Oleh: Saiful Huda Ems
beritabernas.com – DALAM forum Rakernas Projo di Temanggung, Jawa Tengah beberapa waktu llu, Presiden Presiden Jokowi memint para relawan pendukung setianya ojo kesusu (Bahasa Jaw: jangan tergesa-gesa) mendukung figur tertentu sebagai bakal Capres 2022.
Himbauan Presiden Jokowi agar para relawan yang tergabung dalam kelompok Projo itu telah mempunyai dua efek yang berlawanan satu sama lain, yakni efek manfaat atau kemaslahatan dan efek kerugian atau mudharat.
Efek manfaat berarti bahwa dengan tergesa-gesanya para relawan memberikan dukungan pada figur balon capres tertentu bisa membuat pemerintah dan pendukungnya kehilangan fokus lagi untuk menuntaskan berbagai program kebijakan strategis yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Hal ini bisa dimaklumi, karena jika kita lebih memilih fokus untuk suksesi Pilpres 2024, maka para menteri atau pembantu Presiden akan lebih banyak disibukkan untuk kampanye politik di luar jadwal agenda Pemilu/Pilpres yang sudah ditetapkan daripada mereka fokus bekerja untuk menuntaskan tugas dan fungsi sebagai menteri atau pembantu presiden.
Sedangkan efek kerugian atau mudharatnya himbauan ojo kesusu dari Presiden Jokowi adalah tertinggalnya Presiden Jokowi terutama kita untuk mensosialisasikan figur baru penerus kepemimpinan nasional Jokowi. Padahal harus kita sadari, di sisi lain bangsa ini telah mengalami krisis ideologi dengan gencarnya kampanye dan ancaman dari para pengusung sistem khilafah yang radikal dan brutal. Tengoklah beberapa waktu lalu telah terjadi konvoi para penganut sistem khilafah di berbagai daerah, yang kemudian satu per satu ditangkapi Polisi setelah konvoinya viral di mana-mana.
Memperhatikan kenyataan di tengah-tengah kehidupan warga bangsa seperti itu, maka akan menjadi blunder himbauan Presiden Jokowi tersebut jika para pendukung setia Pancasila dan NKRI tidak mulai berani untuk mempersiapkan dan memperkenalkan para Balon Capresnya untuk Pilpres 2024.
Karena jika hal ini sampai terlambat, maka pada akhirnya kita akan memperoleh kekalahan, hingga negeri ini jatuh dengan mudahnya ke tangan para komplotan anti Pancasila dan NKRI yang intoleran dan brutal.
Info valid yang saya terimh, PDIP dan beberapa partai calon koalisinya akan berusaha menduetkan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sebagai pasangan Capres-Cawapres 2024. Kenyataan pahit ini bisa teman-teman politisi PDIP dan calon partai koalisinya heran, sebagai ikhtiar politik mereka untuk menyatukan kembali bangsa ini yang terbelah dua sejak menjelang dan setelah Pilpres 2014 dan 2019.
Disebut kenyataan pahit karena Ganjar dan Anies merupakan dua figur politisi yang berbeda 180 derajat namun keduanya harus “dikawinkan” secara paksa. Yang satu nasionalis toleran dan yang satunya lagi gombalis khilafis intoleran. Namun fakta di lapangan dalam berbagai hasil survei kedua figur politisi itu telah memiliki popularitas dan elektabilitas yang fantastis. Keduanya sama-sama memiliki pendukung yang militan, maka jika keduanya dibenturkan dalam Pilpres 2024, bangsa ini akan kembali terbelah.
Menjadi pertanyaan berikutnya dalam benak kita, tidakkah ada cara lain untuk mempersatukan kembali bangsa ini selain menduetkan Ganjar dan Anies, yang akan mendatangkan resiko besar bagi ideologi negara kit Pancasila? Apalah artinya persatuan nasional jika saja visi ideologi kebangsaan kita kelak akan berbelok arah?
Ingat, ajaran khilafah yang mendogma akan menciptakan radikalisme yang menggila, dan radikalisme yang menggila akan membuahkan perang saudara. Atas hal inilah kenapa kita harus berupaya agar duet dua figur politisi yang saling bertolak belakang itu tak terjadi, kecuali jika memang takdir politik telah memastikannya sebagai pasangan Capres-Cawapres definitif, kita harus ikhlas mendukungnya.
So, mumpung waktu masih ada sebelum takdir politik itu ditentukan, mari kita persiapkan dan perkenalkan calon-calon terbaik kepemimpinan nasional kita, agar berbagai capaian prestasi Pemerintahan Jokowi dapat diteruskan dan Republik Indonesia terhindar dari mala petaka yang diakibatkan oleh provokasi bertubi-tubi dari para politisi yang merangkap sebagai makelar sistem khilafah.
Ganjar Pranowo tak harus diduetkan dengan Anies Baswedan kecuali takdir politik sudah ditentukan. Mendingan kita kesusu daripada kesikut, mendingan kita bergerilya politik daripada kita diam mengamati sambil kepala bermanggut-manggut.
Penghormatan dan kesetiaan kita pada Presiden Jokowi bukan pada figurnya, melainkan pada apa yang selama ini telah diperjuangkannya dengan berpeluh keringat. Dengan demikian kita akan terhindar dari kultus individu, hingga jiwa kita tetap bisa berdiri tegak di hadapan Mata Keadilan!
Siapakah figur yang lebih tepat untuk berduet dengan Ganjar Pranowo? Jika kita sudah menemukan yang tepat, maka keduanya mau diposisikan sebagai Capres atau Cawapres tak akan lagi menjadi masalah. (Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Pemerhati Politik)
There is no ads to display, Please add some