19 Pebruari 2024 jelas-jelas mengatakan bahwa dalam PKPU Nomor 03/2022 ada yang menyebut soal “manual berjenjang” untuk perhitungan suara resmi Pemilu 2024, namun apakah KPU sudah benar-benar menuliskannya dalam PKPU tersebut dan membuatnya sah di mata hukum?
Coba kita cek PKPU Nomor 03/2022 yang ditetapkan di Jakarta pada 9 Juni 2022. PKPU ini diteken oleh Ketua KPU HA dan diundangkan pada hari yang sama 9 Juni 2022 oleh MenkumHAM Yasona H Laoly setebal 11 halaman yang terdiri atas 7 Pasal disertai 5 lembar lampiran.
Anehnya bila kita bisa membaca dengan benar PKPU Nomor 03/2022 yang disebut-sebut menjadi dasar hukum untuk perhitungan resmi “manual berjenjang” tersebut (sampai kepada lampirannya) ternyata tidak ada satu kata pun yang tersurat menuliskan soal “manual berjenjang” sebagaimana rilis resmi Humas KPU 19/02/24 itu. Apakah Humas KPU saja yang kebetulan hanya salah menyebut Nomor PKPU-nya atau jangan-jangan KPU memang sudah “amnesia” untuk (lupa) tidak mensuratkan (baca: menuliskan secara resmi dan sah dalam PKPU) soal “manual berjenjang” ini? Sebab kalau pun yang dimaksud ada di lampiran, maka di lampiran tersebut hanyalah tertulis tahapan-tahapan dan tanggal-tanggal-nya saja.
Lucunya, dan mungkin memang ini sudah “petunjuk” dari Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, bahkan KPU-selaku pihak Terlapor yang selalu hadir dalam persidangan-pun tampak (sengaja?) tidak bisa komentar atau mengoreksi statemen “Sirekap Pepesan Kosong” sang Profesor tersebut atau setidaknya memberikan penjelasan PKPU mana yang menjelaskan soal “manual berjenjang”.
BACA JUGA:
- Roy Suryo Ungkap Modus Pencurian dan Penggelembungan Suara Caleg dan Partai
- Pendekatan Election Forensics dan Digital Forensics untuk Penyelesaian Sengketa Pemilu
- KIP Mencabut SK KPU Nomor 349/2024, Hasil Pemilu Bisa Buyar
Jangan-jangan mereka lupa (bahkan amnesia lagi?) kalau KPU justru pernah mengeluarkan keputusan yang sangat penting tertanggal 12 Februari 2024, alias 2 hari sebelum Pemilu yang diundangkan tepat hanya sehari sebelum perhelatan akbar tersebut.
Keputusan yang sangat penting ini adalah Peraturan KPU Nomor 05 tahun 2024 tentang Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum. PKPU setebal 61 halaman yang terdiri atas 15 Bab dan 114 Pasal tersebut memang menuliskan beberapa kali soal Sirekap, namun sama sekali tidak menulis juga soal “manual berjenjang” sedikitpun.
Dimulai dari Bab 1, Pasal 1, ayat 28, SIREKAP malah sudah dirinci dan didefinisikan sebagai perangkat aplikasi berbasis TI sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara serta alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil perhitungan suara Pemilu.
Jadi meski sempat ada kata “alat bantu” di ayat tersebut namun Sirekap de facto dan de jure justru tersurat jelas dalam PKPU 05/2024 dan menjadi unsur penting dalam “Sarana Publikasi hasil Perhitungan suara dan Proses Rekapitulasi hasil perhitungan Suara” ini jelas-jelas fungsi yang sangat vital dalam proses rekapitulasi suara Pemilu 2024.
Sangat berbeda dengan proses “Rekapitulasi Manual Berjenjang” yang (konon) kata Humas KPU tercantum dalam PKPU Nomor 03/2022, ternyata tidak tersurat satu kata pun di dalamnya. Jangan-jangan aliran “kebatinan” sebagaimana statemen salah satu ahli 02 EOH, yang sempat dipertanyakan status “TSK”-nya dan kebetulan tidak membawa Surat Izin Tugas dari instansinya untuk bersaksi kemarin, menjadi kenyataan (baca: definisi “Manual Berjenjang” juga hanya kebatinan?)
Menyitir penjelasan Humas KPU, Sirekap awalnya dikembangkan dan niatnya dibangun sebagai sistem informasi yang dapat terkontrol, termonitor, dan terjaga. Dalam penggunaannya, Sirekap digunakan oleh KPU untuk memotret proses penghitungan suara di TPS berdasarkan formulir C Hasil yang ditulis oleh KPPS dan wajib disaksikan bersama-sama oleh seluruh masyarakat yang hadir dalam proses tersebut.
Dalam proses yang seharusnya terbuka ini masyarakat dapat mengecek dan memberikan koreksi terhadap data yang ditulis oleh KPPS pada formulir C Hasil. Namun memang faktanya, proses di atas banyak yang tidak terjadi sesuai teori, karena pemotretan hingga penyaksian semua prosesnya belum tentu dihadiri oleh masyarakat dan saksi yang sah.
Selanjutnya harusnya KPPS kemudian memfoto formulir C Hasil dan mengirimkannya ke server KPU melalui Sirekap. Sistem kemudian akan melakukan konversi gambar menjadi data digital menggunakan OCR/ OMR. Di sinilah banyak sekali muncul kesalahan yang seharusnya tidak perlu terjadi, karena sebagaimana sering saya katakan technical error OCR/ OMR-nya terkesan aneh dan bahkan ditengarai oleh pakar-pakar TI sebagai celah diterapkannya algoritma tertentu untuk menggelembungkan suara paslon tertentu.
Oleh sebab itu ketika ahli yang dihadirkan oleh 02 kemarin mengatakan bahwa kesalahan Sirekap hanya technical error maka hal tersebut sangat tidak benar, karena ditemukan juga adanya JSON-Script dan bahkan penyalahgunaan Cloud-Server di Aliyun Computing, Alibaba.com Singapore.
Teorinya hasil dan hasil konversi data oleh Sirekap dapat diakses melalui portal pemilu2024.kpu.go.id. Data hasil perolehan suara ditampilkan dalam bentuk infografis (diagram lingkaran dan diagram batang) serta tabel yang berisi rincian data. Maka ketika hasil Infografis ini sekarang dihilangkan oleh KPU, seharusnya ada pertanggungjawaban hukum kepada masyarakat, tidak didiamkan saja. Humas KPU sebenarnya juga menegaskan bahwa Formulir C Hasil yang didokumentasikan dan dicatat dalam Sirekap menjadi data otentik terhadap proses yang terjadi di TPS yang harus dijaga dan dimiliki oleh KPU sebagai penyelenggara.
Jadi dengan isi penjelasan resmi Humas KPU dan membaca PKPU Nomor 05/2024 yang di dalamnya berkali-kali memuat kata Sirekap (dan tidak sedikit pun mencantumkan kata “Manual Berjenjang”) maka semakin terbukti bahwa Sirekap ini tidak sekadar “alat bantu” saja, justru inilah “alat utama” sistem IT KPU yang sangat vital karena dapat dipergunakan sebagai “Alat Bantu Kecurangan bahkan Kejahatan Pemilu” seperti analisis beberapa pakar TI dan hukum yang bisa memandang jernih persoalan ini.
Contoh proses rekapitulas hasil menggunakan Sirekap dalam PKPU No 05/2024 ini misalnya tercantum jelas dalam Bab IV, Pasal 12, 13, 15 dan seterusnya untuk level kecamatan. Hal sama terjadi juga Sirekap selalu disebut dalam proses selanjutnya (Kabupaten/Kota di Bab VI, Propinsi di Bab VII, Nasional di Bab VIII, bahkan di Luar Negeri di Bab V.
Kesimpulan
Mulai dari level terbawah kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional dan juga luar negeri, Sirekap ini selalu tersurat dalam PKPU sebagai alat rekapitulasi sampai di Bab IX saat penetapan hasil Pemilu nasional selalu ditulis kata Sirekap (Pasal 92, ayat 2). Bahkan ada Bab khusus tentang Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik di Bab XIV Pasal 112 dan-ini krusialnya-tidak ada satu kata-pun yang menyebut soal “manual berjenjang” yang dituliskan (tersurat) di dalamnya. At last but not least, apakah ini berarti menunjukkan kalau KPU telah Amnesia dengan “lupa” tidak menuliskan hal yang sangat penting tersebut?
Dengan demikian Sirekap ini bukanlah “pepesan kosong” seperti statemen 02 dan Sirekap memang layak untuk didalilkan di dalam persidangan MK. (Dr KRMT Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen)
There is no ads to display, Please add some