beritabernas.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) selesai melakukan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025. SNLIK 2025 dilakukan mulai 22 Januari hingga 11 Februari 2025 di 34 provinsi yang mencakup 120 kota/kabupaten termasuk 8 wilayah kantor OJK (1.080 blok sensus). Sementara jumlah responden SNLIK 2025 sebanyak 10.800 orang dengan usia antara 15 sampai 79 tahun.
Hasil SNLIK 2025 tersebut diumumkan oleh Friderica Widyasari Dewi selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK dan Ateng Hartono selaku Deputi Bidang Statistik Sosial BPS di Kantor Badan Pusat Statistik Jakarta, Jumat 2 Mei 2025.
Menurut Friderica Widyasari Dewi, secara umum hasil SNLIK 2025 menunjukkan kenaikan indeks literasi keuangan mencapai 66,46 persen dan indeks inklusi keuangan 80,51 persen. Hasil SNLIK 2025 ini meningkat dibanding SNLIK 2024 dengan indeks literasi keuangan 65,43 persen dan indeks inklusi keuangan 75,02 persen.
Dikatakan, SNLIK 2025 yang kedua setelah SNLIK 2024 merupakan hasil kerja sama OJK dengan BPS. SNLIK dilakukan untuk mengukur indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat Indonesia sebagai landasan program peningkatan literasi dan inklusi keuangan ke depan.Frederica mengatakan, penghitungan SNLIK 2025 dilakukan menggunakan dua metode, yakni Metode Keberlanjutan dan Metode Cakupan DNK.
Metode Keberlanjutan merupakan metode perhitungan yang dilakukan dengan cakupan sembilan sektor jasa keuangan (Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Lembaga Pembiayaan, Dana Pensiun, Pergadaian, Lembaga Keuangan Mikro, Fintech Lending (Pindar), PT Permodalan Nasional Madani) dan Penyelenggara Sistem Pembayaran (PSP) sebagaimana cakupan pada SNLIK Tahun 2024 sehingga dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan program literasi dan inklusi keuangan OJK.
Sementara Metode Cakupan DNKI, adalah metode penghitungan yang memperluas cakupan sektor keuangan dengan penambahan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan serta Lembaga Jasa Keuangan Lain (Koperasi Simpan Pinjam (KSP)/Penyelenggara Perdagangan Aset Kripto/PT Pos Indonesia/Lembaga Penjaminan/dan lain-lain).

Metode Keberlanjutan menunjukkan indeks literasi keuangan Indonesia sebesar 66,46 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 80,51 persen. Sementara metode Cakupan DNKI menunjukkan indeks literasi keuangan sebesar 66,64 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 92,74 persen. Selanjutnya, baik melalui metode Kebelanjutan maupun Cakupan DNKI, literasi keuangan syariah mencapai
43,42 persen dan inklusi keuangan syariah sebesar 13,41 persen.angan.
Metode keberlanjutan
Menurut Frederica, berdasarkan klasifikasi desa, indeks literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan masing-masing sebesar 70,89 persen dan 83,61 persen atau lebih tinggi dibandingkan wilayah perdesaan yakni masing-masing sebesar 59,60 persen dan 75,70 persen.
Sementara berdasarkan gender, indeks literasi keuangan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, masing-masing sebesar 67,32 persen dan 65,58 persen. Sedangkan indeks inklusi keuangan laki-laki sebanding dengan perempuan, yakni masing-masing 80,73 persen dan 80,28 persen.
Sedangkan berdasarkan umur, kelompok 26-35 tahun, 18-25 tahun dan 36-50 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 74,04 persen, 73,22 persen dan 72,05 persen. Sebaliknya, kelompok umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 51,68 persen dan 54,55 persen.
Kemudian, kelompok umur 18-25 tahun, 26-35 tahun dan 36-50 tahun memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 89,96 persen, 86,10 persen dan 85,81 persen. Sebaliknya, kelompok umur 51-79 tahun dan 15-17 tahun memiliki indeks inklusi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 66,88 persen dan 74,00 persen.
Selanjutnya berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, kelompok pendidikan tamat perguruan tinggi, SMA/sederajat dan SMP/sederajat memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 90,63 persen, 79,18 persen dan 64,04 persen.
Sebaliknya, kelompok pendidikan tidak/belum pernah sekolah/tidak tamat SD/sederajat dan tamat SD/sederajat memiliki indeks literasi keuangan terendah, masing-masing sebesar 43,20 persen dan 54,50 persen. Kelompok dengan pendidikan tamat perguruan tinggi, SMA/sederajat dan SMP/sederajat memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 99,10 persen, 92,81 persen dan 82,00 persen.
Selain itu, kelompok dengan tingkat pendidikan tidak/belum pernah sekolah/tidak tamat SD/sederajat dan tamat SD/sederajat memiliki indeks inklusi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 56,95 persen dan 68,06 persen. Dari data tersebut diperoleh informasi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi indeks literasi dan inklusi keuangan.
Sedangkan berdasarkan pekerjaan/ kegiatan sehari-hari, kelompok pegawai/profesional, pensiunan/ purnawirawan dan pengusaha/wiraswasta mempunyai indeks literasi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 85,80 persen, 74,11 persen dan 73,60 persen.
Sebaliknya, kelompok tidak/belum bekerja,petani/peternak/pekebun/nelayan dan pekerjaan lainnya memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 49,36 persen, 58,87 persen dan 60,17 persen.
Selanjutnya, kelompok pensiunan/purnawirawan, pegawai/profesional dan pengusaha/wiraswasta memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 100,00 persen, 95,11 persen dan 88,66 persen. Sebaliknya, kelompok tidak/belum bekerja, petani/peternak/pekebun/nelayan dan pekerjaan lainnya memiliki indeks inklusi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 64,82 persen, 69,40 persen dan 74,73 persen.
Metode cakupan DNKI
Sementara itu, dengan metode cakupan DNKI, hasil SNLIK 2025 berdasarkan klasifikasi desa, indeks literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan masing-masing sebesar 71,00 persen dan 94,48 persen, lebih tinggi dibandingkan wilayah perdesaan masing-masing sebesar 59,87 persen dan 90,03 persen.
Sementara berdasarkan gender, indeks literasi keuangan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan masing-masing sebesar 67,53 persen dan 65,73 persen. Sedangkan, indeks inklusi keuangan laki-laki dikatakan sebanding dengan perempuan, masing-masing 92,58 persen dan 92,89 persen.
Kemudian, berdasarkan umur, kelompok 26-35 tahun, 18-25 tahun dan 36-50 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, masing-masing sebesar 74,05 persen, 73,26 persen dan 72,12 persen. Sebaliknya, kelompok umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 51,86 persen dan 55,03 persen. Selanjutnya, kelompok umur 18-25 tahun, 36-50 tahun dan 26-35 tahun memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 95,07 persen, 94,11 persen dan 93,52 persen. Sebaliknya, kelompok umur 51-79 tahun dan 15-17 tahun memiliki indeks inklusi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 89,70 persen dan
91,32 persen.
Selanjutnya berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, kelompok pendidikan tamat perguruan tinggi, tamat SMA/sederajat dan tamat SMP/sederajat memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 90,63 persen, 79,19 persen dan 64,37 persen.
BACA JUGA:
- Meski Tingkat Literasi Tinggi, Namun Inklusi Keuangan Syariah Masih Rendah
- Kinerja Intermediasi Perbankan Relatif Stabil dengan Profil Risiko yang Terjaga
- Robby Kusumaharta: Kebijakan Presiden Trump Berdampak pada Harga Produk yang Masuk ke Pasar AS
Sebaliknya, kelompok pendidikan tidak/belum pernah sekolah/tidak tamat SD/sederajat dan tamat SD/sederajat memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 43,77 persen dan 54,62 persen. Kemudian, kelompok dengan pendidikan tamat perguruan tinggi, tamat SMA/sederajat dan tamat SMP/sederajat memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 99,77 persen, 97,23 persen dan 92,74 persen.
Sedangkan kelompok dengan tingkat pendidikan tidak/belum pernah sekolah/tidak tamat SD/sederajat dan tamat SD/sederajat memiliki indeks inklusi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 83,64 persen dan 88,83 persen. Dari data tersebut diperoleh informasi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi literasi dan inklusi keuangan.
Sementara berdasarkan pekerjaan/kegiatan sehari-hari, kelompok pegawai/profesional, pensiunan/ purnawirawan dan pengusaha/wiraswasta mempunyai indeks literasi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 85,80 persen, 74,11 persen dan 73,96 persen.
Sebaliknya, kelompok tidak/belum bekerja, petani/peternak/pekebun/nelayan dan pekerjaan lainnya memiliki indeks literasi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 49,46 persen, 59,32 persen dan 60,31 persen.

Untuk kelompok pensiunan/purnawirawan, pegawai/professional dan pengusaha/wiraswasta memiliki indeks inklusi keuangan tertinggi, yakni masing-masing sebesar 100,00 persen, 98,15 persen dan 95,21 persen. Sebaliknya, kelompok tidak/belum bekerja, petani/peternak/pekebun/nelayan dan pekerjaan lainnya memiliki indeks inklusi keuangan terendah, yakni masing-masing sebesar 84,04 persen, 87,56 persen dan 92,29 persen.
Berdasarkan sektor jasa keuangan, indeks literasi dan inklusi keuangan masih ditopang paling tinggi oleh sektor Perbankan, yakni sebesar 65,50 persen dan 70,65 persen.
Menurut Frederica, SNLIK 2025 menjadi salah satu faktor utama bagi OJK dan pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun kebijakan, strategi dan merancang produk dan layanan keuangan yang sesuai kebutuhan dan kemampuan konsumen dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hasil SNLIK 2025 juga menunjukkan segmen masyarakat yang memiliki tingkat literasi atau inklusi keuangan yang lebih rendah dibandingkan tingkat nasional, yakni berdasarkan gender/jenis kelamin, yakni penduduk perempuan; berdasarkan klasifikasi desa, yakni penduduk yang tinggal di perdesaan; berdasarkan kelompok umur, yakni penduduk umur 15-17 tahun dan 51-79 tahun; berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, yakni penduduk dengan pendidikan rendah (tamat SMP/sederajat ke bawah); dan berdasarkan pekerjaan/kegiatan sehari-hari, yakni petani/peternak /pekebun/nelayan, pelajar/mahasiswa, ibu rumah tangga, tidak/belum bekerja dan pekerja lainnya (selain pegawai/ professional, pengusaha/ wiraswasta dan pensiunan/ purnawirawan).
Karena itu, menurut Frederica, OJK akan semakin menggiatkan kegiatan literasi dan inklusi keuangan bagi kelompok tersebut. Fokus OJK untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan baik secara konvensional maupun syariah tertuang dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (2023-2027), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2025-2045. (lip)
There is no ads to display, Please add some