Meisya, Gajah Betina Berbobot Hampir 3 Ton Itu Berkalung GPS Collar 

beritabernas.com – Meisya adalah seekor gajah betina berumur 25 tahun yang berbobot hampir tiga ton. Penampilannya jadi berbeda dari gajah-gajah lain dalam koloninya karena Meisya berkalung satu unit alat Global Positioning System (GPS). 

Meisya adalah pemimpin koloni gajah yang berjumlah 13 ekor, hidup di habitat gajah di Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)-Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Bumi Andalas Permai, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Lalu bagaimana mungkin si Meisya sampai berkalung GPS Collar, padahal Meisya hidup di alam bebas?

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel) sudah tiga kali melakukan kegiatan yang penuh risiko ini. Yang pertama dilakukan pada 13 Mei 2022, yakni pemasangan GPS Collar pada dua kelompok gajah, yaitu kelompok Meilani (berjumlah 34 ekor) dan kelompok Meissi (berjumlah 14 ekor).

Pemasangan ketiga, BKSDA Sumatera Selatan memasang satu unit GPS Collar pada leher gajah dari kelompok gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) pada Minggu (14/5). Pemasangan dilaksanakan pada gajah jenis kelamin betina usia sekira 25 tahun berat 2.782 kg, yang berada pada kelompok berjumlah 13 ekor.

Dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk memasang satu unit GPS Collar pada leher gajah betina itu. Gajah betina adalah pemimpin kelompok gajah yang biasa hidup berkoloni. Salah seorang anggota tim mengungkapkan, sebelum gajah dipasang GPS Collar dengan alat pelontar, seorang dokter menyuntikkan obat bius dengan dosis yang terukur ke tubuh gajah. Obat bius itu membuat gajah pingsan, namun dalam posisi tetap berdiri.

BKSDA Sumsel dan beberapa pihak lain yaitu PT OKI Pulp & Paper Mills, PT Bumi Andalas Permai, Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa, para dokter, dan Tim Teknis BKSDA Riau berhasil memasang satu unit GPS Collar ke leher Meisya, gajah betina pemimpin koloni gajah di kawasan Hutan Tanaman Industri PT Bumi Andalas Permai di Kabupaten Ogan Komiring Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Foto: Theresia Emmy Kuswandari

Posisi gajah berdiri memudahkan para petugas memasang dan melakukan pengukuran. Misi ini berhasil. Tim yang berjumlah 15 orang dengan dibantu beberapa pawang gajah ini pun berhasil memasang satu unit GPS Collar di leher gajah betina tepat pada pukul 17.05 WIB.  

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai KSDA Sumsel Sugito, menjelaskan, GPS Collar perlu dipasang di leher seekor gajah, dengan maksud untuk memahami pola pergerakan gajah melalui pemanfaatan teknologi satelit Inmarsat dalam selang waktu guna mewujudkan prinsip koeksistensi antara aktivitas manusia dan kehidupan gajah liar di kantong habitat gajah Sugihan-Simpang Heran. Kawasan ini merupakan kantong populasi gajah Sumatera terbesar di Provinsi Sumatera Selatan.

Kegiatan dilaksanakan selama dua hari, 13-14 Mei 2023, berlokasi di areal kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)-Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Bumi Andalas Permai, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, dengan melibatkan beberapa pihak, yaitu PT OKI Pulp & Paper Mills, salah satu unit usaha APP Sinar Mas dan PT Bumi Andalas Permai (BAP), mitra pemasok APP Sinar Mas, Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS), serta Dokter Hewan dan Tim Teknis BBKSDA Riau. 

Sebelumnya, pada Jumat (12/5) tim melakukan briefing konsolidasi untuk menyusun rencana dan strategi, membagi tugas, serta memastikan kembali kelengkapan dan kelayakan peralatan, dan dilanjutkan pada Sabtu (13/5) melakukan survey dan memastikan gajah target, yang kemudian pada Minggu (14/5) berhasil dilakukan pemasangan GPS Collar. 

Head of Landscape Conservation APP Sinar Mas, Jasmine NP Doloksaribu yang turut mengawal proses pemasangan GPS Collar di lapangan, menyatakan bahwa APP Sinar Mas berkomitmen mendukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam program human-elephant co-existence

Pemasangan GPS Collar ini diharapkan dapat membantu dalam memahami prinsip berbagi ruang hidup antara manusia dan gajah, serta merumuskan strategi aksi konservasi yang efektif sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal PHL Nomor SE.7/PHL/PUPH/HPL.1/10/2022 dan Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE Nomor SE.7/KSDAE/KKH/KSA.2/10/2021. Ini sejalan dengan Sustainability Roadmap Vision (SRV) 2030 dan Kebijakan Forest Conservation Policy APP Sinar Mas.

Kepala BKSDA Sumsel Ujang Wisnu Barata menjelaskan, bahwa kantong habitat Sugihan-Simpang Heran memiliki luas ± 632 ribu hektar. Di dalamnya telah tersepakati delineasi Koridor Gajah Liar oleh para pihak pada tanggal 23 Juni 2022, dengan luas ± 232 ribu hektar. Seluruh areal koridor berada di kawasan Hutan Produksi pada wilayah konsesi APP Sinar Mas.

Koridor tersebut didelineasi atas dasar pertimbangan jejak kehadiran dan hasil monitoring berkala. Selanjutnya menjadi lokus manajemen habitat dan populasi melalui berbagai kegiatan terintegrasi yaitu pengkayaan pakan gajah, pembuatan artificial saltlick, pengaturan komoditi tanaman, pembuatan barrier fisik/vegetasi serta monitoring populasi. Semua upaya ini bertujuan menjamin penyediaan ruang hidup dan habitat yang cukup dalam menopang kehidupan gajah liar sehingga interaksi negatif gajah liar di wilayah masyarakat dapat dikendalikan.

Gajah sumatera merupakan satwa prioritas, kebanggaan Provinsi Sumatera Selatan. Menurut The International Union for Conservation of Nature’s Red List of Threatened Species (IUCN), saat ini gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) berstatus Critically Endangered (kritis), serta berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/12/2018, termasuk ke dalam satwa liar dilindungi bersama dengan 786 jenis satwa liar lainnya. 

Meisya dengan kalung GPS Collar Foto: Theresia Emmy Kuswandari

“Sebagaimana Instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor INS.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2022 tentang Perlindungan Satwa Liar atas Ancaman Penjeratan dan Perburuan Liar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan tanggal 17 Juni 2022 yang telah ditindaklanjuti dengan terbitnya Standar Operasional Prosedur (SOP) Nomor SOP.1/KSDAE/SET.3/KSA.2/12/2022 tentang Perlindungan Satwa Liar di dalam dan di luar kawasan hutan tanggal 7 Desember 2022 sekaligus memastikan bahwa upaya perlindungan terhadap satwa liar yang dilindungi pada areal kerja PBPH berjalan intensif, mengimplementasikan Surat Edaran Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Nomor SE.7/PHL/PUPH/HPL.1/10/2022 tanggal 14 Oktober 2022 tentang Perlindungan Satwa Liar yang Dilindungi di Dalam Areal Kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH),”` kata Ujang. 

Ujang menyampaikan terimakasih kepada jajaran Balai Besar KSDA Riau dan Balai KSDA Bengkulu, PJHS, dan PT BAP atas dukungan personil dokter hewan, tim teknis dan peralatan pelontar/pendorong bius, sehingga upaya bersama ini dapat terlaksana dengan baik.

“Selanjutnya, sebagai tanda pengenal di lapangan, tim bersepakat memberi nama gajah betina yang dipasang GPS Collar tersebut Meisya, untuk melengkapi Meilani dan Meissi yang telah terpasang sebelumnya pada bulan Mei tahun 2022 lalu”, ungkapnya.

Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Spesies dan Genetik, Indra Exploitasia menyatakan bahwa upaya ini merupakan bentuk asistensi melekat BKSDA Sumsel kepada mitra pemegang PBPH yang arealnya terdapat satwa liar dilindungi, dalam menjalankan kewajibannya.

“Apresiasi kepada tim BKSDA Sumsel dan mitra yang telah melakukan pemasangan GPS Collar. Pemasangan ini merupakan bagian dari manajemen konservasi insitu. Kegiatan ini bertujuan selain untuk melakukan pemantauan dan monitoring pergerakan gajah juga sekaligus sebagai mitigasi interaksi negatif yg menyebabkan konflik satwa gajah dengan manusia. Diharapkan kegiatan ini menjadi wadah kolaborasi antar pihak dalam melakukan konservasi insitu satwa gajah di habitat alamnya sehingga tercipta harmoni hidup berdampingan manusia dan satwa gajah,” kata Indra. (AS)


There is no ads to display, Please add some

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *