beritabernas.com – Selama tahun 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima 1.672 pengaduan yang berindikasi pelanggaran terkait perilaku petugas penagihan utang. Penagihan yang terindikasi pelanggaran tersebut terdiri dari 1.106 layanan pinjam meminjam berbasis teknologi, 179 perusahaan pembiayaan dan 387 perbankan.
Hal itu diungkapkan Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, dalam jawaban tertulis konferensi pers RDKB pada Desember 2024 bidang Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen.
Sementara untuk pengawasan market conduct, menurut Friderica Widyasari Dewi, sampai dengan triwulan III tahun 2024 ditemukan 229 iklan melanggar dari total 14.481 iklan yang dilakukan pemantauan (1,58%). Untuk iklan melanggar paling banyak ditemukan dari sektor PVML sebesar 2,80% (99 dari 3.536 iklan).
Dikatakan, pelanggaran yang paling banyak ditemukan adalah terkait pernyataan berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan dan pencantuman logo OJK; informasi yang dapat membatalkan manfaat yang dijanjikan pada iklan, misalnya tidak mencantumkan periode promo; dan tautan spesifik untuk iklan yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
BACA JUGA:
- Pasar Modal Didorong Lebih Aktif Mendukung Program Strategis Pemerintah
- Kadin Indonesia Minta Pemerintah Perlu Memperhatikan Dampak Kebijakan Ekonomi AS dan Tiongkok
Sementara menjawab pertanyaan terkait berapa PUJK yang tak melakukan edukasi publik pada 2024 dan sanksi yang diberlakukan, menurut Friderica Widyasari Dewi, mengatakan, sehubungan dengan kewajiban penyampaian laporan terkait dengan kegiatan literasi dan kegiatan inklusi keuangan yang diatur dalam POJK 3/POJK.07/2023 sebagaimana telah dicabut sebagian dan diatur dalam POJK 22 tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, OJK telah melakukan penegakan ketentuan berupa pengenaan sanksi administratif atas keterlambatan pelaporan.
Hingga Desember 2024, OJK telah mengenakan sejumlah 290 sanksi administratif keterlambatan pelaporan, yaitu 260 sanksi administratif brupa denda dan 30 sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Menurut Friderica Widyasari Dewi, berdasarkan POJK Nomor 22 tahun 2023 pasal 11 ayat (5), (6) dan (7)
disebutkan bahwa PUJK yang melanggar ketentuan mengenai kewajiban pelaksanaan kegiatan untuk meningkatkan literasi keuangan dikenai sanksi administratif antara lain mulai dari peringatan tertulis, pembatasan produk dan/atau layanan, denda administratif sampai dengan pencabutan izin produk
dan/atau layanan atau izin usaha.
Menjawab pertanyaan apakah mereka yang tak bisa meminjam di pindar karena tak memenuhi ketentuan berpotensi beralih ke pinjol ilegal dan bagaimana OJK memastikan hal itu tak terjadi, menurut Friderica Widyasari Dewi, pindar memang menjadi salah satu alternatif yang banyak diminati oleh masyarakat untuk mendapatkan pinjaman secara cepat.
Namun, OJK selalu mengedukasi konsumen dan masyarakat untuk memperhatikan 2L (Legal dan Logis) sebelum menggunakan produk jasa keuangan dan juga mengenai risiko dan kerugian yang akan diterima ketika menggunakan produk jasa keuangan dari pelaku usaha yang tidak berizin. (lip)